Mohon tunggu...
Fajar
Fajar Mohon Tunggu... Supir - PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

menulis jika ada waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Otonomi Daerah Membuat Rakyat Harus Banyak Membayar

23 Oktober 2012   13:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:29 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1351016018174900765

[caption id="attachment_219556" align="aligncenter" width="400" caption="Ilustrasi/ Admin (shutterstock)"][/caption]

Ketika kembali ke Flores beberapa bulan lalu, saya dibuat bingung dengan aneka perkembangan yang ada dalam hal perparkiran. Setahu saya umumnya di Flores belum mengenal retribusi parkir sebelumnya, sehingga dengan bebas orang boleh memarkir kendaraan di mana pun terutama di perkotaan tanpa harus membayar. Selain itu, kasus curonmor jarang atau bahkan belum pernah terjadi, sehingga tidak perlu merasa ragu untuk memarkir kendaraan tanpa pengawasan tukang parkir ketika sedang ke kota.

Karena itu, ketika pertama kali harus ke Kota Ruteng saya pun memarkir kendaraan di depan sebuah pertokoan di antara deretan motor  yang ada. Kemudian saya masuk toko dan membeli barang-barang yang diperlukan. Setelah mencari-cari barang yang dimaksud, dengan santai saya menuju halaman pertokoan, menghidupkan kendaraan dan berniat untuk ke barisan pertokoan lain. Betapa terkejutnya saya, tiba-tiba datang seorang pria menyodorkan sepotong kertas sambil berkata:

"bayar parkirnya dulu om!"

"Apa?" "Parkir?" Sejak Kapan?" "Ketika saya memarkir kendaraan tadi, anda ke mana?"

Dengan tergopoh-gopoh sang tukang parkir menjawab:

"sejak diberlakukan otonomi daerah, di Ruteng ini mulai memberlakukan parkir. Karcis ini kami ambil di dinas perhubungan setiap pagi. Setiap pagi ketika mengambil karcis yang baru, kami harus menyetor hasil hari ini. Dari jumlah karcis yang terpakai pada hari sebelumnya, kami mendapatkan persenannya."

Saya pun memaklumi dan membayar parkir. Untuk sepeda motor Rp 1000  dan untuk mobil Rp 5000. Uniknya, karcis parkir ini berlaku untuk satu hari, sehingga kita hanya menunjukkan ke tukang parkir di tempat lain jika kita masih berputar-putar di sekitar Kota Ruteng. Jadi, hanya sekali kita membayar parkir dalam sehari, asalkan karcis parkirnya tidak dibuang.

Ini hanya salah satu pengalaman kecil bahwa otonomi daerah memaksa PEMDA untuk menggenjot Pendapatan Asli Daerahnya masing-masing. Kota Ruteng yang belum padat kendaraannya serta masih terbilang aman dipaksakan agar diberlakukan pungutan kendaraan. Bukan hanya itu! Jika dahulu wc di Kota Ruteng gratis, sekarang harus merogoh kocek dan membayar Rp 2000 untuk wc baik kecil maupun besar. Lama kelamaan semuanya akan seperti di Kota-kota besar yang ada di Pulau Jawa dimana semuanya serba bayar kecuali bernafas dan berjalan kaki di tengah kota.

Itulah salah satu dampak Otonomi Daerah yang mengharuskan PEMDA bekerja keras menempuh berbagai cara termasuk memberlakukan aneka pungutan yang sebenarnya belum relevan untuk sikon daerahnya demi menggenjot PAD. Pola-pola tradisional peningkatan PAD ini sepertinya masih menjadi favorit untuk daerah-daerah yang baru dimekarkan. Coba saja melakukan terobosan lain seperti peningkatan geliat pariwisata untuk menggenjot PAD atau meningkatkan investasi yang ramah lingkungan demi PAD.

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun