Mohon tunggu...
Fajar Arianto
Fajar Arianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Karyawan

Menulis cerpen, bagi saya merupakan kesenangan dan dunia yang berbeda dengan aktivitas rutin saya. Selain itu, saya juga hobi bermusik dan menyenangi teknologi audio. Trima kasih sudah menyempatkan mampir ke lapak saya. Salam https://www.instagram.com/arianto.fa/?hl=id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Melon Nismah

28 April 2021   09:16 Diperbarui: 28 April 2021   09:36 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Fajar Arianto

Aku merasakan apa yang dirasakan gadis kecil itu sekarang. Angin berhembus menembus kulit hingga terasa menyengat tulang rusuk yang sudah kututupi dengan jaket tebal. Apalagi gadis kecil yang kuperkirakan berusia  lima tahun, hanya berpakain kaos berbahan tipis dan mengenakan celana pendek. Tak tega melihat gadis kecil itu, apalagi semakin jelas terlihat menggigil. Aku dekati gadis itu sambil duduk di sampingnya.

"Adik lagi apa di sini sendirian malam-malam?"

Dia menoleh ke arahku yang memeluk kedua kakinya dan bertopang dagu di atas kedua lututnya. Matanya polos seolah meminta belas kasih.

"Adik namanya siapa?" Aku tanya kedua kali berharap dia menjawab.

"Aku Nismah Arin, Tante," jawabnya dengan suara lirih sambil menggoyang-goyangkan kedua lututnya sehingga kepala yang berambut lurusnya bergerak ke kiri-kanan.

"Adik sama siapa di sini?"

"Nismah lagi nungguin kakek," jawab Nismah pelan yang terlihat air hidung di atas bibirnya.

"Kakek Nismahdi mana?"

Belum sempat Nismah menjawab, tak sampai hati aku melihat badan kurusnya gemetar. Aku lepas jaketku dan kukenakan ke badan Nismah. Gadis kecil itu terdiam menatap ke arahku tak berkedip.

"Kakek lagi jualan nasi goreng di seberang jalan sana," jawabnya sambil jari mungilnya menunjuk ke seorang bapak tua yang sibuk melayani dua orang pembeli duduk di kursi plastik.   

 "Kok Nismah di sini? Enggak dekat-dekat sama kakek?"

"Nismah enggak boleh deket kakek. Soalnya enggak ada tempat duduk lagi. Kalau Nismah ikut duduk di kursi. Kata kakek, nanti pembelinya berkurang."

Hatiku menangis, melihat Nismah diperlakukan begitu oleh sang kakek.

"Mungkin kakek tidak mau kamu terlalu dekat kompor. Kan berbahaya." Kataku menghibur.

Nismah terdiam kembali menoleh ke arah kakeknya. Aku raba tangan Nismah yang terasa hangat, menduga Nismah sedang tidak sehat.

"Nismah setiap hari nungguin kakek jualan ya?" Tanyaku pelan.

"Enggak, bapak lagi nungguin ibu di rumah sakit," jawab Nismah sambil menyeka ingusnya dengan lengannya.

"Nismah ikut kakek jualan. Di rumah enggak ada orang."

Akupun terdiam, cuma merasa iba yang mendalam kepada diri Nismah. Gadis kecil polos itu kembali menatap sang kakek lagi merapikan gerobaknya segera tutup.

"Nismah, sepertinya kakek sudah selesai jualannya tu." Kataku menunjuk kakeknya.

"Jaket tante, Nismah pakai saja biar enggak kedinginan."

"Oya, kebetulan tante punya spageti dan jus apel. Nismah bawa saja, sampai di rumah Nismah langsung makan ya."

"Besok tante ke sini lagi bawakan Melon untuk Nismah."

***

Esok malamnya, aku kembali lagi ke tempat Nismah dan kakeknya kemarin mangkal di persimpangan jalan. Terlihat orang sekitar ramai hilir mudik seperti malam biasanya. Sebagian pembeli mengantri di gerobak kakek Nismah.  Namun, sudah satu jam aku menanti, Nismah belum juga nampak.

Apakah Nismah sakit? Rasa penasaran mendorongku menghampiri kakek Nismah sedang sibuk melayani pelanggannya.

"Pak, nasi gorengnya satu, dibungkus." Aku membuka percakapan.

"Bapak, Nismah kemana? Sakit?" Tanya saya kepada kakek Nismah.

"Nismah siapa?" Bapak itu balik bertanya kepadaku.

"Nismah Arin, pak."

"Panjenengan siapa?" Tanya bapak berlogat Jawa yang kental.

"Saya temennya Nismah, baru kenal kemarin. Saya janji sama Nismah, hari ini bawakan melon buat dia."

"Mbak enggak salah orang?"

"Kenapa pak?"

"Nismah sampun sedo setahun yang lalu. Anak itu meninggal enggak lama setelah ibunya wafat. Nismah sakit keras kurang terurus sama bapaknya."

"Maksud bapak?"

"Nismah meninggal karena sesak napas. Bapaknya telat membawa Nismah ke rumah sakit. Anak itu meninggal diperjalanan menuju rumah sakit."

"Itu foto Nismah sama ibunya." Kakek Nismah menunjukkan foto Nismah yang menempel di kaca gerobaknya.

"Benar, itu Nismah Arin yang aku ajak bicara kemarin malam di tepi jalan," batinku tidak percaya. Bibirku kelu sambil melihat foto Nismah sedang dipangku ibunya.

"Lalu aku berjumpa dengan siapa kemarin?" batinku bertanya.

"Buatku, semoga Nismah kini bahagia di alamnya sekarang, tidak merasakan  penderitaannya lagi di dunia."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun