Mohon tunggu...
Fajar AldiPutra
Fajar AldiPutra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional

Mahasiswa Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Media Sosial sebagai Pemicu Radikalisme di Indonesia

5 Desember 2023   16:06 Diperbarui: 5 Desember 2023   16:10 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Peran Media Sosial sebagai pemicu Radikalisme di Indonesia dan Penanganannya

Di era digital saat ini, media sosial telah muncul sebagai alat yang mampu melampaui batas ruang fisik dengan efektif. Dunia maya sebagai tempat berselancarnya media sosial merupakan ruang non-fisik yang tidak memiliki batas. Hal tersebut dapat menimbulkan berbagai dampak, baik positif seperti menyatukan orang-orang yang terhalang oleh jarak dan waktu serta sebagai media wadah untuk bertukar ide dan pikiran ataupun berdampak negatif seperti memfasilitasi penyebaran konten-konten negatif dan ideologi-ideologi radikal yang mampu mengancam tatanan sosial bangsa.

Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki penduduk terbanyak di dunia dan keragaman budaya telah menyaksikan bagaimana pesatnya perkembangan internet dengan jutaan warganya mendapatkan kasses ke platform media sosial. Meluasnya penggunaan platform media sosial seperti Facebook, Twitter, Intagram, ataupun Tiktok telah mengubah cara masyarakat Indonesia berkomunikasi, berbagi informasi, dan berinteraksi dengan berbagai belahan penjuru dunia. Hal seperti revolusi digital ini selain mendatangkan banyak manfaat, juga dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi penyebaran ideologi yang mengancam bagi tatanan bangsa seperti terorisme dan radikalisme.

Media sosial mampu memberikan kelompok radikal sarana yang berbiaya rendah dan berdampak besar dengan jangkauan yang lebih luas. Organisasi ekstrimis dapat mengeksploitasi platform ini untuk menyebarkan propaganda, merekrut anggota baru, dan memperkuat pikiran yang ingin mereka sampaikan. Kemudahan penyebaran informasi di media sosial memungkinkan ideologi seperti itu menyebar dengan cepat melewati hambatan geografis dan sosial.

Salah satu kontributor utama dalam munculnya radikalisme di media sosial di Indonesia adalah sifat algoritma dari berbagai platform tersebut. Algoritma ini memiliki tujuan untuk mempertahankan keterlibatan pengguna dengan menyajikan konten yang sejalan dengan preferensi dan keyakinan mereka. Efek samping dari algoritma tersebut adalah terbentuknya "echo chamber" di mana pengguna hanya terpapar pada pandangan yang mendukung keyakinan yang sudah ada. Dalam konteks radikalisme, hal ini dapat mengakibatkan penguatan dan penyebaran ideologi ekstrem, serta mengisolasi individu dalam lingkaran pemikiran yang sama. Sebagai akibatnya, individu tersebut menjadi lebih rentan terhadap proses radikalisasi karena minimnya keragaman pandangan dan informasi yang diterima.

Tak hanya itu, Media sosial bukan hanya sekadar platform komunikasi, tetapi juga menjadi tuan rumah bagi beragam komunitas online yang menjadi tempat pertemuan virtual bagi individu-individu dengan pemikiran serupa. Keberadaan komunitas ini dapat berpotensi menjadi ajang untuk munculnya radikalisasi, di mana orang-orang yang memiliki keyakinan sejalan dapat saling berkumpul. Melalui interaksi dalam komunitas tersebut, individu merasakan adanya rasa memiliki dan validasi terhadap paham radikal yang mereka anut. Selain itu, keuntungan anonimitas yang diberikan oleh ruang online memberikan kebebasan kepada individu untuk mengekspresikan dan berbagi pandangan radikal tanpa takut akan konsekuensi langsung yang mungkin timbul di dunia nyata. Dengan demikian, media sosial tidak hanya memfasilitasi pertemuan virtual, tetapi juga memberikan lingkungan di mana paham radikal dapat tumbuh dan berkembang.

Kelompok radikal mampu memanfaatkan dengan cermat perubahan informasi yang cepat di media sosial untuk memfasilitasi agenda mereka. Dengan menyebarkan narasi palsu, informasi yang menyesatkan, dan gambar yang dimanipulasi, mereka bertujuan untuk mengarahkan dan mempengaruhi opini publik serta merekrut pendukung. Keefektifan sistem viral pada platform media sosial memastikan konten tersebut dapat menyebar dengan cepat, mencapai khalayak luas dalam waktu singkat. Dampaknya, ini menciptakan berbagai tantangan bagi pihak berwenang yang berupaya melawan penyebaran ideologi radikal. Kemampuan konten radikal untuk menjadi viral secara massal menunjukkan adanya kelemahan dalam upaya pencegahan, memperlihatkan bahwa penyebaran ideologi ekstrem dapat berkembang dengan cepat dan meluas melalui media sosial. Hal tersebut akan memberikan tantangan signifikan dalam memitigasi pengaruh negatifnya.

Dalam menghadapi hal tersebut pemerintah Indonesia yang telah menyadari ancaman yang ditimbulkan dari penyalahgunaan media sosial untuk radikalisasi telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah ini. Upaya yang dilakukan termasuk seperti memantau konten online, memblokir situs-situs ekstrimis, dan terlibat dalam kampanye melawan paham radikal. Namun, sifat internet yang tanpa batas dan pesatnya evolusi komunikasi digital menimbulkan tantangan besar terhadap keefektivitasan suatu regulasi.

Dalam menghadapi pengaruh media sosial dalam penyebaran paham radikal dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah peningkatan literasi digital. Pendidikan masyarakat tentang cara mengevaluasi informasi secara kritis, mengidentifikasi misinformasi, dan memahami mekanisme di balik algoritma online dapat memberdayakan individu untuk membuat keputusan yang lebih bijak. Sekolah, organisasi masyarakat, dan inisiatif pemerintah dapat memainkan peran penting dalam meningkatkan literasi digital untuk membangun ketahanan terhadap radikalisasi secara online.

Selain itu, keterlibatan komunitas dalam meredam penyebaran pengaruh radikal dalam media sosial juga dapat membantu sedikit banyaknya. Komunitas akan mendeteksi dan melaporkan konten yang mencurgikan dapat dijadikan sebagai salah satu langkah yang efektif. Saling berbagi informasi di antara komunitas-komunitas lokal dapat memperkuat keamanan dan memunculkan kemampuan untuk tetap kuat dan berfungsi optimal dalam menghadapi situasi sulit atau perubahan yang tidak terduga terkait suatu paham terhadap masyarakat.

Di tengah dominasi media sosial dalam kehidupan sehari-hari, peran media sosial dalam penyebaran paham radikal di Indonesia tidak dapat diabaikan. Sambil mengakui manfaat positif media sosial, sangat penting untuk mengambil langkah-langkah yang efektif dalam menangani ancaman radikalisme. Dengan kombinasi regulasi yang bijaksana, keterlibatan komunitas, dan peningkatan literasi digital, Indonesia dapat memitigasi dampak negatif media sosial sambil mempromosikan keamanan, kerukunan, dan pluralisme dalam masyarakat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun