Fajar mungkin saja kecewa. Tapi yang paling terpukul tentu istri dan anaknya. Demi menuruti perintah partai, keluarganya dikorbankan.
Sudah berapa lama, Suliyah, istri Fajar menantikan memiliki rumah layak huni. Bertahun-tahun hidup susah, membuat mimpi itu ia kubur dalam. Tapi saat ada orang yang berniat membantu membangunkan rumahnya, justru dilarang. Padahal mungkin saja, ia sudah berkabar pada sanak saudara dan tetangga, bahwa sebentar lagi ia punya rumah yang lebih bagus dari ini. Lebih nyaman dan membuat keluarga kecilnya hidup bahagia. Tapi semuanya hancur, hanya karena ulah oknum-oknum PDIP yang benci Ganjar.
Bagaimana perasaan Valinda, yang telah lama kesulitan belajar karena tak punya handphone?Betapa senangnya gadis kecil itu, saat Ganjar datang dan memberikannya hadiah handphone baru untuknya. Bayangkan saja, hanphone itu pasti sudah ia bawa kemana-mana. Ia pamerkan pada teman-temannya. Ini hadiah dari pak gubernur lho, katanya. Lalu teman-temannya merasa iri padanya.
Tapi hanya dalam waktu tiga hari saja, barang yang ia idam-idamkan itu direnggut darinya. Selain sudah tentu kecewa, bukan tidak mungkin, Valinda jadi sasaran bully teman sebayanya. Katanya punya handphone baru, mana? Valinda bingung mau jawab apa.
Kasihan sekali Fajar dan keluarga. Hanya karena kebencian sejumlah elit PDIP pada Ganjar, keluarganya dikorbankan. Kalau mereka menganggap sebagai elit politik, seorang negarawan dan politisi sejati, mereka tak akan egois mengorbankan nasib kadernya sendiri hanya demi ambisi pribadi. Menyerang dan menjatuhkan Ganjar.
Apakah mereka tak sadar, perbuatan menekan dan mengamcam Fajar untuk mengembalikan bantuan dari Ganjar itu membuat keluarga Fajar menderita? Kenapa saat ada orang baik, justru dicap sebagai musuh bersama?
Saat mereka menyerang Ganjar secara membabi buta secara pribadi, mungkin masih bisa diterima. Tapi saat mereka membenturkan kader cilik seperti Fajar, itu yang tidak bisa diterima. Apalagi sampai mengorbankan istri dan anak Fajar, itu sudah kategori tindakan biadab namanya.