Di banyak kota, bangunan tua sering dianggap sekadar peninggalan usang yang tak berguna, bahkan dianggap menghambat pembangunan. Pandangan ini juga masih kuat terasa di Gorontalo. Padahal, di balik dinding-dinding tua itu tersimpan identitas, memori kolektif, sekaligus peluang ekonomi yang tak kalah penting dibanding pusat perbelanjaan atau gedung modern.
Jejak Kota Kerajaan dan Kolonial
Sejak abad ke-16, Gorontalo tumbuh sebagai kota kerajaan yang memainkan peran penting dalam jaringan perdagangan rempah-rempah dan jalur pelayaran di Teluk Tomini. Sebagai pusat politik dan budaya, Gorontalo memiliki struktur sosial yang kuat dan identitas lokal yang khas.
Pada abad ke-17 hingga ke-19, wajah Gorontalo berubah. Kota kerajaan ini berkembang menjadi kota kolonial Hindia Belanda. Arsitektur bergaya Indis, rumah besar beranda lebar, hingga tata ruang kolonial menjadi penanda lapisan sejarah baru. Dari pusat kekuasaan tradisional, Gorontalo bergeser menjadi kota administratif kolonial, namun tetap menyimpan memori lokal.
Kini, Gorontalo menjelma sebagai kota modern: pusat pemerintahan provinsi, perdagangan, dan pendidikan. Namun, transformasi ini menimbulkan dilema besar: banyak bangunan bersejarah yang menjadi saksi perjalanan panjang kota justru hilang, direnovasi tanpa kaidah konservasi, atau tergeser oleh gedung baru.
Antara Pelestarian dan Pembangunan
Ada dua persoalan utama. Pertama, sikap kurang peduli dari pemilik bangunan maupun pemerintah daerah. Faktor ekonomi, minimnya pendapatan asli daerah, hingga lemahnya konsistensi regulasi membuat pembangunan sering berjalan tanpa koordinasi. Padahal, konstitusi menegaskan negara wajib memajukan kebudayaan nasional.
Kedua, ada anggapan keliru bahwa pelestarian menghambat investasi. Faktanya, cagar budaya justru bisa menjadi motor ekonomi: dari pariwisata, pusat kegiatan sosial, hingga penguatan identitas kota. Sayangnya, kesadaran ini masih rendah. Akibatnya, banyak bangunan bersejarah di Gorontalo hilang begitu saja.
Risiko Menjadi Kota "Anonim"
Sejumlah masjid tua di Gorontalo direnovasi tanpa kaidah konservasi, sehingga kehilangan bentuk asli dan nilai arsitekturalnya. Bangunan kolonial bergaya Indis makin sedikit, sebagian bahkan sudah dibongkar.