Mohon tunggu...
Faiz Romzi Ahmad
Faiz Romzi Ahmad Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswa di Perguruan Tinggi Islam di Banten

Menulis adalah tanda bahwa kau pernah hidup

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mathlaul Anwar Dalam Politik: Apatis atau Mengikuti Arus?

8 April 2019   01:55 Diperbarui: 8 April 2019   08:28 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perguruan MA Pusat Menes sebagai monumen hidup

Pemilu 2019 tinggal menghitung hari, kontestasi demokrasi tahunan ini akan segera berlangsung. Dukung-mendukung adalah hal yang lumrah dalam kontestasi, sebab hak pilih dijamin dalam demokrasi. Sering kali organisasi kemasyarakatan ditarik kedalam pusaran dukung-mendukung, tak terkecuali Mathlaul Anwar. Sebagai organisasi yang mempunyai basis massa yang besar MA menjadi lahan untuk mengumpulkan suara. Lalu apakah MA dalam politik bersifat apatis atau malah mengikuti arus?

Mathlaul Anwar dan Perjalanan Politiknya

Dalam konstelasi politik baik saat awal mula terbentuknya sekitaran 1916 sampai pada 2019 MA memiliki dinamika tersendiri. Pada sejarahnya, struktural-struktural MA tidak terlepas dari pertautan-pertautan politik praktis. Sebagai contoh pada periode awal berdiri sampai tahun 70-an, banyak diantara Kyai MA yang adalah aktivis SDI(Sarekat Dagang Islam) yang kemudian menjadi partai Sarekat Islam, Masyumi, dan partai NU. Semisal struktural MA yang juga aktivis partai politik diantaranya: KH Entol Yasin adalah seorang anggota SI, KH Uwes Abu Bakar adalah legislator asal Masyumi, dan KH Abdul Latif adalah seorang Masyumi yang pindah haluan ke partai NU. Demikian untuk sekedar menggambarkan bahwa MA mempunyai jejak politik pada saat itu.

Lain cerita saat orde baru, kebijakan Soeharto yang memfusi partai menjadi tiga warna, kuning (Golkar), hijau(PPP), dan merah(PDI) membuat arus politik berubah saat itu. Proses untuk menghidupkan kembali partai Islam seperti SI, Masyumi, dan partai NU yang sempat dibekukan oleh Soekarno tidak diamini oleh Soeharto. Soeharto membuat PPP sebagai wadah aspirasi politik Islam pada saat itu. Bahkan saat Masyumi berubah menjadi Parmusi, KH Uwes Abu Bakar yang seorang Masyumi tulen menginstruksikan kepada seluruh jajaran MA didaerah untuk mendirikan Parmusi ditiap-tiap MA Cabang.

Sekber Golkar yang bertransformasi menjadi partai Golkar yang notabene adalah penyokong kuat pemerintah orde baru melirik Mathlaul Anwar sebagai kekuatan yang potensial. Pada periode KH Nafsirin Hadi sebagai Ketua Umum PBMA yang dikenal oleh orde baru sebagai Kyai yang membahayakan Negara karena melawan ideologi bangsa yakni Pancasila. 

KH Nafsirin Hadi beserta tokoh-tokoh penting lainnya diangap radikal dan anti-pemerintah oleh rezim Soeharto, dan sesegeralah rezim Soeharto memberikan tekanan dan melakukan pemeriksaan intensif kepada para tokoh yang dimaksud Negara sebagai poros anti-pemerintah. 

Disinilah pemerintah berhasil menyingkirkan posisi KH Nafsirin Hadi dan mendudukkan KH Irsyad Djuwaeli pada posisi Ketua Umum. Kedekatan KH Irsyad Djuwaeli dengan pemerintah orde baru memunculkan stigma di masyarakat, bahwa "MA mah Koneng" dalam bahasa Indonesianya "MA mah kuning" alias partisan Golkar. 

Dari generasi ke generasi MA memberikan warna tersendiri dalam konstelasi politik lokal khususnya. MA memberikan kader terbaiknya untuk ikut berpartisipasi sebagai pemenuhan hak dipilih dan memilih. Tentu dari dinamika yang terjadi selalu menimbulkan polemik pada publik Mathlaul Anwar. 

Tak ayal polemik itu menimbulkan perpecahan pada tubuh organisasi. Kedekatan NU dengan Mathlaul Anwar pada periode 1926-1950an yang berdampak pada aspirasi politik lewat partai Masyumi dan partai NU menjadi pil pahit yang harus ditelan. 

Berpisahnya NU dari Masyumi mengakar pada kyai diakar rumput tidak terkecuali kyai-kyai dilingkungan Mathlaul Anwar, konflik antara KH Uwes dengan KH Abdul Latif, KH Uwes yang memilih tetap di Masyumi dan KH Abdul Latif yang memilih keluar dari Masyumi dan ikut bersama partai NU berbuntut pada fragmentasi organisasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun