Mohon tunggu...
Faisal yamin
Faisal yamin Mohon Tunggu... Nelayan - Belajar menulis

Seorang gelandangan pikir yang hobi baca tulisan orang

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Usia Boleh Menua, tapi Tidak dengan Membaca

9 Juli 2021   05:20 Diperbarui: 9 Juli 2021   16:12 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, dok/kucherAV

Beberapa waktu lalu, saya berkesempatan untuk mengunjungi desa Bobanehena di kabupaten Halmahera Barat. Tujuan saya ke sana hanya untuk menikmati beberapa objek wisata juga mempelajari sosial budaya masyarakat.

Namun ada hal yang menarik ketika berada di desa tersebut. Bukan soal objek wisata atau budayanya, tapi yang menarik bagi saya adalah seorang kakek yang terlihat setiap pagi dan sore hari dia habiskan waktunya hanya untuk membaca.

Ini menarik bagi saya karena beberapa waktu yang lampau, saya pernah di suru untuk memotret humant interest dengan tajuk orang-orang di usia senja yang masih bersahabat dengan buku. Tugas itu tidak pernah saya penuhi karena di kota juga di beberapa desa tidak saya temui hal tersebut.
                             ***
Usia boleh menua, tapi tidak dengan aktivitas membaca. Baginya aktivitas membaca harus di jaga agar otak kita tetap berwarna. Karena membaca adalah asupan lezat buat otak agar pikiran terhindari dari pelupa.

Begitulah kesan yang saya tangkap dari kakek Ahmad yang saya temui suatu pagi di beranda rumahnya. Ketika saya menyambangi beliau, terlihat beliau sedang asik membaca sebuah buku yang ada di tanganya. Membaca sudah menjadi barang wajib yang tidak bisa beliau lewatkan.

"Kakek masih gemar membaca ya. Padahal usia kakek tidak lagi muda." Ujar saya membuka percakapan.

Sesaat kemudian, beliau meletakkan bukunya dan berkata, "Membaca itu punya kebahagian tersendiri. Kita bisa mengetahui semua informasi." Ujarnya sembari membenarkan kopianya.

Ketika mendengar kata-kata beliau, saya lalu teringat dengan kalimat Mary Wortley Montagu penyair asal Britania yang mengatakan bahwa "Tidak ada hiburan yang semurah membaca, dan tidak ada kesenangan yang abadi."

"Lalu sampai kapan kakek akan membaca." Ujar saya lagi dengan nada gurau.

"Iya selagi mata masih bisa melihat tidak ada alasa untuk membaca nak. Membaca itu kan meperkaya pikiran." Jawabnya sembari tersenyum.

Kakek Ahmad meman benar, membaca itu memperkaya pikiran. Membaca juga merupakan cara yang bagus untuk mencegah penyakit Alzheimer dan demensia. Ketika seorang selalu membaca maka dapat dipastikan peredaraan otaknya mengalir dengan baik.

Karena membaca juga merupakan olahraga otak. Sementara menurut David Lewis (Filsuf Amerika), bahwa dengan membaca 6 menit, dapat mengurangi stress hingga 68%, jadi dengan buku tebtu bisa mengalihkan stress kita.

Ketika saya menanyakan buku apa yang beliau baca, beliau bilang tidak ada topik khusus. Bagi beliau membaca apa saja asalkan bermanfaat bagi pikiran. Semakin membaca ragam bacaan semakin memperkaya pikiran jadi apapun bisa selagi ada.

"Pagi biasanya saya baca koran, sore ngaji dan baca buku-buku di rumah."

Sesaat pikiran saya mengambang jauh. Kakek Ahmad adalah satu dari sekian orang yang memilih berenang dalam lautan kata untuk menikmati indahnya terumbung makna. 

Bagi mereka yang tidak pernah bersahabat dengan buku berkata bosan. Kakek Ahmad dan orang-orang yang selalu bersahabat dengan buku dan menganggap itu sebuah kemerdekaan.

"Dengan membaca kita bebas, kita merdeka dari kebodohan." Ujar kakek Ahmat

Memang benar, kemerdekaan sesungguhnya adalah kemerdekaan pikir. Jasad boleh di borgol dan di rantai, tapi pikiran kita tidak, dia selalu liar dan bebas. Sebagaimana yang dikatakan oleh Mohammad Hatta, bahwa "selama dengan buku, kalian boleh memenjarakanku dimana saja, karena dengan buku, aku merasa bebas."

Lalu diskusi kami mulai melebar. Banyak hal yang kami bicarakan. Mulai dari membaca, sejarah desa, kebudayaan sampai ke persoalan memancing. Bertemu dengan kakek Ahmad bagi saya ada kebahagiaan tersendiri. Dari beliau saya banyak belajar. Bahwa membaca tidak melulu orang yang mengenyam pendidikan formal.

Tapi siapa pun dia punya kesempatan belajar yang sama. Terpenting ada kemauan dalam dirinya. Dengan membaca kita tidak membodohi atau di bodohi oleh orang juga tidak di perbudak oleh jaman. Sebagaimana Ibnu Sina berkata, bahwa "saat kebodohan menguasai kesadaran, maka kesadaran memiliki hak untuk berbuat hal paling bodoh."

Selain itu apa yang dilakukan oleh kakek Ahmad juga bagian dari kritik kepada kita generasi muda. Disaat sebagian dari kita lebih banyak menghabiskan waktu untuk main games, kakek Ahmad sebagai kaum tua tampil untuk sekedar mengingatkan kepada kita bahwa membaca adalah hal penting disaat negeri kita mengalami krisis literasi.
                                   ***
Dilansir dari media indonesia.com dalam hasil survei yang dilakukan oleh PISA 2018 mengatakan bahwa skor kemampuan membaca Indonesia turun dari 397 pada 2015 menjadi 371 pada 3018, sedangkan skor rata-rata OECD yakni 487. Kemampuan matematika turun dari 386 pada 2015 menjadi 379 pada 2018, skor ini di bawah rata-rata OECD yakni 487.

Sedangkan kemampuan di bidang sains turun dari 403 pada 2015 menjadi 396 pada 2018, sedangkan skor rata-rata OECD yakni 489. Hasil survei ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa di Indonesia baik membaca, matematika, maupun sains masih di bawah rata-rata.

Menanggapi hasil survei tersebut, Mendikbud Nadiem Makarim mengakui bahwa Indonesia saat ini sedang mengalami krisis literasi. Dia juga menagatakan Ini merupakan permasalahan serius yang mana seluruh pemangku kepentingan di semua jenjang sistem pendidikan perlu turut berperan dalam peningkatan literasi.

Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Sementara total jumlah bahan bacaan dengan total jumlah penduduk Indonesia memiliki rasio nasional 0,09. Artinya satu buku ditunggu oleh 90 orang setiap tahun, sehingga Indonesia memiliki tingkat terendah dalam indeks kegemaran membaca. Sumber Kemendagri.go.id.

Menyikapi hal tersebut, dilansir dari kompas.com. Pada tahun 2024, pemerintah menargetkan baseline budaya literasi Indonesia mencapai 71,04 persen. Asisten Deputi Literasi, Inovasi, Kreativitas Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Jazziray Hartoyo mengatakan, hal tersebut dapat tercapai melalui penyusunan peta jalan peningkatan budaya literasi yang tengah dilakukan.

"Pada prinsipnya peta jalan ini adalah dokumen yang harus kita sepakati bersama. Diharapkan pada 2024 nanti, baseline budaya literasi kita sudah mencapai target 71,04, peningkatan ranking posisi Indonesia dalam indikator global, serta terbangunnya sinergitas lintas kementerian/lembaga,".
                                  ***
Hari menjelang siang, ketika saya hendak balik ke rumah. Kakek Ahmad berkata ke saya,

"Mari membaca, selamatkan Negeri kita"

Ternate, 9 Juli 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun