Mohon tunggu...
Faisal yamin
Faisal yamin Mohon Tunggu... Nelayan - Belajar menulis

Seorang gelandangan pikir yang hobi baca tulisan orang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Si Pemahat Bulan

13 Maret 2021   22:53 Diperbarui: 15 Maret 2021   20:45 1164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku diam dan pasrah namun aku tetap yakin dialah sosok yang aku cari. Seorang pemahat bulan yang misterius. Suasana sesaat hening kemudian dia melanjutkan lagi ceritanya.

"Aku bukan si pemahat bulan, adapun istilah yang disematkan adalah langkah yang di ambil oleh orang desa dari metafora yang sering aku gunakan dalam karyaku baik puisi atau cerpen. Biar semua jelas, maka akan aku jelaskan agar kau tau siapa aku sebenarnya." Ucapnya sembari tersenyum.

"Aku tak mengerti kalimatmu itu." Ujarku yang tak sabar menemukan kesimpulan dari petualanganku.

"Aku ini seorang penyair yang rapuh, dan telah kau dengar dari setiap orang bahwa hanya dengan buku dan pena aku bisa memahat bulan. Sejujurnya, bulan adalah metafora yang melambangkan cita-cita dan mimpi setiap anak desa, dan untuk merawat dan mewujudkannya aku pahat malas, dan keputusaan dengan  buku dan pena agar cita-cita atau bulan tadi selalu bersih dan suci. Maka sekali lagi memahat bulan adalah metafora."

Dia diam sesaat, lalu melanjutkan.

"Ada pun ladangnya ialah anak-anak, tanamanya adalah etika dan moral, semak dan rumput adalah sifat tamak dan picik. Maka tugasku sebagai anak manusia yang sadar adalah memberi penyadaran kepada yang lain.

Bayangkan saja, jika yang sadar selalu diam. Entah apa yang terjadi pada alam ini, mungkin yang ada, tuhan mereka sendiri akan di kafirkan. Jadi, aku hanya kumpulan partikel yang ingin berbuat baik, seperti kau juga yang lain."

Aku serius mendengar penuturanya, dan malam semakin larut. Semuanya hening dan suasana pun sudah hampir gulita. Sebab bulan hanya sejengkal lagi mencelupkan diri ke dalam cangkang hitam.

Sampai fajar merangkak, kami masih saja berbincang.

Ternate, 07 September 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun