Mohon tunggu...
Faisal Anas
Faisal Anas Mohon Tunggu... Arsiparis

Membaca kubur dan menggali masa lalu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kenduri, Jembatan Penghubung Pembangunan

2 Agustus 2025   11:32 Diperbarui: 2 Agustus 2025   11:32 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Kenduri di Lingkungan Pedesaan(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Akhir-akhir ini, sering terdengar berita yang kurang menggembirakan. Konflik antara sesama warga negara, baik yang horizontal maupun vertikal menghiasi berbagai media hampir setiap hari. Bahkan, tak jarang timbul korban jiwa.

Salah satu yang terlihat adalah Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dicanangkan oleh pemerintah. Niat proyek ini mulia: mengangkat kesejahteraan masyarakat yang ada di daerah dan meratakan pembangunan. Sayangnya, eksekusi di lapangan tidak berjalan mulus. Inilah yang kemudian menjadi bahan bakar meletusnya konflik.

Jika dibiarkan berlarut-larut, tentu bukan hal yang bagus bagi bangsa Indonesia. Pembangunan akan terhambat. Lebih dari itu, bahaya yang bisa dirasakan tentu saja perpecahan bangsa Indonesia.

Sebagai bangsa yang dianugerahi kekayaan dan keberagaman suku, agama, budaya, serta berbagai hal lainnya, konflik ini bisa diatasi dengan mengambil kearifan lokal yang ada di Indonesia. Kenduri merupakan salah satu kearifan lokal bangsa Indonesia yang bertahan melewati ratusan bahkan mungkin ribuan tahun lamanya. Kenduri berasal dari budaya Jawa. Ada sebutan lain untuk budaya ini, yakni genduren dan slametan. Kenduri menjadi wujud syukur, permohonan, maupun peringatan suatu peristiwa yang dilakukan masyarakat Jawa. Kegiatan yang umum dilakukan adalah berdoa.

Satu hal yang paling ditunggu dalam kenduri: pembagian makanan. Makanan menjadi penyatu dalam kegiatan ini tidak peduli siapa saja yang turut hadir. Tidak mengherankan jika kenduri dinanti-nanti oleh seluruh masyarakat. Selain makanan, kenduri juga menjadi wadah untuk berbagi cerita.

Kini, istilah kenduri tidak hanya digunakan oleh masyarakat Jawa saja, tetapi hampir seluruh bangsa Indonesia. Sebut saja Kenduri Cinta yang digawangi oleh Emha Ainun Najib atau yang akrab disapa Cak Nun. Kenduri menjadi wadah saling mencintai antara satu dengan yang lain, bahkan dengan alam semesta. Kenduri juga digambarkan berbentuk melingkar, dimana pemikiran maupun cara mengatur manusia dari lokal hingga global berbentuk seperti lingkaran.

Dari salah satu pusat budaya Jawa, yakni Yogyakarta, juga ada Kenduri Lintas Iman. Kenduri ini dilaksanakan oleh Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus, Ganjuran, Bambnglipuro, Bantul, Yogyakarta sebagai bagian dari prosesi Gereja. Seperti namanya, kenduri ini dihadiri oleh umat dari berbagai agama, bahkan aliran kepercayaan yang kini telah diakui oleh negara. Acara ini terbukti efektif membangun toleransi di kawasan sekitar gereja secara khusus dan Kabupaten Bantul dalam jangkauan yang lebih luas.

Dalam lingkup nasional, ada juga Kenduri Kebangsaan yang digagas oleh Yayasan Sukma dan Forum Bersama (Forbes) DPR dan DPD Republik Indonesia yang berasal dari Aceh. Acara ini bertujuan untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Masih banyak lagi kegiatan yang menggunakan istilah kenduri. Berkaca dari banyaknya penggunaan istilah kenduri dalam berbagai kegiatan, baik dari lingkup RT hingga level nasional, bisa dilihat bahwa kenduri sudah demikian melekat dalam jiwa bangsa Indonesia. Sudah selayaknya menjadikan kenduri sebagai wadah bertukar pikiran.

Kebijakan pemerintah selama ini, termasuk dalam pembangunan dirasakan hanya berasal dari atas. Hal inilah yang sering menjadi pemicu meletusnya penentangan dan penolakan dari masyarakat yang ada di area PSN maupun area pembangunan lokal yang ada di daerah. Sedikitnya keterlibatan masyarakat dalam pembangunan di area mereka dapat dijembatani dengan kenduri.

Suasana kenduri yang santai akan jauh bisa membawa obrolan yang berat menjadi lebih terbuka. Dari sinilah pendapat masyarakat dapat terdengar tanpa paksaan. Pendapat yang tentunya sesuai dengan budaya dan kondisi lingkungan setempat. Pemerintah tentunya juga dapat memberikan pengertian tanpa menggurui maupun menekan dalam menyampaikan gagasan untuk pembangunan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun