Mohon tunggu...
Fahrurozi Umi
Fahrurozi Umi Mohon Tunggu... Penulis - Alumni Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir, Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir.

Penulis pernah menempuh pendidikan Sekolah Dasar di MI al-Khairiyyah, Panecekan. Dan melanjutkan ke tingkat Sekolah Menengah Pertama di Mts al-Khairiyyah, Panecekan. Kemudian meneruskan jenjang studi di Pondok Pesantren Modern Assa'adah, Cikeusal. Dan penulis lulus dari Universitas al-Azhar, Kairo pada tahun 2022.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Serba-serbi Nikah Siri dalam Islam

24 September 2021   03:36 Diperbarui: 24 September 2021   04:18 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: tribunnews.com

1. Kedua mempelai (suami dan istri)
2. Wali
3. Dua Saksi yang adil
4. Akad nikah (Ijab Qobul)

Dari rukun nikah menurut Syari'at Islam di atas dapat kita simpulkan bahwa nikah siri menurut definisi yang pertama --Nikah Tanpa Wali- adalah pernikahan yang tidak direstui oleh Syari'at Islam sehingga pernikahannya tidak sah, dan jika mereka melakukan hubungan badan maka mereka telah melakukan zina, sesuai dengan hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Abu Dawud:

"Tidak sah nikah (seseorang) kecuali dengan (disertai) seorang wali (dari mempelai wanita) dan dua saksi yang adil."

Kecuali jika orang tersebut mengambil pendapat Madzhab Hanafi yang di mana seorang Wali tidak termasuk rukun nikah, maka seorang yang menikah tanpa disertai seorang wali dari mempelai wanita nikah tersebut dianggap sah.

Nikah siri menurut definisi yang kedua --pernikahan yang sah menurut agama dan adat istiadat tetapi tidak tercatat pada KUA- Muhammad Quraish Shihab berpendapat -yang di mana pendapatnya mencakup pendapat ulama yang lain semisal: 

Ba'asyir, K.H Ma'ruf Amin selaku mantan ketua MUI pusat dll.- bahwa nikah siri atau nikah di bawah tangan (karena tidak tercatat oleh KUA), tidak diperkenankan; karena itu akan menimbulkan dampak negatif yang besar bagi seorang istri ketika terjadi konflik rumah tangga, misalkan si istri tidak dapat menuntut ke pengadilan karena si suami --misalkan- menelantarkan dia dan anaknya, ini salah satu contoh ke-mudharat-an (bahaya) atau dampak negatif yang besar. 

Dan walaupun dinilai sah pernikahannya tetapi jika dia tidak mentaati hukum positif di Indonesia, maka dia akan mendapatkan dosa karena ketidaktaatannya terhadap Ulil Amr (pemerintah). --Allah A'lam-.

Referensi:

1. Kurniawati, Vivi, Nikah Siri, Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2019.

2. Shihab, Muhammad Quraish, Perempuan, Tangerang: Lentera Hati, Cet. I, 2018.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun