Mohon tunggu...
Fahrurozi Umi
Fahrurozi Umi Mohon Tunggu... Penulis - Alumni Fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir, Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir.

Penulis pernah menempuh pendidikan Sekolah Dasar di MI al-Khairiyyah, Panecekan. Dan melanjutkan ke tingkat Sekolah Menengah Pertama di Mts al-Khairiyyah, Panecekan. Kemudian meneruskan jenjang studi di Pondok Pesantren Modern Assa'adah, Cikeusal. Dan penulis lulus dari Universitas al-Azhar, Kairo pada tahun 2022.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Serba-serbi Nikah Siri dalam Islam

24 September 2021   03:36 Diperbarui: 24 September 2021   04:18 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: tribunnews.com

Pernikahan merupakan budaya klasik yang terus-menerus dilestarikan hingga masa kini, kesenjangan budaya di setiap daerah menyebabkan perbedaan tata cara pelaksanaannya.

Pernikahan dianggap suatu hal yang sakral, lazimnya terdiri dari sepasang laki-laki dan perempuan, kendati dewasa ini kita banyak menemukan pernikahan antar lelaki atau antar perempuan.

Hemat saya, pernikahan adalah sebuah bentuk ikatan yang menyatukan antara dua insan dalam satu ikatan yang resmi dan diakui oleh khalayak umum guna menghindarkan tudingan negatif kepadanya. 

Nikah siri bukanlah suatu permasalahan modern yang ramai diperbincangkan. Persoalan ini pada dasarnya sudah dikenal semenjak Rasulullah saw. masih hidup, oleh karena itu Rasul saw. pernah bersabda seperti yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi:

 "Umumkanlah pernikahan ini! dan jadikanlah (tempatkanlah) di dalam masjid dan pukulkan (ramaikan) dengan rebana-rebana."

Ulama berbeda pandangan dalam menilik hukum pernikahan yang satu ini. Adapun faktor yang menyebabkan timbulnya perbedaan tersebut adalah perbedaan definisi dari nikah siri itu sendiri. 

Lantas, apa yang dimaksud dengan nikah siri? Bagaimana pandangan ulama menyangkut hukum nikah siri?

Saya akan mengulasnya satu persatu dalam tulisan ini.

Apa itu nikah siri?

Saya pernah bertemu dengan seorang Pegawai Negri Sipil (PNS) di KUA Serang yang tengah sedang sibuk mengurus berkas pernikahannya. Secara spontan saya pun bertanya: Pak, lagi ngapain?, diapun menjawab tanpa gengsi: Iya nih mas, lagi sibuk ngurusin nikah ribet banget. 

Saya pun semakin penasaran, lantas lanjut bertanya: Kakak saya yang pekan lalu nikah kayaknya nggak sesibuk bapak deh. 

Dengan bibir mengangkat bapak itu menjawab: Hehe, mungkin kakak mas bukan PNS kali. 

Saya lanjut bertanya: Emang bedanya apa pak? Si bapak menjawab: Mas! --dengan meringankan volume suaranya- sebenarnya saya mau ngurus pernikahan kedua saya, jadi kalau PNS mau nikah untuk yang kedua kalinya harus ada perizinan dari Pengadilan Agama terlebih dahulu, itu pun harus melalui proses berkas yang panjang banget, makanya ribet. 

Saya pun berujar sambil cengar-cengir: Saya jadi takut buat daftar PNS nanti pak hehe. 

Mas ngga usah takut, sebenernya mas bisa aja poligami tanpa proses berkas yang nggak jelas ini, mas mau tau caranya? -ujar bapak itu-. 

Rasa penasaran pun menghantui saya, dan dengan cepatnya saya menanggapi pertanyaan si bapak: Mau dong pak! Gimana caranya? 

Dia pun mendekatkan bibirnya ke telinga saya seraya berkata: Nikah Siri mas!.

Sejak saat itu saya pun bergegas mencari tahu hubungan antara poligami seorang PNS dengan nikah siri, dan kita akan memahami hal tersebut setelah kita mengetahui definisi dari nikah siri.

Nikah siri --seperti yang telah disingung di atas-memiliki banyak definisi jika ditinjau dari kebiasaan masyarakat mengenalnya ('Urfi), antara lain:

1. Nikah Tanpa Wali

Pada dasarnya kata siri terambil dari kosa kata bahasa Arab, yaitu, Sirr, maknanya: sesuatu yang tersembunyi (rahasia), jadi nikah siri merupakan pernikahan secara sembunyi-sembunyi tanpa disertai wali dari pihak perempuan. 

Ini biasanya terjadi karena beberapa sebab misalnya, pernikahannya tidak direstui oleh orang tua kedua mempelai, atau karena hanya untuk pemuas nafsu seksual saja.

2. Nikah Sah Secara Agama dan Adat Istiadat, tetapi Tidak Tercatat di KUA (Kantor Urusan Agama)

Untuk makna yang kedua ini, pernikahan ini jika diakui oleh Agama maka pernikahan tersebut lengkap rukun-rukun nikahnya sehingga dianggap sah oleh agama dan adat istiadat. 

Problematika ini biasanya disebabkan karena masalah finansial yang dialami oleh kedua pasangan, mereka tidak mampu mengurus administrasi pernikahan mereka, maka dari itu pernikahan mereka tidak tercatat di KUA karena nama mereka tidak terdaftar.

Bisa juga dikarenakan dia seorang Pegawai Negri Sipil -seperti yang telah saya ceritakan di atas- seorang PNS tidak boleh memiliki istri lebih dari satu kecuali atas seizin Pengadilan dan itu pun harus rinci maksud dan tujuan dia menikah lagi. 

Dengan keterkekangan mereka atas peraturan itu, maka salah satu jalan keluarnya yaitu nikah siri, karena dengan itu pernikahannya tidak tercatat di KUA sehingga tidak diketahui oleh pihak Pengadilan.

3. Nikah Rahasia karena berbagai Pertimbangan

Yang dimaksud dengan pertimbangan disini yaitu salah satu dari kedua mempelai meminta untuk merahasiakan pernikahannya dikarenakan takut munculnya tudingan-tudingan negatif atas pernikahan mereka; maka dari itu mereka merahasiakan pernikahan mereka.

Nikah Siri Menurut Pandangan Islam

Untuk membahas nikah siri dalam kaca mata islam, hendaknya kita kaitkan definisi di atas dengan rukun nikah yang disepakati oleh ulama.

Rukun nikah menurut Madzhab Syafi'i:

1. Kedua mempelai (suami dan istri)
2. Wali
3. Dua Saksi yang adil
4. Akad nikah (Ijab Qobul)

Dari rukun nikah menurut Syari'at Islam di atas dapat kita simpulkan bahwa nikah siri menurut definisi yang pertama --Nikah Tanpa Wali- adalah pernikahan yang tidak direstui oleh Syari'at Islam sehingga pernikahannya tidak sah, dan jika mereka melakukan hubungan badan maka mereka telah melakukan zina, sesuai dengan hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Abu Dawud:

"Tidak sah nikah (seseorang) kecuali dengan (disertai) seorang wali (dari mempelai wanita) dan dua saksi yang adil."

Kecuali jika orang tersebut mengambil pendapat Madzhab Hanafi yang di mana seorang Wali tidak termasuk rukun nikah, maka seorang yang menikah tanpa disertai seorang wali dari mempelai wanita nikah tersebut dianggap sah.

Nikah siri menurut definisi yang kedua --pernikahan yang sah menurut agama dan adat istiadat tetapi tidak tercatat pada KUA- Muhammad Quraish Shihab berpendapat -yang di mana pendapatnya mencakup pendapat ulama yang lain semisal: 

Ba'asyir, K.H Ma'ruf Amin selaku mantan ketua MUI pusat dll.- bahwa nikah siri atau nikah di bawah tangan (karena tidak tercatat oleh KUA), tidak diperkenankan; karena itu akan menimbulkan dampak negatif yang besar bagi seorang istri ketika terjadi konflik rumah tangga, misalkan si istri tidak dapat menuntut ke pengadilan karena si suami --misalkan- menelantarkan dia dan anaknya, ini salah satu contoh ke-mudharat-an (bahaya) atau dampak negatif yang besar. 

Dan walaupun dinilai sah pernikahannya tetapi jika dia tidak mentaati hukum positif di Indonesia, maka dia akan mendapatkan dosa karena ketidaktaatannya terhadap Ulil Amr (pemerintah). --Allah A'lam-.

Referensi:

1. Kurniawati, Vivi, Nikah Siri, Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2019.

2. Shihab, Muhammad Quraish, Perempuan, Tangerang: Lentera Hati, Cet. I, 2018.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun