Mohon tunggu...
Fahrul Ramadhan
Fahrul Ramadhan Mohon Tunggu... Preferensi mahasiswa

Kepribadian mengingat banyak teman dan bersosialisasi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kedaulatan Rakyat yang Terkurung dalam Sistem Perwakilan (DPR).

10 September 2025   06:43 Diperbarui: 10 September 2025   06:43 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah muncul banyak kritikan rakyat terkait kinerja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang tidak representatif dengan besarnya gaji dan tunjangan yang diterima, prilaku DPR tidur sedang rapat, DPR yang main Judul, dll. Rakyat tidak hanya menyampaikan kritik melaui media sosial seperti sebelum-sebelumnya, tapi sekarang semua daerah melakukan demonstrasi besar-besaran sampai kantor DPRD dibakar.

Kemarahan massa tidak sampai disitu, massa juga menindaklanjuti DPR yang menyampaikan argumen dengan menyinggung masyarakat. Seperti, narasi "Bubarkan DPR" direspon keras oleh DPR-RI Wakil Ketua Komisi III Ahmad Sahroni, dikutip dari; CNN Indonesia 22 Agustus 2025 "Mental manusia yang begitu adalah mental orang tertolol sedunia. Catat nih, orang yang cuma bilang bubarin DPR itu adalah orang tolol sedunia. Kenapa? Kita nih memang orang semua pintar semua? Enggak bodoh semua kita".

Apa yang disampaikan oleh Sahroni, merupakan tanda orang yang takut akan kehilangan kekuasaannya. seharusnya, kalau muncul kritikan "Mosi tidak Percaya" semacam ini menjadi refleksi didalam tubuh legislatif yang akhir-akhir ini tidak berguna. Bukan baru-baru ini, Gus Dur pernah mengeluarkan dekrit yang memutuskan untuk membekukan MPR RI dan DPR RI pada 23 Juli 2001.

Tragedi kematian driver ojek online Affan dilindas rantis Brimob, merupakan bagian dari kelalaian DPR. Kalau saja DPR menanggapi aksi tersebut bisa dipastikan cara kematian Affan tidak sesadis ini (bukan menolak takdir kematian). Brutalitas aparat terjadi bukan tanpa sebab, tapi melindungi gedung parlemen dan digerakkan langsung oleh pemerintah. 

Sehingga membuat Saya merefleksikan, apakah perlu kedaulatan itu diwakili? Apakah gelombang kritis yang menyampaikan narasi "Bubarkan DPR" merupakan pilihan untuk rakyat untuk berdaulat? Kalau DPR tidak representatif, apa pilihan politik rakyat?

Keterbatasan Kedaulatan Rakyat dalam Sistem Perwakilan

Dalam bingkai kehidupan demokrasi yang memakai sistem keterwakilan membuat kehilangan arah kedaulatan. Bahkan perlu kita ajukan ulang pertanyaan, apakah rakyat memang punya kedaulatan? Atau kedaulatan itu hanya sebuah narasi besar yang tidak punya isi!

Dalam demokrasi prosedural seperti Indonesia, negara membiarkan wewenang penuh terhadap legislatif, yudikatif, dan eksekutif untuk melakukan sesuka hatinya. Rakyat sudah tidak memiliki andil sedikitpun untuk berdaulat atas haknya, apalagi hak konstitusional samasekali hanya ajang untuk mendapatkan empati masyarakat. 

Dengan bangganya pasca Pemilihan Umum (Pemilu), anggota Legislatif berlaga seperti preman. Sebelum Pemilu, rela mengemis suara rakyat dengan melakukan cara apapun yang penting menang. Beginilah prilaku demokrasi prosedural, orang akan mencari cara untuk mengakali prosedural tersebut.

Keinginan rakyat dan keinginan DPR selalu paradoks, kita bisa melihat dalam banyak momentum seperti sekarang. Tidak ada DPR yang bersuara lantang soal adanya kenaikan TDL, PBB, BBM, pendidikan mahal, biaya rumah sakit mahal, dan problem sosial lainnya. DPR selalu berada di pihak pemerintah yang mendukung kenaikan pajak, TDL, BBM, dll. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun