Mohon tunggu...
Fahreza S. Samalam
Fahreza S. Samalam Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis Muda

"Dengan Menulis Kalian Akan Melihat Dunia''

Selanjutnya

Tutup

Politik

Paradigma Check and Balance dalam Ketatanegaraan Indonesia

6 Agustus 2020   22:43 Diperbarui: 6 Agustus 2020   22:52 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Konsep negara sebagai organisasi kekuasaan, telah memunculkan banyak  perdebatan. Bermacam-macam pandangan teori negara yang terus  berkembang dan selalu menyesuaikan dengan perkembangan zaman, namun harus tetap berpegang teguh terhadap kedaulatan rakyat. Dalam Hukum Tata Negara Indonesia pasti kita pernah mendengar pembagian kekuasaan oleh Montesquieu yaitu "trias politika bahwa suatu kekuasaan negara tidak bertitik tumpu pada satu kekuasaan politik".

Penerapan trias politika telah banyak diterapkan diberbagai manca negara pembagian kekuasaan secara eksekutif, legislatif dan yudikatif. Ini adalah salah satu cara agar tidak terjadi penyalagunaan kekuasaan. Ketiga organ kekuasaan ini memiliki peranan dan tangungjawab tersendiri dalam menjalankan kekuasaan, legislatif dipegang oleh perwakilan rakyat, eksekutif dijalankan oleh lembaga yang menjalankan eksekutif dan yudikatif dijalankan oleh pengadilan.

Paradigma pembatasan kekuasaan memungkinkan lahirnya check and balance ketika kekuasaan itu tidak dibatasi maka akan cenderung disalahgunakan. Sistem pembagian kekuasaan ini yang menjadi check and balance ini lembaga satu dengan lainya yang agar tidak cenderung sewenang-wenang, paradigma ini yang tebangun dalam ketatanegaraan Indonesia.

Dalam negara demokrasi juga kita mengenal istilah dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Sehingga keterlibatan masyarakat juga sangat penting dalam mengawasi kinerja eksekutif. Baru saja kita mendengar adanya sejumlah tokoh politik yang membentuk Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang akan memberikan kritik terhadap Penyelenggara Eksekutif.

Menurut Din Syamsudin Ada beberapa hal yang mendasari lahirnya kelompok ini diantaranya  seperti adanya pembahasan untuk berbagai aturan yang dianggap menyimpang. Mulai dari UU Haluan Ideologi Pancasila (HIP), Minerba, hingga Omnibus Law. Permintaan kita, outputnya nanti jangan ada produk hukum dan perundang-undangan yang menyimpang dari UUD 1945.

Namun yang menjadi pertanyaan, apa jadinya jika Check and Balance itu lahir di luar dari pembagian kekuasaan secara Trias Politika?

Negara Indonesia sudah menjamin dalam konstitusi, tercantum dalam pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi: "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat" sehingga dengan adanya kebebasan ini warga negara bisa mengambil bagian dalam proses pengawasan berjalanya pemerintahan.

Sangat disayangkan jika hadirnya KAMI justru terus-menerus hanya melakukan kritikan ke pemerintah tanpa adanya solusi kongkrit untuk menjawab permasalahan di negeri ini, karena yang dibutuhkan negara sekarang bukanlah koalisi tetapi solusi, terutama dalam menjaga ideologi bangsa Indonesia.

Ketika kita meninjau dalam Islam Penerapan demokrasi atau kebebasan yang kita kenal al-huriyyah yang merupakan pilar utama dalam demokrasi yang diwarisi sejak zaman nabi Muhammad SAW, termasuk didalamya kebebasan memilih pemimpin, mengelola negara secara bersama-sama (syura), kebebasan mengkritik penguasa dan kebebasan berpendapat.

Penulis: Fahreza Samalam Mahasiswa Hukum Tata Negara

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun