Hukum vs Kenyataan Sosial
Di lapangan, sering kali hukum tidak berjalan sesuai harapan. Contoh nyata adalah korupsi: meskipun dilarang keras, praktiknya tetap meluas. Ini menunjukkan adanya kesenjangan antara norma hukum dan kenyataan sosial. Oleh karena itu, hukum tidak bisa bersifat statis. Ia harus adaptif, kontekstual, dan mampu menjawab tantangan zaman.
Pluralisme Hukum di Indonesia
Indonesia adalah negara yang kaya akan sistem hukum. Kita memiliki hukum nasional, hukum adat, dan hukum agama yang hidup berdampingan. Inilah yang disebut dengan pluralisme hukum.
Meskipun pluralisme membawa potensi besar dalam mewujudkan keadilan kontekstual, ia juga menghadirkan tantangan. Konflik norma dan tumpang tindih kewenangan bisa terjadi. Namun, jika dikelola dengan baik, pluralisme justru menjadi kekuatan besar untuk membangun sistem hukum yang inklusif dan adil.
Mazhab Living Law dan Utilitarianisme
Dua aliran pemikiran hukum yang relevan untuk dikaji adalah:
- Mazhab Living Law: Menyatakan bahwa hukum yang hidup dalam masyarakat lebih penting daripada hukum yang tertulis.
- Utilitarianisme: Mengusulkan bahwa hukum seharusnya memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi sebanyak mungkin orang.
Keduanya menekankan pentingnya relevansi dan manfaat hukum dalam kehidupan nyata.
Hukum Progresif: Sebuah Terobosan
Di Indonesia, Prof. Satjipto Rahardjo memperkenalkan konsep Hukum Progresif. Menurutnya, hukum harus berpihak pada keadilan substantif, bukan sekadar formalitas. Hukum tidak boleh kaku; ia harus humanistik dan responsif terhadap penderitaan rakyat.
Efektivitas hukum tidak hanya dilihat dari banyaknya peraturan, tapi dari kualitas aparat hukum, kesadaran masyarakat, serta kemampuan hukum untuk menjawab masalah nyata.