Mohon tunggu...
Fadly Bahari
Fadly Bahari Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan Sepi

Penjelajah dan Pengumpul Esensi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Petunjuk Menemukan Tanah Suci "Shambala"

18 Mei 2020   08:40 Diperbarui: 19 Mei 2020   03:43 2014
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan pertimbangan bahwa bentuk 'jong' telah ditemukan maknanya (sebagaiman telah disebutkan di atas), maka tersisa bentuk la-ti-mo yang mesti dicari maknanya.

Saya menduga jika suku kata 'mo' pada dasarnya adalah bentuk imbuhan seperti 'me-kan' dalam bahasa Indonesia, yang berfungsi untuk mengubah menjadi kata kerja aktif transitif. Jadi jika 'jong' bermakna 'bahagia', maka 'mo-jong' berarti: membahagiakan.

Selanjutnya, untuk bentuk La-ti, saya menduga ada kemungkinan terkait dengan 'lethe' (bunyi penyebutan: lithi), yang dalam mitologi Yunani, disebut sebagai salah satu dari lima sungai dunia bawah Hades. 

Menurut Statius, penyair Romawi dari abad ke-1, Lethe berbatasan dengan Elysium, yaitu tempat peristirahatan terakhir bagi orang-orang saleh, para pahlawan, dan tokoh-tokoh besar di masa lalu.

Dikisahkan bahwa sungai Lethe mengalir di sekitar gua Hypnos dan melalui Dunia Bawah dimana semua orang yang minum airnya akan mengalami kelupaan total. Dalam bahasa Yunani Klasik, kata lethe secara harfiah berarti "dilupakan", "kelupaan", atau "penyembunyian". 

Dalam kepercayaan orang Yunani kuno, jiwa orang yang telah meninggal dunia akan meminum air dari sungai Lethe sebelum bereinkarnasi, sehingga mereka tidak akan mengingat kehidupan masa lalu mereka.


Dengan demikian, lati-mojong dapat dimaknai: "kelupaan yang membahagiakan". Hal ini setidaknya sejalan dengan makna bde byung' (De-jung), yakni "sumber kebahagiaan". 

Pemahaman filosofisnya saya pikir cukup menarik dan terlihat memiliki keterkaitan makna satu sama lain, yaitu bahwa "kelupaan total" jelas adalah "sumber kebahagiaan". 

Pemahaman ini bisa dikatakan sejalan dengan konsep Budhha dalam mencapai kebahagiaan yaitu tidak mengajarkan jalan menuju kebahagiaan, tetapi lebih kepada mengarahkan upaya menghilangkan penyebab-penyebab ketidakbahagiaan atau kesengsaraan dalam hidup (hasrat, keinginan, harapan, dan semacamnya). 

Upaya "menghilangkan" tersebut tentu dapat kita lihat sama nilainya dengan upaya "melupakan". Jadi, "kelupaan total" terhadap hasrat, keinginan, dan harapan, yang merupakan penyebab kemalangan dalam hidup, jelas dapat dimaknai sebagai pencapaian kebahagiaan yang sempurna.

Demikianlah identifikasi gunung Latimojong sebagai 'tanah suci' yang banyak dikisahkan dalam riwayat kuno, dan telah menjadi target pencarian selama ribuan tahun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun