Mohon tunggu...
Fadila Ananta
Fadila Ananta Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya

Hallo, setiap postingan mengandung banyak informasi yang bisa kalian petik ilmunya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Gaya Pengasuhan Otoritatif VS Otoriter

21 Mei 2025   11:52 Diperbarui: 24 Mei 2025   18:27 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pola Asuh Otoritatif vs Otoriter: Perbedaan Utama 

Dalam dunia perkembangan anak banyak sekali kita temui beberapa gaya pola pengasuhan yang sering diterapkan oleh sebagian orang tua. Keberhasilan pembentukan karakter pada anak ini salah satunya dipengaruhi oleh pola asuh orang tua. Pola asuh orang tua terbagi menjadi tiga macam yaitu otoriter, permisif, dan otoritatif (Baumrind,1967, dalam Santrock,2009). Masing-masing pola asuh ini mempunyai dampak bagi perkembangan anak.

Kali ini kita akan membahas dua pola asuh yang dimana dampaknya saling berbanding terbalik (Otoritatif VS Otoriter).

Sering kali kita menjumpai bahwa hasil kajian tentang pola asuh ini bisa bermanfaat bagi orang tua, guru, dan konselor, karena memberikan panduan tentang pola asuh yang lebih efektif dalam membentuk anak yang sehat secara emosional dan sosial. Selain itu topik ini banyak diteliti oleh para psikolog seperti Diana Baumrind, serta dengan membandingkan dua gaya yang kontras (otoriter yang ketat vs otoritatif yang seimbang), kita bisa menilai efektivitas masing-masing dalam membentuk perilaku anak, disiplin, dan kemandirian. (Febrianti, F. 2023)

https://suaraaisyiyah.id/perbedaan-pola-asuh-dalam-keluarga/ 
https://suaraaisyiyah.id/perbedaan-pola-asuh-dalam-keluarga/ 

Definisi dari pola asuh secara umum adalah suatu bentuk interaksi antara orang tua kepada anak dalam mendidik, membimbing dan memberikan perlindungan agar anak mampu untuk berinteraksi di masyarakat dan bisa bersikap mandiri. Menurut para ahli pola asuh otoriter, menurut  Diana Bumrind, John W. Santrock, dan Judith Smetana, ditandai dengan kontrol ketat, penggunaan hukuman, dan kurangnya komunikasi dua arah. Sebaliknya, pola asuh otoritatif menyeimbangkan antara tuntutan dan dukungan. Orang tua menetapkan batasan yang jelas namun tetap menghargai pendapat anak melalui komunikasi terbuka, yang membantu anak tumbuh mandiri, bertanggung jawab, dan memiliki harga diri serta kemampuan sosial yang baik.

Pola asuh orang tua sangat erat kaitannya dengan layanan  Bimbingan dan Konseling (BK) karena pola asuh membentuk karakter dan perkembangan anak. Layanan BK membantu anak atau peserta didik di sekolah untuk  memahami diri, mengembangkan potensi, mengatasi masalah, dan mempersiapkan masa depan, serta dapat mendukung upaya orang tua dalam memberikan pola asuh yang tepat. Pemahaman terhadap faktor-faktor ini penting untuk mengetahui latar belakang munculnya pola pengasuhan tertentu dan dampaknya terhadap perkembangan anak.

Faktor dari gaya pengasuhan otoritatif ini berasal dari :

  • Psikologis, psikologis orang tua menjadi salah satu faktor utama dalam pengasuhan otoritatif ini karena dengan kebutuhan psikologis orangtua yang tercukupi akan mempengaruhi cara orang tua dalam mendidik anak, berinteraksi yang baik dengan anak, dan memberi dukungan yang positif kepada anak.
  • Pendidikan yang ditempuh oleh orangtua, pendidikan dapat meningkatkan keterampilan kognitif orang tua, seperti kemampuan berpikir kritis, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan.
  • Status ekonomi orang tua, dengan kondisi finansial orangtua yang stabil, cenderung memiliki sumber daya dan fasilitas pendukung dalam memberikan dukungan positif kepada anak.

Oleh karena itu, gaya pengasuhan otoritatif ini menjadi salah satu gaya pengasuhan yang efektif dalam membentuk karakter anak karena menggabungkan pendekatan yang sudah dijelaskan. Orang tua yang menerapkan gaya pengasuhan ini dapat melahirkan anak-anak yang cenderung lebih bahagia, berprestasi, dan memiliki karakter yang positif.

Faktor gaya pengasuhan otoriter mencakup :

  • Kondisi psikologis atau kejiwaan orangtua seperti: kelelahan dalam bekerja, kelelahan saat bekerja akan menimbulkan emosi yang memuncak, karena dalam kondisi ini orang tua akan mengalami kondisi yang tidak stabil, dalam kondisi ini orangtua sulit untuk bisa sabar dan berkata dengan lembut kepada anaknya.
  • Pengaruh didikan dari orangtua ketika kecil, pengaruh didikan berasal dari watak dan karakter yang mendasari kebiasaan hidup orangtua tersebut Semisal orangtua yang lahir dalam keluarga yang di didik dengan disiplin yang kuat akan ada kecenderungan melakukan hal yang sama kepada anaknya. 
  • Pengaruh kebudayaan setempat, dalam beberapa kebudayaan yang diyakini, pola asuh otoriter dianggap wajar dan efektif dalam mendidik anak dalam menghormati aturan dan menanamkan disiplin sejak dini.

Faktor ini berperan besar dalam membentuk gaya pengasuhan otoriter, dengan menerapkan aturan anak akan menjadi disiplin dan paham akan aturan. Namun perlu diperhatikan bahwa kecenderungan terus membuat aturan akan mengakibatkan anak melenggar aturan tersebut sehingga menimbulkan dampak yang tidak diinginkan.

Pemahaman mengenai dampak ini diharapkan dapat menjadi bahan refleksi bagi orang tua, pendidik, maupun pihak lain dalam menentukan pendekatan pengasuhan yang paling sehat dan efektif bagi tumbuh kembang anak. Pola asuh otoriter menurut kami punya sisi baik dan buruk. Di satu sisi, anak bisa jadi lebih sopan dan patuh, apalagi kalau diterapkan dengan kasih sayang sejak dini. Tapi di sisi lain, anak sering tumbuh jadi pribadi yang cemas, minder, dan takut menyampaikan pendapat. Secara umum, mereka tumbuh jadi pribadi yang pendiam, tidak percaya diri, dan emosional lebih patuh karena takut, bukan karena benar-benar paham. Sebaliknya pada pola pengasuhan otoritatif memberikan dampak positif yang besar terhadap perkembangan anak. Anak tumbuh menjadi pribadi yang mandiri, percaya diri, dan bertanggung jawab. Mereka mampu mengambil keputusan, mengelola stres, serta mengembangkan potensi sesuai minatnya.

Strategi pengasuhan otoritatif jauh lebih efektif dibandingkan otoriter karena menyeimbangkan antara tuntutan dan responsivitas, serta mengutamakan komunikasi dua arah yang sehat. Diana Baumrind (1967) menyebut bahwa pola otoritatif mendorong anak untuk dilibatkan dalam pengambilan keputusan, sementara pola otoriter menuntut kepatuhan penuh tanpa ruang diskusi. Judith G. Smetana (2017) juga menekankan bahwa pengasuhan otoritatif bersifat fleksibel dan menyesuaikan dengan kebutuhan anak, sedangkan otoriter lebih menekankan kontrol ketat dan cenderung berdampak negatif secara emosional. John W. Santrock (2011) menyebut bahwa anak dari pola otoritatif cenderung ceria, mandiri, dan mampu mengendalikan diri, sementara anak dari pola otoriter justru sering merasa takut, cemas, dan memiliki hubungan sosial yang buruk.

Terdapat kasus yang sering kita jumpai dimana anak dengan mudah dan tega melampiaskan kemarahan kepada orang tua yang disebabkan sering memendam emosi. Kasus ini menunjukkan bahwa pola asuh yang keliru, terutama pola otoriter dan kekerasan dalam keluarga, dapat memengaruhi perkembangan emosional dan perilaku anak secara ekstrem. Menurut penelitian yang dilakukan oleh psikolog anak Diana Baumrind, pola asuh otoriter cenderung menciptakan anak yang pendiam, tidak percaya diri, dan emosional, serta sulit mengelola amarah yang berlebihan. Jika diperparah dengan kekerasan atau tekanan yang berlebihan, bisa memicu anak untuk melakukan tindakan agresif dan berbuat di luar batas norma sosial. Dalam konteks kasus ini, pengabaian terhadap kebutuhan emosional dan komunikasi yang kurang sehat dari orang tua turut andil dalam membentuk karakter anak yang keras dan tidak mampu mengelola emosi secara positif.

Peran konselor (guru BK) sangat penting dalam memberikan edukasi kepada siswa dan keluarga mengenai pola asuh yang tepat serta menumbuhkan kesadaran akan bahaya pola otoriter dan kekerasan. Konselor perlu memberikan dukungan emosional kepada anak dan orang tua agar tercipta komunikasi yang sehat dan terbuka. Selain itu, sekolah dapat menjadi jembatan dalam membangun lingkungan keluarga yang lebih mendukung dan mengedukasi orang tua tentang pentingnya pengasuhan yang penuh kasih sayang dan komunikasi dua arah. Dengan demikian, diharapkan kasus serupa tidak terulang kembali dan anak-anak dapat tumbuh dalam lingkungan yang aman dan mendukung perkembangan emosional serta sosial mereka secara optimal.

Disimpulkan bahwa pola asuh orang tua, khususnya otoritatif dan otoriter, memiliki pengaruh besar terhadap pembentukan karakter, perilaku, serta perkembangan emosional dan sosial anak. Pola asuh otoritatif dinilai lebih efektif karena mampu menyeimbangkan antara tuntutan dan dukungan terhadap anak, serta membuka ruang komunikasi dua arah yang sehat. Sementara itu, pola asuh otoriter cenderung menciptakan tekanan emosional pada anak karena minimnya ruang berekspresi dan dominasi kontrol dari orang tua. Dalam konteks Bimbingan dan Konseling, pemahaman terhadap pola asuh ini menjadi penting karena dapat membantu guru BK dalam memberikan layanan yang tepat bagi siswa, terutama dalam menangani permasalahan yang berkaitan dengan perilaku, emosi, dan hubungan sosial.

Temukan artikel-artikel lainnya di : 

https://bk.fip.unesa.ac.id  

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun