Mohon tunggu...
Fadhli Harahab
Fadhli Harahab Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan

Tertarik di bidang sospol, agama dan kebudayaan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ramadan, Covid-19, dan Revolusi Diri

3 Mei 2020   02:21 Diperbarui: 3 Mei 2020   02:18 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi berbuka puasa (Pixabay)

Ramadhan telah tiba. Bulan mulia lagi dimuliakan. Bulan yang disyariatkan berpuasa di siang harinya dan berzakat di penghujung bulannya. Bulan kemuliaan yang ditandai dengan banyaknya keistimewaan yang dianugerahi ilahi.

Menurut beberapa dalil naql, ramadhan disebut sebagai bulan rahmat, bulan penghapus dosa dan bulan berlipatgandanya balasan atas kebajikan yang dilakukan.

Bulan yang diberkati dengan adanya satu waktu istimewa, lailatul qadr. Malam yang Allah pancangkan kehendaknya, malam diturunkannya Al-quran, ruh suci dan malaikat sebagai rahmat bagi seisi alam raya. 

Ya, begitu mulianya ramadhan, hingga Allah menyariatkan puasa di dalamnya. Syariat yang tidak hanya dilakukan umat islam tetapi juga sudah dilakukan sejak umat sebelumnya. 

Sejak Adam hingga Muhammad, puasa sudah menjadi ajaran langit yang memiliki satu misi penting yaitu "ketaqwaan". Dan, barangkali hanya ibadah puasa (ramadhan) yang dikehendaki sebagai ibadah mahdhah yang memiliki misi spesifik, yaitu mencetak orang yang bertaqwa. 

Ramadhan dan Revolusi Diri

Buku berbahasa arab yang ditulis Seorang Dosen Universitas Al-azhar Mesir, Ahmad Syarbashi, yang kemudian  diterjemahkan berjudul "Kumpulan Pertanyaan Soal Agama dan Kehidupan" bab puasa, di sana pengarang sedikit memaparkan hikmah dari disyariatkan puasa ramadhan. 

Diantaranya adalah momentum merevolusi diri dari kebiasaan dan gaya hidup yang berlebihan, gaya hidup yang menjadi candu hingga mengakibatkan ketergantungan terhadap hawa nafsu syahwat. 

Perhatikan sebelum ramadhan, banyak diantara kita yang memakan apa saja yang dikehendaki, meminum minuman apa saja yang  diinginkan. Namun, setelah ramadhan datang semua itu dilarang selama sebulan, sejak terbit fajar hingga terbenam matahari.

Ramadhan menjadi candradimuka dalam hal mengatur ulang kebiasaan yang sebelumnya kerap dilakukan. Dengan berpuasa, umat islam seharusnya mampu mengontrol konsumsi kebutuhan hidup dengan lebih disiplin dan teratur, tidak berlebihan dan terukur. 

Pesan sekaligus pengingat bagi umat islam bahwa hidup tidak selalu stagnan dan justru berdinamika. Kadangkala dalam keadaan kenyang, kadangkala lapar. Terkadang lapang, kadang sempit. Dan, terkadang kaya, kadang fakir. 

Dengan begitu, umat mampu beradaptasi dengan zaman, keadaan dan kondisi faktual. Mampu memetik hikmahnya, yaitu dapat merasakan kondisi orang lain sebagaimana dia merasakannya sendiri, mencegah pemborosan dan tentunya memunculkan sikap suka berbagi antar sesama. 

Dan, menurut penulis sikap macam itu patut menjadi out put setelah seorang berpuasa selama sebulan penuh. Artinya, ada perubahan gaya hidup dan kebiasaan sebagai buah dari perjuangan merevolusi diri. 

Bukan sebaliknya, puasa ramadhan hanya menjadi saat dimana kita merasakan lapar bersama, haus bersama, tetapi tidak merasakan perubahan gaya hidup bersama. "Berapa banyak orang yang berpuasa tetapi tidak mendapatkan apa-apa, kecuali lapar dan haus," (Hadist).

Covid-19 dan Ramadhan

Ramadhan tahun ini tentu terasa berbeda jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Nuansanya kurang terasa karena dunia, khususnya tanah air, sedang mengalami musibah wabah penyakit yang mudah menular, Covid-19.

Tahun lalu, kita masih melihat masjid begitu sesak dengan para jemaah tarawih, terdengar suara tadarusan dari hampir setiap masjid dan musalla, buka puasa bersama, pembagian takjil hingga i'tikaf di masjid. 

Namun ramadhan tahun ini tidak demikian, umat islam harus menahan semangat beribadah di masjid demi mengikuti aturan pemerintah dalam konteks pencegahan Covid-19.

Meski begitu, aturan tersebut tidak boleh membuat umat islam patah semangat dalam menjalankan rangkaian ibadah di rumah. Spirit ramadhan sebagai bulan peningkatan amal sholeh harus menjadi bekal kuat dalam menghadapi kondisi terkini. 

Spirit yang harus tetap kokoh di dalam hati umat sebagai landasan mempertebal keimanan dan menjalani hari-hari di tengah pandemi covid-19.

Terkait dua peristiwa ini (ramadhan dan covid-19), penulis menilai ada beberapa kesamaan semangat yang dilahirkan, meskipun terdapat perbedaan dari segi kualitas peristiwa, covid-19 diinstitusikan sebagai bencana, sementara ramadhan sebagai bulan pelatihan diri. Namun begitu, dari kedua peristiwa ini perlu ditarik hikmah baiknya dan dijadikan pelajaran di masa yang akan datang.  

Covid-19 dan ramadhan mengajarkan kita tentang pentingnya kebersihan diri dan kebersihan jiwa, mengajarkan kita berempati terhadap orang lain dan mengajarkan kita bertahan dalam kondisi apapun.

Bukankah wabah ini mendorong kita untuk rajin mencuci tangan dan membersihkan diri? Begitu juga dengan ramadhan, mengajarkan kita untuk sesering mungkin berwudhu. Bukankah bencana ini membuat kita berburu konsumsi makanan yang bergizi? Begitu pula ramadhan, mengajarkan kita memakan makanan yang halal lagi baik. 

Bukankah covid-19 mendorong kita untuk bersabar, merendahkan diri di hadapan sang maha kuasa? Begitu pula ramadhan. Bencana ini juga mengetuk rasa kemanusiaan kita, memunculkan sisi empati kita, begitu pula ramadhan mengajari kita untuk dapat merasakan kondisi orang lain. 

Bencana ini mengajari kita untuk dapat bertahan, begitu pula ramadhan mengajari kita untuk tetap berjuang dalam kondisi lapar dan dahaga, dalam kondisi kaya maupun fakir. 

Hal inilah yang menurut penulis sebagai proses merevolusi diri, memperbaiki sisi lahiriyah dan ruhaniyah kita. Mudah-mudahan, kita mampu melewati dua peristiwa ini dengan perubahan ke arah yang lebih baik, dalam artian perubahan yang tidak musiman akan tetapi berkelanjutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun