Mohon tunggu...
Ilmu Sosbud

Peran Mahasiswa UMM Dorong Digitalisasi Industri Gerabah Rumahan

19 Agustus 2025   07:22 Diperbarui: 19 Agustus 2025   07:22 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Bersama dengan Pak Hariono selaku pemilik industri rumahan tradisional

Di tengah arus digitalisasi yang kian cepat, industri rumahan tradisional mulai menemukan jalannya menuju pasar yang lebih luas. Salah satunya berkat peran mahasiswa Pengabdian Mahasiswa oleh Masyarakat (PMM) Universitas Muhammadiyah Malang yang membantu pengrajin memanfaatkan teknologi untuk promosi dan pemasaran.

Menghubungkan Pengrajin dengan Dunia Digital

Bertahun-tahun, pengrajin di desa ini mengandalkan penjualan tatap muka atau lewat jaringan relasi dan grosir. Pak Hariono, pemilik usaha peralatan dapur kayu seperti talenan, pasa brambang, pasa keripik, dan roll pin, mengaku selama ini memasarkan produk melalui Facebook, grup jual-beli, dan WhatsApp.

"Kalau dari luar pulau biasanya kenal lewat grup Facebook. Nanti lanjut tukar nomor WA, kadang video call untuk tunjukkan barangnya," jelas Hariono.

Namun, meski sudah memiliki akun TikTok dan titik lokasi di Google Maps, Hariono belum memanfaatkan e-commerce seperti Shopee atau Tokopedia. Alasannya sederhana: keterbatasan waktu dan teknis.

Pendampingan Langsung dari Mahasiswa

Meski usahanya berjalan stabil, Hariono sadar ada peluang yang belum sepenuhnya ia raih: pasar digital. Selama ini, promosi hanya mengandalkan Facebook, grup jual-beli, WhatsApp, dan sedikit aktivitas di TikTok. Ia juga sudah menandai titik lokasi bengkelnya di Google Maps.

Namun, ia belum pernah berjualan di marketplace seperti Shopee atau Tokopedia. Alasannya? Waktu dan tenaga. "Kalau masuk Shopee, harus foto satu-satu, isi data, kirim satu-satu. Sementara saya lebih fokus ke produksi," katanya.

Di sinilah mahasiswa PMM hadir. Program yang awalnya bertujuan untuk membantu masyarakat desa berkembang, berkembang menjadi proyek pendampingan digitalisasi usaha rumahan.

Para mahasiswa tidak hanya duduk di kantor desa atau melakukan sosialisasi umum. Mereka terjun langsung ke bengkel, memotret produk, mengedit foto, dan mengunggahnya ke media sosial. Mereka juga memberi masukan tentang bagaimana membuat konten yang menarik perhatian pembeli.

Mahasiswa PMM melihat peluang untuk membantu para pengrajin ini. Mereka melakukan pendampingan mulai dari tahap paling dasar: membantu memperbaiki profil media sosial, membuat foto produk yang lebih menarik, hingga memandu penggunaan fitur-fitur digital yang sebelumnya belum dimanfaatkan optimal.

  • Optimalisasi Media Sosial
    Langkah awal mahasiswa adalah memperbaiki dan mengoptimalkan akun media sosial yang sudah digunakan Hariono.
  • Penguatan Branding Produk
    Mahasiswa PMM juga membantu menonjolkan nilai jual unik produk Hariono: kayu pinus berkualitas, anti jamur, dan tahan lama. Informasi ini dimasukkan dalam deskripsi produk di media sosial. Selain itu, mahasiswa juga menyarankan agar setiap produk diberi label atau kemasan sederhana dengan logo usaha. "Kalau ada label, orang lebih ingat dan mudah mencari lagi," kata salah satu mahasiswa pendamping.
  • Pengelolaan Pesanan Online
    Mahasiswa mengajarkan cara merespons pesan pembeli secara cepat dan rapi, WhatsApp digunakan sebagai katalog digital, di mana semua foto produk disimpan rapi dalam album sehingga mudah dibagikan ke pembeli.

Langkah Kecil yang Membuka Peluang Besar

isah Hariono dan mahasiswa PMM ini membuktikan bahwa digitalisasi usaha rumahan tidak harus dimulai dari langkah besar atau investasi mahal. Terkadang, yang dibutuhkan hanyalah pengetahuan praktis, kemauan untuk belajar, dan sedikit bantuan teknis.

Dari bengkel kayu di desa, produk Hariono kini bisa menjangkau pembeli di kota-kota besar tanpa ia harus meninggalkan tempat produksi. Dan di balik layar, mahasiswa PMM telah menjadi jembatan antara dunia tradisional dan pasar modern.

"Kalau dibantu seperti ini, jadi tahu apa yang belum dikerjakan. Banyak cara jualan yang ternyata belum saya coba," tutup Hariono.

Perjalanan digitalisasi di bengkel kayu Pak Hariono dan sentra gerabah desa ini memperlihatkan bahwa perubahan besar sering kali dimulai dari langkah kecil. Sebuah foto produk yang diambil dengan pencahayaan alami, deskripsi sederhana yang ditulis di media sosial, hingga keberanian membuka diri terhadap teknologi, semua menjadi bagian dari proses panjang menuju kemandirian usaha di era digital.

Mahasiswa PMM hadir bukan sebagai "penolong" semata, melainkan sebagai rekan belajar. Mereka mengamati, memahami, dan bekerja bersama para pengrajin, memastikan setiap ilmu yang diberikan bisa langsung dipraktikkan. Tidak ada bahasa teknis yang rumit, tidak ada tuntutan yang membebani  hanya langkah demi langkah yang membumi, sesuai ritme kehidupan pengrajin.

Bagi Hariono, pengalaman ini bukan sekadar menambah ilmu, tetapi juga membuka mata bahwa pasar tidak lagi terbatas pada jarak. Pembeli dari kota besar, bahkan dari luar pulau, kini bisa memesan talenan atau pasa brambang tanpa harus berkunjung langsung ke bengkel. Proses yang dulunya memakan waktu berhari-hari kini cukup diatur lewat layar ponsel.

Bagi mahasiswa, pengalaman ini meninggalkan pelajaran berharga: teknologi hanyalah alat, dan keberhasilan transformasi terletak pada kemauan manusia untuk belajar dan beradaptasi. Mereka menyaksikan sendiri bahwa usaha rumahan, yang mungkin dianggap kecil oleh sebagian orang, menyimpan potensi besar jika diberi dukungan yang tepat.

Ke depan, tantangan tentu akan ada --- mulai dari konsistensi penggunaan media digital, keterbatasan akses internet, hingga perubahan tren pasar. Namun, fondasi sudah diletakkan. Hariono kini memiliki katalog digital, pemahaman dasar tentang branding, dan jejaring pembeli yang lebih luas. Dan di desa itu, cerita sukses ini mulai menginspirasi pengrajin lain untuk ikut mencoba.

Pada akhirnya, kisah ini mengajarkan bahwa kolaborasi antara pengetahuan akademis dan kearifan lokal dapat melahirkan inovasi yang nyata. Di setiap sudut bengkel, di antara tumpukan kayu dan debu pengamplasan, ada harapan yang tumbuh harapan bahwa karya desa suatu hari nanti akan menembus batas, menyapa dunia, dan tetap membawa aroma khas rumah tempat ia lahir.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun