Perkembangan teknologi digital membawa perubahan signifikan dalam aktivitas ekonomi masyarakat, termasuk dalam transaksi keuangan seperti jual beli online, penggunaan e-wallet, cryptocurrency, dan layanan fintech. Dalam konteks fikih Islam, kemunculan fenomena baru ini menuntut kajian hukum yang mampu merespons perubahan zaman tanpa mengabaikan prinsip-prinsip syariah. Artikel ini mengkaji hukum keempat fenomena tersebut dalam perspektif fikih kontemporer, dengan pendekatan maqāṣid al-syarī‘ah dan qawā‘id fiqhiyyah.
Revolusi digital telah mengubah cara manusia bertransaksi. Kini, jual beli tidak lagi terbatas pada pasar fisik, tetapi juga dilakukan secara daring. Selain itu, hadirnya dompet digital (e-wallet), mata uang kripto (cryptocurrency), dan layanan teknologi keuangan (fintech) menambah kompleksitas praktik muamalah modern. Dalam hal ini, hukum Islam memiliki mekanisme ijtihad untuk menjawab dinamika tersebut.
1. Jual Beli Online dalam Fikih
Prinsip dasar jual beli dalam Islam adalah adanya ijab qabul, kerelaan antara kedua belah pihak, kejelasan objek transaksi (mabi'), dan bebas dari unsur gharar (ketidakjelasan). Jual beli online diperbolehkan selama memenuhi syarat dan rukun jual beli.
Masalah yang sering muncul:
Gharar: tidak melihat barang secara langsung.
Penipuan dan ketidaksesuaian barang.
Solusi Fikih:
Adanya kejelasan spesifikasi barang.
Hak khiyar (opsi membatalkan transaksi) jika barang tidak sesuai.
2. E-Wallet dalam Perspektif Fikih