Kapan terakhir kali kita merasa Senin itu menyenangkan? Beberapa waktu lalu? Saat masih berseragam putih abu abu? Atau mungkin tidak pernah sama sekali?
Banyak anekdot yang lahir dari orang-orang -mungkin termasuk kita- yang cemas menghadapi awal pekan. Contohnya, "Mengapa dari Sabtu ke Senin hanya dua hari, sementara Selasa ke Jumat lima hari?". Atau, kutipan-kutipan yang sering beredar tiap Minggu malam sambil mengingatkan, "Besok Senin".
Ekspresi ini muncul karena gambaran yang terlanjur terbentuk di kepala, bahwa "Senin adalah hari yang sibuk", "Senin pasti dar-der-dor", "Senin pasti ribet", dan jutaan pikiran negatif lainnya. Tapi saya percaya, pikiran ini bukanlah sesuatu yang dikondisikan atau disengaja ada. Reaksi ini muncul karena hal yang sama pernah terjadi di hidup Anda, atau bahkan mungkin saya, baik itu sekali atau berulang-ulang.
Saya ingat dengan sebuah istilah yang cukup relate dengan obrolan lintas generasi masa kini: Overthinking.
Dalam sebuah artikel berjudul "The Role of Rumination in Depressive Disorders and Mixed Anxiety/Depressive Symptoms" yang ditulis oleh Nolen Hoeksema dalam Journal of Abnormal Psychology, overthinking didefinisikan sebagai kecenderungan seseorang dalam berpikir atau melakukan hal tertentu ketika berada di bawah tekanan (masa-masa sulit) dengan menunjukkan tanda-tanda kekhawatiran, kecemasan, dan sering memikirkan hal-hal negatif.
Lebih lanjut Farah Octa Suroiyya dalam tulisannya, "Tinjauan Overthingking dan Berbagai Intervensi Konseling Untuk Mengatasinya", menyebut bahwa hal ini dapat terjadi karena adanya beberapa kejadian di masa lalu yang kurang menyenangkan dan menimbulkan tekanan, stres, bahkan trauma yang membekas dalam jangka waktu yang lama dapat memicu overthinking bila dihadapkan kembali dalam situasi yang sama di masa sekarang.
Secara teoretis, overthinking memang diakui eksistensinya. Dalam arti, overthinking bukan sekedar mengada-ada, atau dibuat-buat. Kondisi psikologis ini bisa muncul sewaktu-waktu bergantung pada situasi dan kondisi diri.
Lalu, apakah ada cara yang bisa membantu mengurangi keadaan tersebut?
Yap, mindfullness. Ada sebuah keadaan yang dinamakan dengan"mindfullness", dimana jika kita merujuk pada tulisan Ruth A Baer bertajuk "Mindfulness training as a clinical intervention: A conceptual and empirical review" (2003), mindfullness adalah pemusatan kesadaran pada keadaan saat ini, menerima keadaan tersebut, dan tidak menilai pengalaman yang dialami baik atau buruk.
Konsep ini berguna untuk mengatasi kecemasan atau pikiran-pikiran negatif sebelum sesuatu itu terjadi. Alih-alih "memimpikan" Senin yang buruk, mindfullness membantu kita untuk menghadapi Senin dengan ketenangan diri. Kekuatan pikiran juga membantu kita untuk mewujudkan sesuatu berjalan dengan baik dan lancar, atau banyak orang mengidentifikasikannya dengan "manifesting". Memanifestasikan Senin yang bahagia, why not?
Selain mindfullness, ada lagi satu istilah yang cukup kekinian, yaitu Stoicism. Meminjam tulisan dari Darius Foroux, cara berpikir Stoic mendorong kita untuk mengembangkan pengendalian diri, tangguh, dan melatih kemampuan untuk mengatasi emosi yang destruktif. Konsep Stoicism sendiri, menurut sejarahnya, pertama kali diperkenalkan Zeno dari Citium di Athena pada abad ke-3 SM. Stoicism kemudian dikembangkan dan dipopulerkan oleh para pemikir seperti Marcus Aurelius, Seneca, dan Epictetus.Â
Dalam Stoicism ada empat kebajikan utama. Mengutip dari Daily Stoic, empat kebajikan itu adalah Wisdom (kebijaksanaan), Courage (keberanian), (Justice) keadilan, dan Temperance (pengendalian diri).
Kebijaksanaan berarti kemampuan untuk membedakan mana yang baik dan buruk, serta memahami dunia dan sifat manusia. In the world of begitu massifnya berita-berita yang membuat takut dan cemas, hal penting yang harus dimiliki hari-hari ini adalah kemampuan untuk membedakan antara tumpukan informasi yang bertebaran di luar sana dan kebijaksanaan sejati yang Anda butuhkan untuk menjalani hidup yang baik.
Keberanian adalah kekuatan untuk menghadapi rasa takut, penderitaan, atau tantangan dengan keteguhan, termasuk keberanian moral untuk membela kebenaran. Dalam bahasa lain, "Kadang hidup ngasih ujian bukan buat menjatuhkan, tapi buat ngetes: kamu tipe yang gimana? Punya nyali atau enggak? Berani hadapi masalah atau malah kabur? Berdiri tegak atau pasrah digilas? Jangan lihat tantangan sebagai beban, lihat itu sebagai kesempatan buat nunjukin siapa kamu sebenarnya."
Keadilan mencakup perlakuan adil terhadap orang lain, menjunjung integritas dan kejujuran demi kebaikan bersama. Justice is a key. Keadilan adalah "sumber dari semua kebajikan lainnya." Sepanjang sejarah, para Stoic terus mendorong dan membela nilai keadilan walau seringkali dengan risiko besar dan keberanian luar biasa demi melakukan hal-hal besar dan membela orang-orang serta ide-ide yang mereka cintai.
Sementara pengendalian diri adalah kemampuan untuk menguasai keinginan dan menjaga keseimbangan dalam hidup. Inti dari pengendalian diri adalah "tidak melakukan sesuatu secara berlebihan, melakukan hal yang benar, dalam jumlah yang tepat, dengan cara yang tepat." Karena seperti kata Aristoteles, "Kita adalah apa yang kita lakukan berulang kali. Maka, sesuatu yang excellence bukanlah tindakan sesaat, tapi kebiasaan." Excellence adalah kualitas luar biasa yang terbentuk dari kebiasaan baik yang dilakukan terus-menerus.
Sekarang coba mencocokkan Senin dengan cara pikir dari para pemikir hebat ini.
Jika selama ini Senin diidentikkan dengan hari yang mencekam, mari membuat Senin menjadi momen dimana kita memusatkan diri pada kinerja yang terbaik dan berintegritas tanpa disusupi pikiran negatif, melakukan segala sesuatu dalam keadaan yang "pas" dan tidak berlebihan, serta bijak dan bernyali besar dalam menghadapi task-task baru.
So,
selamat kembali bekerja di hari Senin, selamat merayakan Senin dengan gembira.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI