Mohon tunggu...
fadhila nurhidayah
fadhila nurhidayah Mohon Tunggu... mahasiswi

mahasiswi ilmu quran dan tafsir ums

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dari Langit ke Pikiran: Tafsir Jin dan Hikmah dalam Wawasan Qur'ani

11 April 2025   11:17 Diperbarui: 11 April 2025   10:17 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pada zaman sekarang yang dipenuhi dengan rasionalisme, sebagian orang sudah mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan konvensional. Salah satunya adalah jin, makhluk gaib yang umumnya dianggap sebagai mitos atau pun cerita rakyat. Namun menariknya, di dalam Al-Qur'an, jin tidak hanya disebutkan, namun juga digambarkan sebagai mahluk yang bisa berfikir sendiri, mendengar, bahkan beriman. Ini menunjukkan bahwa Al-Qur'an tidak menggolongkan jin sebagai makhluk mistis yang pasif, melainkan sebagai makhluk yang juga akan ditanya diakhirat, seperti yang sudah dijelaskan dalam QS. Al-Jin: 11 (Syahniar et al., 2024)

Pada ayat lain, seperti Surah Al-Jin ayat 1 sampai 7, menceritakan bahwa sekelompok jin memperdengarkan pembacaan Al-Qur'an dan langsung menyadari bahwa apa yang mereka dengar tersebut suatu hal yang bersifat hakiki. Mereka berkata, "Sungguh! telah kami mendengarkan bacaan yang menabjubkan, yang menunjukkan kepada jalan yang haq, lalu kami pun beriman kepadanya.", Inilah menunjukkan bahwa jin juga dapat berpikir. Mereka dapat memahami kata-kata, memilih dan bahkan mengajarkan kembali pesan kepada kawanan mereka sendiri. Tafsir Kemenag dan Quraish Shihab sama-sama mengatakan bahwa respons jin bukan disebabkan oleh perasaan, tetapi oleh pikiran terhadap kebenaran wahyu (Syahniar & Nurrohim, 2024).

Dalam tafsir Marah Labid karya Imam Nawawi al-Bantani, jin juga digambarkan sebagai makhluk yang memiliki tatanan sosial, kewajiban dakwah, dan moral. Jin disebut sebanyak 22 kali dalam Al-Qur'an dengan konteks yang beragam, mulai dari keimanan hingga permusuhan terhadap manusia (Mubarok et al., 2016). Ibn Arabi melihat jin sebagai simbol nafsu manusia, sedangkan Fakhruddin al-Razi berpendapat bahwa mereka adalah makhluk nyata yang berperan dalam sejarah pewahyuan (Zahroh et al., 2023).

Di sisi lain, Al-Qur'an juga sering menyebut kata yang amat bermakna, atau disebut dengan hikmah. Sebagai contoh, dalam Surah Al-Baqarah ayat 269, Allah menyebut apa hikmah ini: "Dan Dialah yang memberi hikmah, sesungguhnya Ia telah dianugerahi kebanyakan." Tetapi apa itu hikmah? Allamah Tabab', dalam Tafsir al-Mizn, menyamakan hikmah dengan tiga lapisan makna yang berbeda: bentuk pahala dari Allah sendiri (ontologis), pemikiran (epistemologis), dan tindakan baik (aksiologis) (Nurrohim & Nursidik, 2021). Konsep yang sama dikemukakan juga oleh Mahmud al-Alusi, yang mendefinisikan hikmah sebagai kemampuan seseorang untuk menyelidiki rahasia ilahiyah dan persekutuan. Bila disimpulkan, hikmah tidak hanya kecerdasan, tetapi juga kebijaksanaan yang tumbuh dalam integritas spiritual dan rasionalitas.

Pendidikan hikmah juga berarti membimbing manusia untuk mencapai kebaikan di dunia dan akhirat. Dalam studi Mukhtar Yunus, hikmah adalah penerangan ilahiah yang tidak sekedar untuk mencegah keburukan, tetapi juga dorongan untuk berbuat baik dengan hati dan akal (Yunus, 2017). Ini sesuai dengan pemikiran Hamka bahwa hikmah akan membuat seseorang menjadi pintar dari sisi spiritual, sosial, dan moral (Dliyauddin, 2021). Kemudian, pertanyaan berikutnya mengenai keterkaitan jin dengan hikmah. Jin adalah simbol bahwa wahyu bisa menyentuh siapa pun, termasuk hal yang tidak kasatmata. Hikmah adalah etika manusia untuk merespons wahyu. Jin bisa mendengar, bahkan beribadah layaknya manusia, tapi manusia jauh lebih baik, bisa mendengar, bisa merasakan, bisa menafsirkan. Maka dapat disimpulkan bahwa hikmah berperan sebagai jembatan komunikasi atau garda antara langit dan pikiran. Seperti yang dikatakan dalam penelitian Profetika, hikmah dalam tafsir tematik bukanlah sekadar informasi, tapi proses tafsir mendalam yang mengajak manusia pada pemahaman nilai dan tujuan Al-Qur'an (Nurrohim & Nursidik, 2021).

Perlu disadari bahwa kita hidup di tengah banjirnya informasi. Banyak yang menghafal ayat Al Qur'an, tapi belum tentu paham maknanya. Banyak yang fasih membaca, tapi belum tentu berhikmah. Maka, sebagai mahasiswa dan generasi Qur'ani, kita perlu untuk tidak hanya membaca wahyu tersebut, tapi juga berpikir dengannya. Membumikan pesan langit ke dalam tindakan nyata. Karena langit sudah berbicara. Kini giliran pikiran kita untuk menjawabnya dengan hikmah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun