Mohon tunggu...
Azkiyadza
Azkiyadza Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa

Menyukai membaca karya fiksi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Makna Takhayul Dalam Drama Lautan Bernyanyi Karya Putu Wijaya

21 Desember 2023   18:15 Diperbarui: 22 Desember 2023   12:59 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia merupakan negara dengan banyak beragam budaya dan kepercayaan mistis seperti mitos, legenda,dan hal mistis lain yang turut mempengaruhi seseorang  dalam berperilaku. Meskipun Indonesia berpenduduk mayoritas Muslim, yang seharusnya lebih paham mengenai baik-buruknya mempercayai suatu hal mistis selain yang dijelaskan dalam kepercayaannya. Mempercayai sesuatu yang irasional tersebut bisa disebut dengan kepercayaan mistis. Kepercayaan mistis adalah keyakinan irasional bahwa suatu objek, tindakan, atau keadaan yang tidak terkait secara logis dengan suatu peristiwa dapat memengaruhi hasilnya (Justine, 2021).

Kepercayaan mistis sudah membudidaya (turun-temurun) oleh masyarakatnya itu sendiri. Seperti halnya berbagai macam sihir, kanuragan, penggunaan jin dan sebagainya. Hal ini menjadikannya kesadaran bagi Masyarakat tersebut dengan menggunakan hal mistis akhimya menjadi kebiasaan dan kebiasaan inilah yang menjadikannya pola-pola budaya. Budaya mistik tersebut digunakan untuk pemecahan masalah yang dihadapi masyarakatnya menjadi lazim tanpa sekat atau batas-batas etik manusia yang diciptakan memiliki kemampuan untuk berfikir dan kesempurnaan penciptaan yang ada dalam dirinya. (Justine, 2021).

Menurut Rujikartawil (2010) pada periode awal Putu Wijaya juga masih banyak mengangkat fenomena pada masyarakat Bali bahkan menuangkan kritiknya terhadap kebiasaan masyarakatnya. Kentalnya tradisi dan kepercayaan terhadap mitos-mitos di masyarakat Bali diungkapkan Putu Wijaya dalam drama Lautan Bernyanyi melalui sudut pandang tokoh Kapten Leo yang menyimbolkan masyarakat pada peradaban modern yang kerap mengedepankan logika dan tidak mempercayai mitos. Meskipun demikian dalam drama ini Putu Wijaya juga tidak menampilkan bahwasanya ada nilai-nilai spiritual di masyarakat yang sulit dipercaya dengan logika tetapi memang terjadi. Hal ini terlihat dari tokoh Dayu Sanur yang diciptanya sebagai seseorang yang dianggap sakti. Meskipun Kapten Leo tidak mempercayai kesaktiannya tapi percaya ataupun tidak percaya Dayu Sanur menunjukkan adanya kesaktian tersebut.

Latar kehidupan masyarakat Bali kaya akan warisan budaya mendalam tercermin dalam harmoni antara kehidupan sehari-hari dan warisan mitos yang menghiasi setiap aspeknya. Di tengah pesona alam tropis dan tradisi yang kental, masyarakat Bali menghidupkan mitos-mitos yang melambangkan kebijaksanaan, keberanian, dan keseimbangan dengan alam (Rujikartawil, 2010).

Mitologi Bali dipenuhi dewa-dewa dan makhluk mistis yang menjadi pilar spiritualitas mereka. Seperti dalam kisah Dewa Wisnu yang menjaga keseimbangan alam, atau Dewa Baruna yang memelihara samudera, menjadi landasan bagi nilai-nilai spiritual yang dijunjung tinggi. Mitos Ramayana dan Mahabharata juga memberikan pandangan mendalam tentang etika dan moral yang menginspirasi kehidupan sehari-hari (Rujikartawil, 2010).

Fenomena yang ada di dalam masyarakat Bali tersebut dituangkan oleh Putu Wijaya ke dalam peristiwa-peristiwa yang terjadi di atas Geladak Kapal Harimau Laut yang kandas di Pantai Sanur. Dalam naskahnya, Putu Wijaya menggambarkan Kapten Leo dengan konflik batinnya yang terperangkap dalam psikologis kompleks. Yakni konflik internal antara Kapten Leo dengan dirinya sendiri dan konflik eksternal yakni konflik antara Kapten Leo dengan tokoh lain. Konflik dalam drama ini pada dasarnya bermula dari pemikiran Kapten Leo yang sangat menentang cerita-cerita yang ia anggap tidak logis sedangkan Comol sebagai seseorang yang selalu menemaninya memiliki pemikiran yang berbalik dari Kapten Leo. Konflik ini kemudian menjelma menjadi persoalan yang membentuk dramatik dalam drama ini.


Konflik yang berawal dari berbagai keanehan yang mulai dirasakan oleh Kapten Leo di atas geladak kapal Harimau Laut yang kandas di Pantai Sanur, konflik-konflik terus bergulir membentuk alur dalam drama ini. Keanehan-keanehan dirasakan nyata oleh Kapten Leo, meskipun pikirannya terus berusaha menentang apa yang terjadi tersebut. Kapten Leo mendengar suara maupun bayangan di tengah laut yang tidak memperlihatkan sumbernya maupun wujud yang jelas. Suara maupun bayangan yang didengar, dilihat, maupun dirasakan Kapten Leo tersebut berada di dalam dua persepsi. Apakah itu sesuatu yang nyata bahwasanya ada hal 'gaib' yang meneror Kapten Leo dan awak Kapal Harimau Laut karena memasuki Kawasan Pantai Sanur ( sebagaimana mitos yang diyakini masyarakat Pantai Sanur) atau hanya sebuah 'abstraksi' kejenuhan dan kekalutan Kapten Leo terhadap apa yang telah menimpa kapal Harimau Laut.

Comol: " Kapten, Saya kira bukan kesalahan Panieka saja dengan Abu, juga bukan kesalahan Kapten. Tetapi kesalahan kita semua. Barangkali benar apa yang dikatakan nelayan-nelayan itu, pantai ini berbahaya bagi kapal karena banyak setannya".

Menghadapi semua kejadian-kejadian aneh yang menimpanya selama kapal Harimau Laut kandas, Kapten Leo menganggap ini adalah sebuah tantangan yang membuatnya semakin tidak ingin menyerah meninggalkan kapal Harimau Laut. Baginya kejadian-kejadian ini bukanlah kejadian 'gaib' seperti mitos-mitos tentang Dewa Laut, roh, Leak, Pantai Sanur yang dikisahkan. Akan tetapi, pikiran logisnya mempercayai bahwasanya gangguan-gangguan ini berasal dari ulah orang-orang yang ingin mencuri sesuatu dari kapal Harimau Laut yang kandas. Berikut petikan naskah yang dapat diperhatikan dalam menganalisis pemikiran Kapten Leo mengenai hal ini:

Kapten: " Tolol!? Kenapa?".

Comol: " Sebab tidak mau meninggalkan kapal ini. mereka bilang Dewa Laut menghendaki harimau Laut, kita harus menyerahkannya".

Kapten: "Tolol! Itu isapan jempol belaka. Pencuri-pencuri yang hendak merampok besi harimau laut. Kau tolol karena percaya semua itu".

Comol: " Tidak, Kapten".

Kapten: "Ya, kau biarkan kupingmu mendengar itu semuanya. Kau biarkan mereka diinjak takhayul macam itu".

Kapten Leo tidak pernah berhenti menganggap apa yang dikisahkan Comol tentang Dewa Laut adalah takhayul. Cerita-cerita masyarakat yang begitu dipercayai Comol semakin membuat Comol kelihatan penakut dan memicu kekesalan Kapten serta menggelitiknya untuk terus mempermainkan Comol. Meskipun di saat-saat tertentu Kapten sendiri menjadi sangsi pada keyakinannya. Ia mencoba menganggap semua teror itu 'tidak ada' tapi mata dan telinganya telah menyaksikan sendiri ada sesuatu yang benar-benar nyata. Kapten menganggap Comol sebagai persoalan yang harus diselesaikan, sebab telah menggiring dirinya pada perasaan-perasaan mencekam perihal mitos-mitos yang dikisahkan. Bagi Kapten kebodohan serta kesetiaan Comol justru melahirkan sikap posesif Comol terhadap dirinya hal ini tentu semakin mempertebal konflik antara Kapten Leo dan Comol. Ini dapat dilihat dalam petikan dialog Comol berikut:

"Wah, Kapten dengar? Dayu Badung anak Dayu Sanur, anak Leak itu. Berbahaya sekali Kapten. Jangan kita pelihara orang itu di sini. Ibunya tukang Leak yang ditakuti di kampung nelayan di seluruh pantai Sanur ini. Ajaib, Kapten. Jangan biarkan ia naik kapal, Kapten. Kapten, Dayu Sanur akan membunuh kita Oo Kapten. Dayu Sanur sangat sakti. Kita tak akan bisa melawannya. Dia tidak bisa dibohongi. Dia pasti tahu anaknya di sini. Berbahaya sekali Kapten, jangan biarkan dia di sini Kapten, dengarlah saya Kapten".      

Kepercayaan Comol pada keberadaan Leak, membuat perasaan Comol menjadi over protektif pada keselamatan Kapten. Itulah sebabnya, ia menolak kehadiran Dayu Badung di kapal, karena ia meyakini, kemurahan hati Kapten justru akan mendatangkan malapetaka. Ia percaya, ibu Dayu Badung, Dayu Sanur pasti kan mendatangkan Leak untuk membunuh Kapten. Bagi Comol, Kapten adalah penyelamat hidupnya. Kapten adalah tempat di mana dia bisa menyandarkan hidupnya. Tapi sebaliknya, dalam pandangan Kapten, Comol adalah bayangan lain yang selalu mengikuti Kapten, yang justru menjadi bagian dari masalah dan bukan sumber penyelesaian masalah.

Cerita-cerita Comol menggiring ilusi Kapten Leo yang kukuh berpandangan bahwasanya mitos adalah sesuatu yang bersifat tidak logis menjelma menjadi sesuatu yang justru dirasakannya terjadi. Hal ini menjadikan Kapten sebagai seseorang manusia yang selalu berpikir secara logika dan menentang mitos terperangkap dalam konflik psikologis yang kompleks, yang kerap menekan batinnya sendiri.

Ia berada pada posisi tidak mempercayai mitos di tengah masyarakat sekitar bahkan orang terdekatnya Comol yang menganggap mitos menjadi sesuatu yang benar-benar hidup dan diyakini benar adanya. Hal inilah yang kemudian memperkuat daya ilusi Kapten sehingga logikanya yang menganggap sosok Leak "tidak ada" menjadi "ada". Kapten yang tersesat di antara logika dan ilusi yang dibangun oleh cerita-cerita Comol menggiring Kapten pada kondisi psikologi yang tidak pasti. Kekalutan Kapten untuk tidak mempercayai mitos semakin lama menggiring ilusinya untuk menghadirkan sesuatu yang "tidak ada" menjadi "ada". Konflik batin terjadi pada Kapten disinilah kemudian ketika kapten Leo telah merasa Lelah dengan apa yang ia rasakan, fikirkan, dan mencapai puncaknya kemudian menghabisi Comol meskipun dalam keadaan yang penuh dengan halusinasi. Ia menembaki Comol tanpa sadar bahwa itu adalah Comol.

Dalam drama Lautan Bernyanyi ini pada dasarnya mengungkapkan ketika kepercayaan masyarakat begitu kuat pasti akan dapat mempengaruhi orang-orang yang berada di dalam masyarakat tersebut meskipun mereka mencoba untuk menentangnya. Melalui Tokoh Kapten Leo sebagai tokoh sentral dalam drama ini banyak kritik terhadap tradisi dan kepercayaan terhadap mitos-mitos disampaikan oleh Putu Wijaya diantaranya dalam dialog Kapten Leo; 

"Alangkah teguhnya mereka menjalani keyakinannya. Adakah mereka lebih mempercayai dewa-dewa dan Leak itu daripada Tuhan?".

Sebagai pengarang Putu Wijaya sebagai dari masyarakat Bali sesungguhnya juga tidak memihak pada modernisme maupun tradisi dengan mitos-mitosnya meskipun pengarang banyak menyisipkan kritik-kritiknya terhadap budaya masyarakatnya. Putu Wijaya memahami bahwasanya mitos- mitos ini berkenaan dengan persoalan spiritual dan agama. Berhubungan dengan ketaatan terhadap sang pencipta (Dewa). Mitos-mitos yang diceritakan bukanlah sekedar cerita turun temurun tetapi hal sakral bagi masyarakat sehingga jika cerita-cerita ini tidak diindahkan akan membawa malapetaka sehingga mereka harus melakukan upacara sebagai doa untuk mengatasinya.

Dapat ditarik kesimpulan dari makna drama Lautan Bernyanyi ini bahwa ada seseorang yang selalu berpikir logika tidak ingin pikirannya terbantahkan oleh hal-hal yang tidak masuk akal dan tidak logis baginya seperti takhayul dan hal-hal mitos lainnya yang masih dipercaya oleh sebagian masyarakat . Meskipun konflik yang terjadi antara mitos masyarakat dengan pikiran modern saat ini masih berkembang di kalangan masyarakat Indonesia pada dasarnya lebih baik memegang teguh pendirian bahwa keyakinan saat ini mempercayai akan adanya Tuhan semesta alam, dengan begitu semua yang akan dilakukan akan jelas dan tertata tanpa adanya kebingungan dan kebimbangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun