Mohon tunggu...
Fadhel Fikri
Fadhel Fikri Mohon Tunggu... Penulis - Co-Founder Sophia Institute.

Co-Founder Sophia Institute Palu, serta pegiat filsafat dan sains.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hubungan Marxisme dan Agama

4 Agustus 2022   01:24 Diperbarui: 31 Desember 2023   09:57 728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Maka dari itu, jika kita melihat kritikan Karl Marx tentang agama, kita seharusnya sadar bahwa kritikan tersebut bukanlah ditujukan kepada keimanan terhadap agama, namun kepada praktik-praktik keagamaan yang dikontrol oleh para pemuka-pemuka agama yang membuat agama menjadi melenceng jauh dari makna sebenarnya, yaitu memberikan kedamaian, baik secara jasmani maupun ruhani.

Melawan Kapitalisme

Ajaran inti Karl Marx yang dituangakan dalam Komunisme adalah sikap anti terhadap Kapitalisme dan anti kelas-kelas sosial dalam ekonomi yang berlaku di masyarakat. Maka dari itu, salah satu impian Karl Marx bagaimana menciptakan kehidupan tanpa kelas, atau singkatnya: Keadilan sosial bagi seluruh masyarakat.

Kapitalis adalah mereka yang menguasai alat-alat produksi untuk kepentingan diri mereka sendiri dan menggunakan kuasa mereka atas alat-alat produksi tersebut untuk mengeksploitasi mereka yang tidak memilikinya (para buruh), hal inilah yang ditentang oleh Karl Marx dalam Komunismenya. Karena sistem Kapitalisme inilah mengapa sistem kelas dan tatanan sosial terbentuk, sehingga mereka yang memiliki alat-alat produksi (kaum kapitalis) berada di tataran kelas atas, dan mereka yang tidak memilikinya (kaum proletar/buruh) berada di tataran kelas bawah. Kaum proletar atau buruh inilah yang sering menjadi sasaran eksploitasi yang dilakukan oleh para kapitalis.

Tentu pandangan yang anti terhadap eksploitas manusia oleh manusia di atas sangat erat kaitannya dengan ajaran agama, wa bil khusus Islam. Dalam Islam, orang-orang yang tereksploitasi oleh kapitalisme disebut sebagai kaum Mustad'afin (kaum tertindas). Jika melihat lebih jauh, Islam juga sangat menetang keras sistem Kapitalisme ini. Jelas di dalam Al-Qur'an - terdapat banyak sekali ayat-ayat yang mengutuk orang-orang yang memperkaya dirinya sendiri dan mencari keuntungan dengan merugikan (baca: mengeksploitasi) orang lain.

Kehidupan Tanpa Kelas

Poin kedua yang terkandung dalam Komisme adalah bagaimana menciptakan kehidupan tanpa kelas. Beberapa teolog berpendapat bahwa makna tauhid adalah membuat semua umat manusia itu setara, tidak ada yang ditinggikan dan/atau menempatkan dirinya di atas orang lain, selain Allah SWT yang Maha Esa.

Ahmad Amin memberikan penafsirannya tentang kalimat Laa Ilaaha Illallah. Menurutnya, orang-orang yang berkeinginan memperbudak sesamanya berarti ingin menjadi Tuhan, padahal tidak ada Tuhan selain Allah; orang-orang yang berkeinginan menjadi tiran berarti ingin menjadi Tuhan, padahal tidak ada Tuhan selain Allah;  penguasa yang berkeinginan merendahkan rakyatnya berarti ingin menjadi Tuhan, padahal tidak ada Tuhan selain Allah. Kita menghargai setiap manusia apa pun keadaannya dan dari manapun asalnya, yang penting bisa menjadi saudara bagi sesamanya.

Demokrasi, sosialisme, dan keadilan sosial dalam makna yang sesungguhnya akan dan semakin berjaya karena mengajarkan persaudaraan, dan ini merupakan salah satu konsekuensi dari kalimat syahadat, tiada Tuhan selan Allah.

Keadilan

Poin ketiga, jika kehidupan tanpa kelas tercipta maka keadilan pun datang. Beberapa teolog dan ahli fiqih berpendapat bahwa, keadilan ekonomi, politik, dan sosial merupakan masalah pokok dalam ajaran Islam. Ibnu Taimiyah, seorang ahli hukum Islam, berpendapat dalam buku "Zia-ul-Haq" bahwa keadilan itu ada pada posisi sentral dalam ajaran Islam. Lebih jauh ia berpendapat bahwa kehidupan manusia di muka bumi akan lebih tertata dengan sistem yang berkeadilan, meskipun disertai oleh perbuatan dosa, dari pada dengan tirani (kekuasaan yang tidak adil) dari seorang yang alim.

Asghar Ali Engineer dalam bukunya "Islam dan Teologi Pembebasan," mendukung pandangan Ibnu Taimiyah di atas dengan beperdapat bahwa Allah SWT membenarkan negara yang berkeadilan meskipun harus dipimpin oleh seorang yang kafir, dan menolak negara yang tidak menjamin akan memberikan nilai-nilai keadilan meskipun negara itu dipimpin oleh seorang muslim. Ia juga menambahkan bahwa dunia akan bertahan dengan keadilan dan kekafiran, namun tidak dengan ketidakadilan dan Islam.

Tentu masih banyak hal lain yang berkaitan antara ajaran Karl Marx dan Komunismenya dengan ajaran Rasulullah SAW dalam Islam yang belum sempat saya jelaskan satu per satu dalam tulisan ini. Namun terlepas dari itu, sebenarnya ada banyak sekali tokoh-tokoh pergerakan Islam yang mendukung ajaran Karl Marx ini, di antaranya: Soekarno (Presiden pertama RI), Tan Malaka (Pahlawan Indonesia), Haji Misbach (Tokoh pergerakan SI merah), Ali Syariati, Asghar Ali, Hasan Hanafi, dan banyak lagi lainnya yang belum sempat saya jelaskan satu-persatu pandangan mereka terkait pembahasan ini.

Namun, yang jelas, dari uraian di atas kita dapat menyimpulkan bahwa ajaran Islam dan Komunisme Karl Marx sangat berkaitan erat, dan bagi Karl Marx sendiri, ia dan Komunismenya tidak pernah mendeklarasikan sistem yang anti terhadap agama. Narasi tentang "agama adalah candu" yang selalu dianggap sebagai akar dari pertentangan dua ajaran di atas haruslah menjadi pembacaan ulang bagi kita semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun