Mohon tunggu...
Fabiola Seconde
Fabiola Seconde Mohon Tunggu... pelajar

fasion

Selanjutnya

Tutup

Financial

Self Reward atau Boros

25 September 2025   05:35 Diperbarui: 25 September 2025   05:30 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.indianretailer.com/article/retail-business/retail-trends/how-both-malls-and-high-streets-are-emerging-winners

Istilah "konsumerisme berkedok self-reward" adalah cara untuk menggambarkan tren ketika seseorang membeli suatu barang untuk diri sendiri sebagai hadiah atau penghargaan, tetapi tanpa mereka sadari, hal itu menjadi pola konsumsi yang berlebihan dan kurang bijaksana. Banyak orang yang menjadikan self-reward sebagai pembenaran untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan, hal itu sering kali didorong oleh emosi atau pengaruh media sosial, bukan karena pertimbangan rasional. Contohnya adalah ketika seseorang tiba-tiba membeli tas baru hanya karena merasa "layak" mendapatkannya setelah hari yang melelahkan, tanpa mempertimbangkan apakah pembelian itu sesuai dengan anggaran dan juga kebutuhan. Perilaku ini, yang sering disebut pembelian impulsif, hal itu bisa menjadi cara melampiaskan stres atau kecemasan yang dikenal sebagai doom spending. Setelah efek dopamine rush dari pembelian itu hilang, masalah emosionalnya tetap ada, bahkan mungkin ditambah dengan penyesalan finansial.


Fenomena ini sering kali diperburuk oleh adanya media sosial, di mana kita dapar melihat orang lain memamerkan "hadiah untuk diri sendiri" mereka. Hal ini dapat memicu keinginan untuk melakukan hal yang sama, agar tidak ketinggalan atau terlihat sukses. Penting untuk membedakan antara self-reward yang sehat dan konsumerisme. Self-reward yang sehat bertujuan memberikan kebahagiaan dan motivasi tanpa membebani keuangan, misalnya dengan mengambil liburan sederhana atau menonton film favorite. Sementara itu, konsumerisme berkedok self-reward biasanya lebih didorong oleh emosi dan impulsif, yang pada akhirnya akan menyebabkan pengeluaran di luar kendali dan menimbulkan stres finansial baru. Oleh karena itu, penting untuk disadari bahwa memberikan hadiah untuk diri sendiri itu baik, tetapi tetap harus dilakukan dengan sadar dan bijak. Jangan sampai niat baik untuk menghargai diri sendiri justru berbalik menjadi bumerang yang merugikan kondisi finansial. Salah satu cara sederhana untuk mengendalikan hasrat belanja impulsif adalah dengan menerapkan aturan 48 jam, yaitu memberi jeda waktu dua hari sebelum membeli sesuatu. Sering kali, keinginan impulsif itu akan hilang dengan sendirinya setelah jeda tersebut. Selain itu, menyisihkan anggaran khusus untuk "dana self-reward" juga bisa membantu, karena kamu bisa memanjakan diri tanpa merasa bersalah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun