Mohon tunggu...
Franklin Towoliu
Franklin Towoliu Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang pemerhati masalah kehidupan

Penulis,fiksi,komik,freejournalist,perupa dan aktifis teater

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ekspedisi Ventira, Negeri Yang Hilang (36/Bag:5/ Jika Mendengus Itu Bukan Cinta))

16 Juni 2020   00:05 Diperbarui: 16 Juni 2020   00:17 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

 Eva tak bicara lagi, tapi langsung masuk lagi kedalam, meninggalkan Didin dan Baim yang langsung membereskan bale bambu yang tadi dipakai buat menaruh makanan. Sambil bekerja, pikiran mereka menerawang. Saat bersenda-gurau dan bercengkrama sudah selesai. Gurauan dan canda tawa sudah hilang tertelan waktu. Tak terasa, waktu keberangkatan ke Ventira semakin dekat. Perasaan kuatir dan takut kembali mencekam pikiran mereka masing-masing meski mereka tak mampu mengungkapkannya. Apa kira-kira yang akan terjadi nanti malam? Hati mereka bertanya galau.

 Apa yang dirasakan oleh Didin dan Baim tentu saja dirasakan juga oleh semua anggota tim yang lain, termasuk  Eva. Ya, Allah. Lindungilah kiranya kami nanti malam, pintanya dalam hati. Kerinduan pada ayah ibu, saudara dan kekasih membayang di benaknya, bercampur dengan rasa takut.  Ia pun berlinang air mata.

 Di jalan setapak, sambil memotret, pikiran Danish dan Burhan pun berkecamuk.

 "Apa kamu siap, Danish?"

 Danish menatap mata Burhan lekat. "Aku punya perasaan yang sama ketika meninggalkan halaman rumah untuk terbang ke wilayah konflik Sarajevo............................ Orang tuaku, mereka tak pernah tahu kalau kepergianku hari itu adalah ke daerah pusat perang yang .......... Dengan berdusta, aku telah membuat mereka mengijinkan ku." Nada bicara Danish sedikit bergetar. "Tapi seperti komitmen kita sebelum berangkat ke mari, Han. Kesiapan hatiku sudah lebih dari waktu kita meninggalkan Cengkareng.  Aku terlalu siap. 

 "Aku juga tak berbeda denganmu Danish." Aku Burhan. Dari sepasang mata elangnya yang terlihat oleh Danish, ia menangis. Tangannya yang tadinya sudah siap mengambil gambar nampak sedikit gemetaran.

 "Kamu menangis Han. Kamu takut?"  Tak tahan, Danish juga mulai berkaca-kaca.

 Sebelum mejawab, Burhan menarik nafasnya sangat dalam dan terkesan berat, lalu dengan jemarinya ia menghalau air bening yang terasa hangat dimatanya agar tidak jatuh ke baju. "Aku rindu keluargaku Danish. Sangat rindu. Seolah-olah aku tak akan bertemu mereka lagi. Dan Aku juga terharu dengan kehadiran mu dalam tim ini. Maafkan aku yang sudah melibatkanmu. Harusnya, harusnya aku tidak mengajakmu,  supaya jika sesuatu yang buruk terjadi, biar keluargaku saja yang kehilangan. Engkau terlalu baik dan tak layak untuk berakhir begitu saja di Ventira. itu yang membuat aku merasa takut dan menangis,"  

Bersambung...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun