Mohon tunggu...
Franklin Towoliu
Franklin Towoliu Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang pemerhati masalah kehidupan

Penulis,fiksi,komik,freejournalist,perupa dan aktifis teater

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Ekspedisi Ventira, Negeri yang Hilang (27)

1 Juni 2020   20:57 Diperbarui: 1 Juni 2020   22:00 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita/ilustrasi: Franklin Towoliu

Dari mana ia datang? Pak Hapri, Andy dan Pur kemungkin membatin sama adanya. Bukankah sebelumnya mereka hanya mendengar tentang wanita bernama Bunda Putri ini dari mulut orang-orang? Dan sekarang,,, ? Wanita itu sudah  ada didepan mereka. Duduk anggun dan sopan sambil memandang ke keluar, seolah ingin menelan langit dalam senyum magisnya dan tatapan setajam petir.

 Mereka dengan jelas dapat melihat wajah wanita itu. Ini waktu yang terang benderang. Maklum masih siang. Urat biru kecil pun bisa terlihat apalagi dilatari kulit sebersih kapas. Antara putih dan pucat.  Meski mendebarkan mereka tetap terusik untuk sedikit mengagumi wajah wanita yang begitu indah. Seindah kebeningan sebuah telaga di tengah hutan.

Nafas mereka seolah terhenti. Juga detak jantung. Semua  seperti terbang terbawa takjub. Sungguh... wajah abg wanita yang tiba-tiba muncul  di depan mereka itu sama sekali tak mewakili cerita yang beredar tentangnya. Tentang seorang wanita berusia ratusan tahun yang konon masih tetap hidup sebagai pengantara alam sekaligus sebagai utusan antar dimensi kehidupan. 

Sebuah keajaiban seperti baru terjadi di ruangan itu. Keajaiban untuk mereka tentu saja. Juga keajaiban yang berpadu sebuah karya cipta Tuhan yang merupakan keindahan. Semua itu menyaru dalam sosok Bunda Putri. Wanita berwajah bidadari meski berusia ratusan tahun.

Tak heran meski kehadirannya mencekam dan membawa rasa takut, Pak Hapri serta dua anggotanya tetap diam-diam memperhatikan tampilan wanita cantik bernama Bunda Putri  itu. Termasuk pakaian dan asesorisnya. 

Bayangan kalau mereka akan bertemu perempuan berjubah kerajaan, berkening tinggi dengan dagu terangkat serta tatapan merendahkan sirna seketika. Yang tersuguh di depan mata mereka malah figur seorang gadis foto model dengan pakaian gaun hitam modern dengan syal merah anggur melingkar di lehernya. Dua buah cincin dengan batu mulia yang sangat indah menghiasi jemari lentiknya. Juga kalung ganda serta beberapa gelang dipergelangan tangannya. Semua terlihat sebagai asesoris berbatu mulia yang sangat bernilai tinggi. Apalagi batu biru spectrum bernama batu petir yang menjadi buah kalung. Semua menopang penampilannya bak ratu yang berwibawa dan sangat feminim.

 "Itu Bunda Putri," ujar Irwan, berbisik kepada yang lain dengan suara nyaris tak terdengar.

 "Ayo, jangan sampai dipanggil duluan," Febri menyikut lengan Irwan. Lalu keduanya beringsut dari tempat duduk tanpa meninggalkan bunyi. Sambil membungkuk mereka berjalan pelan menemui wanita yang mereka sebut Bunda Putri itu.

 "Mohon diterima salam cinta dan pengabdian dari Irwan dan Febri, Bunda."   Berada sekitar 2 meter, Irwan baru menyalami Bunda Putrinya. Dibelakangnya, Febri juga membungkuk tanpa berani mengangkat kepala.

 "Mereka..."

 "Aku tahu, tak perlu dijelaskan." Suara bunda menggema keras ditelinga bahkan hingga ke Pak Hapri, Andi dan Pur. Padahal ia tak sedikitpun membuka mulutnya. Sepertinya ia berbicara dengan kemampuan penguasaan tenaga dalam yang sangat tinggi yang dikerahkan dan disalurkan oleh alam bawah sadar. Sekalipun orang tuli total tentu bisa mendengar perkataannya karena ia mengirim suara ke indera bagian dalam lawan bicara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun