Mohon tunggu...
Franklin Towoliu
Franklin Towoliu Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang pemerhati masalah kehidupan

Penulis,fiksi,komik,freejournalist,perupa dan aktifis teater

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Ekspedisi Ventira, Negeri yang Hilang (20)

7 Mei 2020   01:04 Diperbarui: 7 Mei 2020   00:54 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
cerita/ilustrasi: Franklin Towoliu

Satu jam kemudian. 

 Kepulan uap hangat dari gelas kopi Daniel dan Didin berbaur dengan asap rokok. Sudah setengah jam Didin dan Raiva bergabung di meja Daniel untuk membahas persiapan keberangkatan nanti malam.  Eva juga ada di situ. Hanya Rainy yang tampak duduk di meja tengah, sambil menunggu kedatangan pak Subhan. Pisang goreng yang dua kali disuguhkan sudah nyaris tandas. Itu berarti mereka menyukai penganan yang kerap disuguhkan bersama kopi itu.

cerita/ilustrasi: Franklin Towoliu
cerita/ilustrasi: Franklin Towoliu
Pengenalan tokoh I: Rainy

Di depan meja Rainy duduk seorang pria berbadan tinggi dan besar. warna kulitnya hitam legam dengan raut tegang dan tak bersahabat. Wajahnya mengingatkan Rainy pada Pur orang-orangnya pak Hapri yang tadi malam mengejutkan mereka. bedanya, pria didepannya ini lebih besar dan tanggung. 

Juga hidung dan sorot matanya yang bisa membuat siapa saja yang memandangnya bergidik. Tapi itu bagi orang lain, bukan untuk Rainy yang malah dengan berani balas menatap tajam sambil menyelidiki wajah lelaki itu kalau pernah bertemu sebelumnya

. Rainy merasa jengah dengan tatapan orang itu yang beberapa kali bukan hanya memandangi wajahnya tetapi juga seluruh tubuhnya. Ia mulai disusupi rasa muak karena menganggap lelaki itu sedang mengeksploitasi bentuk fisiknya. Entah seperti apa bentuk tubuhnya didalam pikiran lelaki itu. Ia merasa seperti sedang ditelanjangi.

 Meski marah, ia tak bisa berbuat apa-apa selain menyibukkan diri dengan novel Aghata Christy yang sejak tadi digelutinya. Ia kembali membeliak kepada pria itu. Didapatinya  sosok berwajah sangar dengan rambut kribo itu semakin liar melihat ke arahnya. Tangannya mengatup keras berusaha menahan marah. Padahal ia selama ini terkenal sangat sabar dan bisa mengendalikan diri. Hanya peristiwa ini mungkin keterlaluan baginya. 

 

cerita/ilustrasi: Franklin Towoliu
cerita/ilustrasi: Franklin Towoliu
Pengenalan Tokoh II. Raiva

Dalam keadaan memuncak itu ia ingat sesuatu. Ia ingat  perkataan ayahnya sebagai bekal baginya dalam bergaul.  'Kemarahan, sengketa, persoalan berat dan lain-lain, semuanya berasal dari dalam diri kita sendiri. Dari hati kita. Maka hati kita pula yang bisa mengendalikannya, apalagi jika itu sudah merasuk ke pikiran dan mulai meracuni kehendak kita.' 

 Nasehat ayahnya begitu dalam membekas di hatinya. Tak ayal, benih kemarahan yang sudah mulai tumbuh dalam hatinya serta merta menyusut seketika. Ia menutupkan matanya lalu memfokuskan diri barang beberapa detik. Berhasil. Ada seperti hembusan halus menjalar di dalam hatinya. Lalu sangat  jelas ia bisa mendengar setiap perkataan yang keluar dari mulut Daniel dan Didin. Bahkan ia seolah dapat mendengar dengusan nafas lelaki kurang sopan yang berada di depannya. Ini peajaran yang pernah ia dapat dalam latihan karate.

 Lalu ia membuka matanya dengan perlahan, mendapati pria itu tetap memperhatikan tubuhnya berulang-ulang dari wajah, ke bagian bawah, lalu sebaliknya. Anehnya kali ini dia dapat membendung amarahnya bahkan dapat pula menyunggingkan senyum ramah pada pria itu. Lewat senyuman, barangkali pria itu sadar dan berhenti memperlakukannya dengan tak sopan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun