Muncul kekhawatiran di publik akan kembalinya model kepemimpinan otoriter rezim orde baru lewat Revisi UU TNI. Bagaimana tidak, gagasan tersebut mencoba menarik kembali TNI ke dalam sosial-politik bahkan ekonomi-bisnis yang di masa orde baru terbukti tidak sejalan dengan prinsip dasar negara hukum dan supremasi sipil serta merusak kehidupan demokrasi. Militer merupakan "tulang punggung" rezim otoriter Soeharto yang hanya perlu bertanggung jawab kepada presiden, tanpa perlu memastikan akuntabilitas militer dan perlindungan hak sipil. Di masa orde baru, Indonesia mengalami periode pemerintahan otoriter yang ditopang oleh represi militer, di mana kebebasan politik dan hak asasi manusia di bawah kontrol militer. Oleh karenanya sejarah Indonesia mengenal adanya reformasi, yang salah satu amanatnya adalah mengembalikan militer ke barak dan tidak mencampuri urusan sipil. Â Â
Masifnya penolakan masyarakat terhadap Revisi UU TNI sejalan dengan kekhawatiran masyarakat akan dikhianatinya agenda reformasi. Agenda reformasi yang semestinya mendukung TNI menjadi tentara profesional sebagai alat pertahanan negara. Akan tetapi, pemerintahan periode pasca reformasi tampaknya masih bertindak setengah hati dalam mendorong reformasi militer lebih lanjut dan terkadang hanya melakukannya jika selaras dengan kepentingan politik mereka sendiri. Seperti yang dikatakan oleh Crouch dalam bukunya yang berjudul "Political Reform In Indonesia After Soeharto" Pasca reformasi, keberhasilan reformasi militer hanya terjadi pada pemisahan fungsi pertahanan dan keamanan, di mana fungsi pertahanan dipegang oleh TNI dan fungsi keamanan dipegang oleh Polri. Namun, perubahan tersebut belum secara signifikan mengonfigurasi ulang hubungan antara sipil dengan militer.
Reformasi TNI masih menjadi tantangan berat bagi pemerintahan pasca reformasi. Menyusul bergulirnya pembahasan Revisi Undang-Undang No.34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) semakin mempertegas kegamangan pemerintahan pasca reformasi yang tidak mampu memaksakan agenda reformasi kepada militer, meski reformasi tersebut begitu krusial bagi terciptanya iklim demokrasi yang baik. Akan tetapi, demokrasi hanya dibayangkan secara pragmatis sebagai sebuah prinsip legitimasi dan kekuatan bagi kekuasaan dalam membangun negara dan bangsa, sehingga demokrasi biasanya hanya dikaitkan dengan parlemen dan partai politik, tanggung jawab kabinet, serta pemilihan umum. Namun, demokrasi sangat jarang diasosiasikan dengan dasar penerapan sistem hukum konstitusional seperti hak individu, kekuasaan mayoritas dan hak minoritas, serta oposisi yang terlembaga.
Selain memperlemah profesionalisme militer, Revisi UU TNI juga akan mengancam kebebasan sipil dan demokrasi. Dalam sebuah negara demokrasi, supremasi sipil adalah prinsip yang tidak bisa ditawar. Revisi UU TNI membuka potensi bagi prajurit militer aktif untuk terlibat jauh ke dalam ranah sipil. Hal tersebut tentu saja bertentangan dengan prinsip dasar supremasi sipil yang seharusnya menjadi dasar bagi negara demokratis. Karena ketika militer masuk ke dalam jabatan publik, mereka cenderung membawa budaya hierarki komando ke dalam sistem pemerintahan yang seharusnya demokratis dan partisipatif. Dalam buku yang berjudul "How Democracies Die" Levitsky & Ziblatt menulis bahwa demokrasi adalah sebuah pekerjaan yang berat, tidak seperti bisnis atau tentara yang bisa diperintah secara sepihak, demokrasi butuh partisipasi, perundingan dan kompromi. Hambatan tak bisa dielakkan, kemenangan tak selalu sempurna. Mereka juga harus menanggung banyaknya kritik. Banyak yang menjadi frustrasi karena batasan-batasan itu, akan tetapi seseorang yang demokratis tahu harus menerimanya. Â Â
Di akhir tulisan ini, penulis ingin mengajak kawan-kawan semua untuk menolak Revisi UU TNI Sejak Dalam Pikiran dengan satu alasan saja; karena militer diberikan hak oleh negara untuk memegang senjata. Oleh karena itu kelompok yang diberikan wewenang untuk mengendalikan dan mendominasi alat-alat kekerasan negara TIDAK BOLEH mencampuri kehidupan sipil. Mengapa begitu? Karena senjata tidak bisa diajak berdebat, berdialog, dan bertukar pikiran.Â
#TolakRUUTNI Â #KembalikanTNIkeBarakÂ
Penolakan Masyarakat Sipil terhadap RUU TNI (sumber: KontraS)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI