Ya Tuhan …, harusnya aku bersyukur, langkahku tidak terhenti di usia kedua belas setengah tahun!
Duhai kakakku Kartini, lega rasanya hati ini telah bisa mencurahkan isi hati. Apalagi mengingat kata-katamu ini.
“Siapa yang melihat atau menduga dahsyatnya pergolakan yang menggelora dalam batin gadis remaja ini? Tidak ada seorangpun yang dapat menduganya. Ia menderita seorang diri. Tidak ada orang tua atau saudara yang menduga apa yang bergolak dalam hatinya, dan memberi simpatinya kepadanya. Di manakah ia akan dapat meletakkan kepalanya yang capek ini dan melepaskan tangis kesedihannya?”
“Memang suatu pekerjaan yang seolah-olah tak mungkin dapat dikerjakan! Tetapi siapa tidak berani, takkan menang! Itulah semboyanku. Maka ayo maju! Bertekad saja untuk mencoba semua! Siapa nekad, mendapat tiga perempat dari dunia!”
Aku lebih beruntung daripada gadis yang Kauceritakan. Masih panjang perjalanan karierku.
Kakandaku Kartini, aku harus mengakhiri suratku. Semoga pada sisa waktu berkarierku, aku bisa melaksanakan semboyanmu: siapa tidak berani, takkan menang! Semoga aku berani menghalau kegundahanku, semoga aku berani menghapus kehampaan hidupku. Aku harus bisa datang tepat waktu. Aku harus bisa menulis tulisan bermutu. Aku harus sehat, seperti kata-katamu dulu.
Peluk cium adindamu,
Exti Budihastuti
… dan the Beatles pun mengakhiri lagunya.
(But still they lead me back to the long winding road
You left me standing here, a long long time ago
Don't keep me waiting here (Don't keep me wait), lead me to your door
Yeah, yeah, yeah, yeah)
Sumber bacaan: