Mohon tunggu...
EVRIDUS MANGUNG
EVRIDUS MANGUNG Mohon Tunggu... GURU - PENCARI MAKNA

Berjalan terus karena masih diijinkan untuk hidup. Sambil mengambil makna dari setiap cerita. Bisikkan padaku bila ada kata yang salah dalam perjalanan ini. Tetapi adakah kata yang salah? Ataukah pikiran kita yang membuat kata jadi serba salah?

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Larangan Diskriminasi Usia Terbit, Tapi PPPK Masih Warga Kelas Dua di Seleksi PNS?

31 Mei 2025   05:36 Diperbarui: 31 Mei 2025   05:41 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Diskriminasi Usia Dalam Seleksi CPNS

Bayangkan sebuah sekolah yang menerima siswa baru dengan kriteria usia maksimal 18 tahun. Namun, ada siswa lama yang sudah belajar bertahun-tahun di sekolah itu, tapi saat ujian kenaikan kelas, siswa lama ini dibatasi usianya tidak boleh lebih dari 16 tahun. Apakah ini adil? Bukankah siswa lama, yang sudah berkontribusi dan berpengalaman, harusnya mendapatkan prioritas atau paling tidak kesempatan yang setara?

Itulah yang dialami PPPK dalam seleksi CPNS. Mereka telah "bersekolah" dan bekerja lama, tapi tetap dianggap sebagai "siswa baru" dengan aturan usia yang lebih ketat dan perlakuan yang berbeda.

Diskriminasi usia yang terjadi terhadap PPPK bukan hanya soal angka semata, tapi lebih kepada pengakuan atas pengalaman dan hak yang seharusnya mereka peroleh sebagai bagian dari ASN.

Dampak Diskriminasi Usia pada PPPK dan Pelayanan Publik

Apa dampak jika diskriminasi usia terhadap PPPK ini dibiarkan terus berlangsung?

Pertama, potensi sumber daya manusia berpengalaman yang sudah mengabdi justru terbuang sia-sia. PPPK yang berkompeten dan sudah membuktikan diri tidak mendapatkan kesempatan naik kelas hanya karena aturan usia yang kaku.

Kedua, motivasi dan semangat kerja PPPK menurun. Jika kesempatan untuk menjadi ASN dianggap tertutup atau tidak setara, siapa yang tidak merasa kecil hati? Ini dapat mempengaruhi kualitas pelayanan publik secara keseluruhan.

Ketiga, ketimpangan sosial dan ketidakadilan yang makin melebar. PPPK yang berasal dari latar belakang sosial ekonomi yang beragam akan semakin sulit untuk meraih kesejahteraan dan stabilitas kerja, yang justru menjadi tujuan dari pengangkatan ASN.

Refleksi: Haruskah PPPK Tetap Diperlakukan Seperti Ini?

Membaca fakta dan kenyataan ini, kita patut bertanya: Haruskah PPPK terus diperlakukan sebagai warga kelas dua? Apakah tujuan pemerintah dalam menghapus diskriminasi usia dalam seleksi CPNS sudah benar-benar tercapai?

Mungkin sebagian akan berargumen bahwa aturan usia memang penting untuk menjaga regenerasi dan kualitas ASN. Tapi, apakah kualitas itu selalu diukur dari usia? Bukankah pengalaman dan dedikasi kerja sama pentingnya?

Mengapa kita harus memilih antara usia dan pengalaman? Bukankah keduanya bisa disinergikan untuk menghasilkan ASN yang terbaik?

Alternatif Solusi: Membangun Sistem Seleksi yang Lebih Adil

Untuk mengatasi ketimpangan ini, ada beberapa solusi yang layak dipertimbangkan:

1. Peninjauan Batas Usia bagi PPPK
Aturan batas usia bagi PPPK dalam seleksi CPNS perlu disesuaikan dengan prinsip non-diskriminasi. Jika PPPK sudah berkontribusi dan berpengalaman, batas usia sebaiknya lebih longgar atau bahkan fleksibel.

2. Pengakuan Pengalaman Kerja PPPK sebagai Nilai Tambah
Pengalaman kerja PPPK harus diakui secara eksplisit dalam proses seleksi. Ini bukan hanya soal keadilan, tapi juga efisiensi negara dalam memanfaatkan sumber daya manusia yang sudah ada.

3. Proses Seleksi yang Transparan dan Terbuka
Pemerintah perlu memastikan proses seleksi CPNS untuk PPPK berlangsung transparan, adil, dan tanpa diskriminasi terselubung. Pendampingan dan sosialisasi juga penting agar PPPK memahami dan bisa memenuhi persyaratan.

4. Penguatan Regulasi dan Pengawasan
Pengawasan ketat terhadap pelaksanaan seleksi CPNS, terutama bagi PPPK, harus ditegakkan. Jika ada aturan diskriminatif, segera diidentifikasi dan diperbaiki.


Menutup dengan Pertanyaan yang Menggelitik

Pada akhirnya, pertanyaan yang perlu kita renungkan bersama: Apakah kita sudah benar-benar menegakkan prinsip keadilan dan non-diskriminasi dalam pengangkatan PNS? Ataukah PPPK masih dianggap sebagai "warga kelas dua" yang layak diperlakukan berbeda?

Jika kita ingin membangun birokrasi yang inklusif dan berkeadilan, sudah saatnya kita melihat PPPK bukan sebagai kelompok yang terpinggirkan, melainkan sebagai bagian integral dari transformasi ASN ke depan.

Sudahkah kita memberi ruang yang layak bagi mereka untuk naik kelas? Atau kita tetap memilih aturan yang mengerdilkan potensi bangsa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun