Di tengah arus cepat perubahan zaman, tantangan orang tua dalam mendidik anak semakin kompleks.Â
Anak-anak tumbuh dalam lingkungan digital yang penuh distraksi, yang sering membuat mereka sulit fokus, cenderung menjadi picky eater, atau bahkan bergantung pada gawai untuk sekadar makan.Â
Pertanyaan yang muncul adalah: Apakah pola asuh yang tegas dan disiplin, seperti "Parenting VOC", masih relevan diterapkan pada anak zaman sekarang?
Parenting VOC merujuk pada gaya pengasuhan otoriter yang menekankan kedisiplinan ketat, aturan yang tak tergoyahkan, dan kontrol penuh orang tua. Metafora ini terinspirasi dari sejarah Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), yang dikenal dengan dominasi dan kekuasaan absolutnya. Namun, apakah gaya pengasuhan ini masih efektif di zaman yang serba cepat dan penuh tantangan ini? Inilah yang menjadi pertanyaan besar yang ingin saya bahas dalam tulisan ini.
Melalui analisis wacana kritis, saya akan mengajak pembaca untuk menggali apakah Parenting VOC adalah solusi untuk pengasuhan masa kini atau justru perlu disesuaikan dengan konteks sosial anak-anak di era digital. Saya juga akan berbagi pengalaman pribadi serta pendekatan alternatif yang lebih kontekstual dan humanis dalam mengasuh anak.
Menelusuri Makna "Parenting VOC"
Istilah Parenting VOC sarat dengan makna simbolik. VOC, sebagai kongsi dagang Belanda, menggambarkan kekuasaan dan dominasi yang menekan wilayah jajahannya, termasuk Nusantara. Ketika dipinjam untuk menggambarkan pola asuh, makna ini menunjukkan gaya pengasuhan yang keras, otoriter, dan minim kompromi.
Secara psikologis, pola asuh ini identik dengan authoritarian parenting, yang menuntut kepatuhan mutlak dari anak tanpa ruang untuk diskusi atau negosiasi. Ciri-cirinya meliputi aturan yang ketat, ekspektasi tinggi, hukuman sebagai bentuk koreksi, dan kontrol penuh oleh orang tua atas anak.
Namun, menggunakan metafora VOC tidak hanya menyoroti ketegasan. Ini juga membawa nuansa dominasi satu arah yang berakar pada logika penjajahan di mana yang lebih kuat memaksakan kehendak pada yang lebih lemah. Dalam konteks keluarga, ini memunculkan pertanyaan: apakah pola dominasi seperti ini masih relevan dalam membangun hubungan orang tua-anak yang idealnya penuh kasih sayang dan saling pengertian?
Dengan demikian, "Parenting VOC" bukan sekadar istilah kreatif, tetapi juga kritik terhadap gaya pengasuhan yang kaku dan tidak adaptif terhadap zaman.
Analisis Wacana
Untuk memahami lebih dalam, kita perlu menggunakan pendekatan analisis wacana kritis. Istilah "Parenting VOC" digunakan dengan cerdas dan provokatif. Ia tidak menyatakan bahwa pola asuh otoriter itu baik atau buruk. Sebaliknya, ia mengajak kita untuk berpikir kritis melalui pertanyaan retoris:
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!