Mohon tunggu...
EVRIDUS MANGUNG
EVRIDUS MANGUNG Mohon Tunggu... Lainnya - Pencari Makna

Berjalan terus karena masih diijinkan untuk hidup. Sambil mengambil makna dari setiap cerita. Bisikkan padaku bila ada kata yang salah dalam perjalanan ini. Tetapi adakah kata yang salah? Ataukah pikiran kita yang membuat kata jadi serba salah?

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyikapi Kekerasan Gender

10 April 2024   07:09 Diperbarui: 12 April 2024   23:04 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penganiayaan. (KOMPAS.com/LAKSONO HARI W)

Kekerasan fisik sebagai cara menyelesaikan konflik menunjukkan bahwa individu tersebut gagal dalam mengendalikan emosinya dan menggunakan kekerasan sebagai alat untuk menunjukkan dominasi atau memperoleh kepuasan atas ketidakpuasannya. Dalam situasi apapun, menggunakan kekerasan fisik untuk menyelesaikan perbedaan pendapat atau konflik adalah tindakan yang sangat tidak bermartabat.

Penyelesaian konflik yang lebih baik dan lebih bermartabat seharusnya dicari melalui dialog yang terbuka, pengertian, dan resolusi masalah yang dilakukan dengan damai. Melalui dialog, individu dapat mencoba memahami sudut pandang satu sama lain, mencari solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak, dan membangun hubungan yang lebih baik di masa depan.

Selain itu, jika konflik tidak dapat diselesaikan secara damai, langkah berikutnya adalah melalui jalur hukum yang sesuai. Hal ini memastikan bahwa keadilan ditegakkan tanpa menggunakan kekerasan atau tindakan yang melanggar hak asasi manusia. Penggunaan kekerasan fisik sebagai alat penyelesaian konflik tidak hanya merugikan individu yang menjadi korban, tetapi juga merusak keharmonisan dan kedamaian dalam masyarakat secara keseluruhan.

Dalam konteks kasus ini, tindakan pria tersebut jelas tidak dapat dibenarkan. Penyelesaian konflik harus dilakukan dengan cara yang lebih bermartabat dan sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan.

Perlindungan terhadap Korban Kekerasan

Perlindungan terhadap korban kekerasan, terutama dalam konteks ini seorang wanita, adalah suatu kewajiban moral yang tak terbantahkan bagi setiap individu dan institusi dalam masyarakat. Dalam kasus kekerasan fisik yang terjadi di restoran cepat saji di Kendari, Sulawesi Utara, perlindungan terhadap korban, yang dalam hal ini adalah wanita berinisial IS, menjadi prioritas yang tak terbantahkan.

Pemerintah dan lembaga penegak hukum memiliki tanggung jawab besar untuk bertindak secara tegas demi memastikan bahwa korban mendapatkan perlindungan dan keadilan yang layak. Ini mencakup penanganan kasus secara cepat dan efisien, serta penegakan hukum yang adil terhadap pelaku kekerasan.

Perlindungan terhadap korban kekerasan juga melibatkan pemberian dukungan emosional, psikologis, dan sosial yang memadai bagi korban. Mereka harus merasa aman dan didukung dalam proses pemulihan dari trauma yang mereka alami. Ini melibatkan pelayanan kesehatan mental, konseling, dan dukungan dari keluarga serta masyarakat secara luas.

Selain itu, upaya preventif juga sangat penting dalam melindungi korban kekerasan di masa depan. Hal ini termasuk pendidikan masyarakat tentang pentingnya menghormati hak asasi manusia, mengenal tanda-tanda kekerasan, serta mempromosikan kesetaraan gender dan penyelesaian konflik secara damai.

Dalam kasus konkret ini, kepolisian harus melakukan penyelidikan yang menyeluruh dan memastikan bahwa pelaku kekerasan, dalam hal ini pria berinisial FHT, dihadapkan pada proses hukum yang adil dan tegas sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hukuman yang diberikan haruslah sejalan dengan keberatan kejahatan yang dilakukannya, sekaligus memberikan pesan yang jelas bahwa kekerasan tidak akan ditoleransi dalam masyarakat. Dengan demikian, perlindungan terhadap korban kekerasan tidak hanya merupakan kewajiban moral, tetapi juga merupakan fondasi utama dalam menciptakan masyarakat yang adil dan beradab.

Hak Asasi Manusia

Hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada setiap individu, tanpa pandang jenis kelamin, ras, agama, atau latar belakang lainnya. Dalam konteks kasus kekerasan yang terjadi di restoran cepat saji di Kendari, Sulawesi Utara, tindakan pria terhadap wanita tersebut adalah sebuah pelanggaran yang serius terhadap hak asasi manusia, terutama hak wanita untuk hidup bebas dari kekerasan dan diskriminasi.

Setiap individu, termasuk wanita, memiliki hak untuk hidup tanpa takut akan kekerasan atau perlakuan kasar dari orang lain. Hak ini merupakan hak yang mendasar dan tak terpisahkan dari martabat manusia. Tidak ada alasan atau justifikasi apapun yang dapat melegitimasi tindakan kekerasan atau diskriminasi terhadap siapapun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun