Mohon tunggu...
Romeyn Perdana Putra
Romeyn Perdana Putra Mohon Tunggu... Dosen - Keterangan Profil

Peneliti PNS Dosen Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bangsa Berbahan Bakar Sakit Hati

29 Januari 2016   00:33 Diperbarui: 29 Januari 2016   00:42 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Faisal Basri dalam kalimat tulisannya acap menyisipkan kata sesat pikir. Mencoba untuk memahami makna “sesat pikir” dimaksud adalah pemikiran membasi tapi tetap berlaku dan dianggap paling bener dan gemah lestari hingga akhir nanti. Ada beberapa diskusi atau pemikiran terlintas terkait menuju “Indonesia Updated Version”. Semua software dan aplikasi operating system dimanapun dibuatnya bila tidak ada update apps akan tergerus oleh bug dan konco-konconya, demikian seorang kutu komputer mengajari pengetahuan dasarnya.

Indonesia memiliki banyak software aplikasi menyertai perjalanan hidup berbangsa, bernegara dan bermasyarakatnya. Semua perlu update, kalo om Rheinald Kasali tetap kekeuh menggunakan kata Change, yang bagi sebagian suku di Indonesia terbaca ceng. Kalau personal dikagumi saya terkait selalu updated adalah Om Pray “tentara tua tak pernah padam”. Luas sekali memang update-nya satu bangsa bila kita bahas semua. Tulisan ini ingin berbagi update budaya dan sosial ekonominya saja. Kalau masalah update politik, hukum dan semestanya penulis sudah angkat tangan, yang budaya saja tergolong isinya #kayakorangbener aja kok kata  Bang Bahrudin.

Begini ceritanya, saya diceramahi oleh seorang mamah, karena kelakuan sewot tiada pelampiasan kepada pelayanan sebuah institusi lokal berkelas dunia. “Lebih baik berkata-kata yang baik atau kalau tidak diam” demikian Mamah yang tidak Dedeh ini mengutip, dengan catatan kaki: “ini juga berlaku buat saya” imbuhnya. Lalu saya teringat kalimat meme dengan wajah Gunawan Muhamad dengan tajuk kurang lebih menyatakan—maaf seingatnya ya: “dijaman penuh fitnah dan tak menentu, diam saja tidak membawa manfaat”(sudah saya cari kemana-mana gak ketemu kutipan itu-maaf pen). Lalu terlintas dibenak seorang Ahok dengan kata-kata pedas dan jelasnya, namun membawa “benar pikir”, berwajah “ceng” dan update.

Jaman dimana pencitraan dan output adalah panglima, perlu dibuatkan strategi update sosial budaya Indonesia. Kalau 18 tahun lalu, maka akan dibuatkan tema pembangunan nasional bertajuk: “DENGAN SAKIT HATI KITA SUKSESKAN PEMBANGUNAN REPELITA KE SEMBILAN RATUS SATU NASIONAL DALAM KERANGKA MANUSIA INDONESIA SEUTUHNYA”. Bukan sinis ya terhadap pembangunan nasional era lampau, beliau dalam satu seminar di Frankfurt saya bela habis-habisan kok, hingga seorang Doktor kelahiran Belanda (beristrikan urang Bandung dan Indonesianis) meninggalkan ruang presentasi karena saya tetap menempatkan presiden itu sebagai bagian dari perjalanan sejarah bangsa dan salah satu pemimpin kami (bela saya). Si Doktor muda sewot, dia memang akademisi kekhususan korban jiwa jaman peralihan orla ke orba...skip—skip lah soal itu....(tanpa bermaksud mengecilkan korban jatuh pada saat itu, biar tulisan ini sedikit drama korea lah) 

Judul diatas memang sensasional, beg.....nohok uluhati pemirsa! Jadi alur pikirnya begini; saya kuatir format ulang harddisk penyimpanan memori negara ini kembali kepada format ulang ala tempo doeloe, jangan. Perlu di terima tulisan ini dengan sedikit sekali menggunakan kalimat-kalimat pakar dan cerdik pandai, tulisan ini bahasanya ndeso tidak berkelas, sedikit sekali menyentuh terminologi antropologi, sosiologi apalagi arkeologi. Saya akan membawa anda mendalami perjalanan sakit hati namun membangun, mencerahkan, menuju tepat pikir dan membawa kebaikan walaupun berbicara tidak baik (seperti wejangan diatas sebelumnya).

Contoh satu: pemimpin yang apapun agamanya, apapun rasnya, darimanapun asalnya dia cuma punya satu modal: niat baik. Sehingga seorang Prof Sahetapy di ILC menyatakan pernyataan kontroversial sehingga ia tidak muncul lagi di meja para cendekia itu beberapa episode ini. Tidak kurang dipirsa dilayar youtube atau di televisi sepak terjang pemimpin bacot kurang bertata krama tersebut. Namun apalah daya bergeraknya roda karatan itu dilumasi dengan kalimat tidak baik itu. Memang pada beberapa kasus anda perlu bermanis-manis dan senyum-senyum saja, berkata-kata manis penuh gejala diabetes. Tapi pare yang bentuknya mirip alat kelamin bertotol dan rasanya pahit malah bisa menjadi panacea kemacetan birokrasi pemerintahan daerah (dan saya tak perlu merinci nama pemimpin itu, takut terjebak partisan dan segala turunan beroknya). Cukup contoh satu ini disimpul dengan: kata-kata baik sopan bertata krama dalam beberapa kasus belum tentu cukup membawa angin segar perubahan.

Contoh dua: seorang kawan seiring dengan bobot badan yang sebelas duabelas dengan saya kini, dulunya sama-sama berbadan kurus tirus bak cabe-cabean dengan pipi kempotnya. Terlahir dari keluarga petani, karena desakan ekonomi sang bapak mengirimkan si Ragil ini ke kota dan bersekolah disana. Dirumah pamannya Ragil tumbuh menjadi ujang rumah dan pada pagi hari hingga siang bersekolah menengah. Dengan segala kekurangan dan kelebihannya ia mencoba hidup dari berbagai kesulitan sebagai anak pisang dirumah saudara ayahnya walaupun bukan anak kandung. Tentu perlakuan dan pemenuhan  kebutuhannya akan berbeda dengan sepupu-sepupunya. Pola pengasuhan seperti ini sudah lama ditinggalkan kini, jarang ada keluarga kini merelakan anak kandungnya diasuh oleh paman atau bibi.

Sang paman membeli komputer baru saat itu, dengan maksud memperkenalkan teknologi tepat guna bagi isi rumah. Satu perkataan muncul bukan dalam hardikan mungkin, mungkin saja berupa anjuran keras agar komputer itu jangan sampai rusak, atau salah pakai, Ragil menerima kalimat itu sebagai larangan. Ketika ia mencoba memuaskan rasa ingin tahu besarnya pada produk ajaib abad itu, dan memijit satu tombol di komputer itu. Dia dimarahi, kata-kata tidak baik meluncur padanya menghujam hatinya, merusak tatanan sanubarinya. Hingga dalam sakit hati ia berharap kelak ia akan mempunyai komputer tercanggih pernah dibuat manusia.

Cita-citanya terkabul, kini ia adalah pengguna setia produk buah-buahan keluaran om Steve Jobs si “raja diterminasi” itu. Dan ia terikat dengan komputer bila bekerja, tidak lagi bergantung pada lahan taninya di kampung. Lulusan universitas terkemuka di Jogja dan seorang nan santun bekerja. Bila saja hatinya tidak sakit waktu itu maka ia mungkin macul disawah imbuhnya. (disarikan dari pembicaraan ngalor ngidul wetan di sebuah bar daerah Solo kala pemerintah mencabut perijinan penjualan bebas miras-jadi kalo dibilang cerita ini cerita orang mabuk bisa dianulir-- Diceritakan dalam kondisi normal jauh dari moke, ciyu, tuak, jekdi, dan kawan-kawannya) .

Kembali kepada tema pembangunan nasional ala tempo doeloe, sudahlah, biarkan jonru berbicara dalam porsi ketidakstabilannya, biarkan semua menciptakan bunyi-bunyian mereka. Jangan minta semua orang pintar bermain gitar, biarkan belajar harmonika dengan nada-nada falseto nya, silahkan gebuk drum hingga tangan itu mencipta ritma bermakna. Sakit telinga anda saat ini adalah irama hati yang terpenuhi kelak.

Negara ini berbahan bakar sakit hati, karena sakit hatilah membakar dan membangun peradaban, layaknya sakit hati sangkuriang menendang kapal besar hingga terbentuk gunung dan dam besar. Sakit hatinya Bandung Bondowoso membangun ribuan candi namun dibohongi pujaan hatinya. Tidakkah kita bercermin kepada fabel dan cerita dongeng tetua kita dulu, walaupun tidak bisa dikatakan bapak ibu buyut kita Adam dan Hawa terjungkal dari surga karena mengkel hatinya dilarang menikmati buah khuldi? Eh buset lebahay gue........

KarangMalang-Jogja 29/01

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun