Mohon tunggu...
Evelyn Gabriella Suliantoro
Evelyn Gabriella Suliantoro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Seorang gadis penyuka matcha dan senja Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ketahanan Pangan: Dimensi, Faktor, dan Strategi

9 Desember 2022   21:28 Diperbarui: 9 Desember 2022   22:04 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah terlintas dalam benak kita apa jadinya bila suatu saat terjadi krisis pangan dan semua orang akan seperti berada di medan perang untuk memperebutkan makanan? Bayangkan saja, setiap orang akan berusaha menimbun bahan pangan sebanyak mungkin tanpa mempedulikan kondisi yang lain. 

Pertanyaan yang mungkin timbul dari kondisi tersebut bukan lagi "Hari ini hendak makan apa ya?", melainkan lebih ke arah "Hari ini bagaimana caranya ya supaya kita bisa makan?" Dari sini dapat terlihat jelas bahwa pangan merupakan salah satu aspek penting yang dibutuhkan semua makhluk hidup dalam setiap zaman. Bahkan, masalah pangan dapat disebut sebagai efek domino yang dapat menyebabkan masalah-masalah lain di berbagai bidang. 

Artikel yang saya tulis hari ini bersumber dari salah satu kursus Kognisi.id yang saya ambil dengan Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, Bapak Dr. Eko Hari Purnomo, M.Sc, sebagai pembicara. 

Apa kata pertama yang terpikir oleh kita saat mendengar mengenai ketahanan pangan? Banyak dari kita yang sering mendengar istilah ini tetapi belum sampai pada titik pemahaman yang baik tentang ketahanan pangan dan faktor-faktor yang menyertainya. Saat saya pertama kali mendengar istilah tersebut saat masih duduk di bangku SMP, yang terpikirkan oleh saya adalah pangan anti krisis. Namun, benarkah pengertian ketahanan pangan hanya sebatas itu?

Menurut World Food Summit tahun 1996, ketahanan pangan disebut tercapai apabila semua orang tanpa terkecuali memiliki akses fisik dan ekonomi ke makanan yang cukup, aman, dan bergizi untuk memenuhi kebutuhan makanan dan preferensi makanan untuk hidup sehat. Jadi, yang perlu digarisbawahi adalah kuantitas makanan yang melimpah belum dapat dikatakan sebagai ketahanan pangan apabila tidak disertai dengan kemudahan akses bagi setiap individu. Saya berikan contoh ilustrasi sederhana. 

Misalnya, di suatu negara, produksi beras selalu melimpah di setiap tahun dengan rata-rata distribusi harian dua kilogram per orang ditambah dengan angka ekspor yang cukup tinggi ke beberapa negara. Kita tidak dapat langsung mengatakan bahwa negara tersebut memiliki ketahanan pangan yang baik karena masih ada kemungkinan bahwa akses terhadap pangan tersebut belum merata. Ada kemungkinan keterbatasan akses karena jalan yang menjadi akses utama distribusi mengalami kerusakan sehingga ada wilayah yang tidak dapat mengakses komoditas.

Ada pula kemungkinan keterbatasan ekonomi akibat kesenjangan yang terjadi sehingga beberapa orang tidak dapat membeli komoditas. Akibat dari dua hal tersebut tentunya kebutuhan pangan masyarakat tidak terpenuhi secara merata sehingga untuk wilayah yang tidak memiliki aksesibilitas yang baik dimungkinkan dapat mengalami krisis kelaparan ataupun gizi buruk. Selain aksesibilitas yang baik, ketahanan pangan juga berhubungan erat dengan kualitas dan preferensi pangan setiap orang contohnya keamanan pangan menurut keyakinan yang dianut. 

Setidaknya ada empat dimensi dalam ketahanan pangan yaitu food availability, food access, utilization, dan stability.  Dimulai dari ketersediaan pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan setiap orang. Maka dari itu, diperlukan food supply yang memadai baik dari produksi domestik maupun dari kegiatan impor dengan kemudahan akses yang merata bagi setiap orang. Food availability tidak hanya menekankan jumlah atau kuantitas tetapi juga  kualitas produk pangan yang baik. Beralih ke food access, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor lain seperti pemerataan pembangunan, kondisi geografis suatu negara, dan lain sebagainya. 

Mari kita ambil contoh Indonesia sebagai negara kepulauan. Jumlah pulau yang sangat banyak tersebut menjadi tantangan tersendiri dalam aksesibilitas suatu produk pangan. Misalnya, ketika produksi beras memenuhi kebutuhan untuk Pulau Jawa, kita harus bisa memastikan pemerataan distribusi beras tersebut sehingga mudah diakses untuk pulau-pulau lain dari Sabang sampai Merauke.  Tidak hanya akses fisik, kita juga perlu mempertimbangkan akses ekonominya juga.

Contohnya, Pulau Jawa sebagai salah satu penghasil beras terbesar tetapi di beberapa wilayah terdapat masyarakat yang masih berada pada garis kemiskinan sehingga walaupun akses terhadap komoditas tersebut sudah tersedia di pasar terdekat, mereka tetap tidak dapat membeli beras tersebut karena tidak memiliki cukup biaya. Dimensi selanjutnya adalah pemanfaatan dimana pengetahuan tentang nutrisi yang baik sangat penting untuk dimiliki setiap individu. Memiliki akses dan kondisi ekonomi yang baik tidaklah cukup apabila kita tidak dapat mengoptimalkan sumber daya yang kita miliki dengan baik dan bijaksana. 

Contohnya, pada beberapa kasus gizi buruk dapat kita temukan  bahwa sebenarnya orang tersebut sudah memiliki kemudahan akses dan biaya. Akan tetapi, karena minimnya pengetahuan dan kebiasaan gaya hidup contohnya seperti mengonsumsi fast food secara berlebihan sehingga mengabaikan kebutuhan nutrisi harian tubuh, orang tersebut mengalami obesitas sebagai bagian dari malnutrisi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun