Mohon tunggu...
Evander Nathanael Ginting
Evander Nathanael Ginting Mohon Tunggu... Pengacara - Gadjah Mada University

Rationalist

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pembuktian di Balik Kasus Jessica Wongso

4 Oktober 2023   01:33 Diperbarui: 4 Oktober 2023   20:03 1263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kasus hukum yang melibatkan Jessica Kumala Wongso dan kematian tragis Wayan Mirna Salihin kembali menjadi topik hangat dalam perbincangan masyarakat belakangan. Film dokumenter mengenai kasus ini akhirnya ditayangkan di Netflix beberapa hari yang lalu.

Kasus ini terjadi pada tahun 2016 dan sangat mencuri perhatian saat itu, hampir setiap hari kasus ini menjadi perbincangan di layar kaca. Jessica Kumala Wongso diadili oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan dakwaan melakukan pembunuhan berencana berdasarkan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Kronologi Singkat di Tempat Kejadian Perkara (TKP)
Pada tanggal 6 Januari 2016, Mirna Salihin bertemu dengan para sahabatnya yang bernama Jessica Kumala Wongso dan Hanie Juwita Boon di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta.

Mirna meminum es kopi Vietnam yang dipesan Jessica. Setelah meminumnya, Mirna mengalami kejang sebelum meninggal dunia. 4 (empat) hari kemudian Jenazah Mirna dikebumikan di Gunung Gadung, Bogor. Hasil pemeriksaan sampel menunjukkan adanya racun sianida di dalam tubuh mendiang Mirna.

Pasal 340 KUHP dan Pembelaan Penasihat Hukum
Pasal 340 KUHP mengatur bahwa pembunuhan berencana memerlukan bukti yang memenuhi unsur-unsur kesengajaan, perencanaan, dan merampas nyawa orang lain. Bukti yang dianggap kuat diungkapkan melalui rekaman CCTV, menunjukkan Jessica memiliki kendali atas es kopi Vietnam yang diminum oleh korban, Wayan Mirna Salihin. Meskipun motif bukan unsur utama dalam Pasal 340 KUHP, majelis hakim mempertimbangkan motif perasaan iri hati yang mungkin mendorong Jessica untuk melakukan tindakan tersebut.

Penasihat Hukum (pengacara) Jessica, Bapak Otto Hasibuan, Ketua PERADI dan juga Ketua Alumni Fakultas Hukum UGM, mempertanyakan substansi materi replik jaksa penuntut umum. Beliau menyoroti hasil analisis patologi yang tidak mendeteksi adanya sianida dalam lambung korban, serta tidak adanya saksi mata yang melihat langsung tindakan Jessica menuangkan sianida ke dalam gelas kopi. Argumen Bapak Otto ini menekankan perlunya bukti yang kuat dan langsung dalam menentukan kesalahan seseorang dalam hukum pidana.

Pandangan dari Para Ahli Hukum Pidana
Prof. Edward Omar Syarif Hiariej, seorang ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada, menekankan bahwa dalam kasus pembunuhan berencana, motif adalah faktor yang ada namun tidak harus dibuktikan. Meskipun motif dapat mempengaruhi penilaian hukum dan dapat digunakan sebagai alasan yang memberatkan atau meringankan, penuntut umum tidak perlu untuk menjelaskan motif tersebut secara terperinci.

Lebih lanjut, Prof. Edward (biasa dipanggil Prof. Eddy) menyoroti bahwa fokus utama harus pada bukti yang memperkuat unsur kesengajaan dalam tindak pembunuhan berencana, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 340 KUHP. Artinya, dalam menghadirkan kasus pembunuhan berencana, penuntut umum harus lebih memusatkan perhatian pada bukti-bukti yang menegaskan adanya niat atau kesengajaan untuk melakukan tindakan pembunuhan tersebut, sesuai dengan persyaratan hukum yang ada.

Dalam sidang kasus ini, terdapat perbedaan pandangan para ahli hukum mengenai pentingnya motif pelaku dalam kasus pembunuhan berencana. Seperti pandangan dari Dr. Jamin Ginting (kalau di Budaya Karo beliau ini "senina" saya). Di acara terpisah, Dr. Jamin Ginting mengungkapkan kalau Pasal 340 KUHP memerlukan adanya unsur "dengan sengaja" yang berakar pada motif, niat, dan perbuatan. Pembunuhan berencana melibatkan tahapan perencanaan sebelum tindakan pidana dilakukan.

Saya pribadi lebih sepakat dengan pandangan Prof. Eddy (maafkan saya senina). Suatu waktu di kampus beliau pernah menjelaskan kalau Pasal 340 itu sama sekali tidak membutuhkan pembuktian motif. Kata-kata berencana dalam konteks teori namanya "dolus premeditatus", Dolus premeditatus adalah istilah hukum yang berasal dari bahasa Latin. Dolus berarti kesengajaan, sementara premeditatus berarti direncanakan atau dipertimbangkan sebelumnya.

Dolus premeditatus mensyaratkan adanya tiga hal:
Pertama, ketika pelaku memutuskan kehendak itu dalam keadaan tenang.
Kedua, ada tenggang waktu yang cukup antara memutuskan kehendak dengan melaksanakan perbuatan.
Ketiga, pelaksanaan dalam keadaan tenang. Berbeda dari pembunuhan biasa.

Bukti-bukti Jessica Kumala Wongso adalah Pelaku Pembunuhan Berencana
Secara garis besar, bukti-bukti yang dianggap kuat dalam menunjukkan bahwa Jessica Kumala Wongso adalah pelaku pembunuhan berencana terhadap Wayan Mirna Salihin antara lain meliputi:

Pertama, Jessica memesan minuman untuk korban dan menguasai minuman tersebut sebelum korban meminumnya. Hal ini menunjukkan rencana jahat.
Kedua, tindakan Jessica sebelum dan setelah kejadian tidak biasa, seperti memesan minuman lebih awal, membayar tagihan sebelumnya, dan memberikan hadiah sabun cuci kepada teman-temannya.
Ketiga, saat korban merasa minumannya aneh, Jessica tidak terlihat panik atau khawatir, yang mencurigakan karena seharusnya ia merespons dengan lebih serius atas keluhan korban.
Keempat, hasil analisis forensik menunjukkan adanya racun sianida di tubuh korban. Meskipun sianida terdeteksi setelah kematian, keberadaan sianida sebagai racun yang mematikan adalah bukti penting.
Kelima, keterangan para ahli dan fakta tambahan yang diungkap selama persidangan, termasuk analisis ahli forensik, juga menguatkan bukti yang mengarah pada keterlibatan Jessica sebagai pelaku.

Pandangan dari Beberapa Ahli Forensik
Menambahkan dari bukti-bukti yang di atas, saya jabarkan lebih rinci mengenai pendapat dari beberapa ahli forensik.

M. Nuh Al-Azhar, seorang ahli forensik digital, menganalisis rekaman CCTV secara teliti dengan fokus pada perpindahan tas dan gelas di meja nomor 54. Analisis ini membantu mengungkap kejanggalan yang tidak terlihat secara langsung.

Selain itu, dr. Budi Sampurna, ahli forensik dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, memberikan kesaksian tentang temuan racun sianida dalam lambung korban, menjelaskan kendala dalam pemeriksaan toksikologi, termasuk pengaruh penggunaan formalin dalam menjaga jasad.  

Yang terakhir, Made Agus Gelgel Wirasuta, ahli toksikologi dari Universitas Udayana Bali, juga memberikan kesaksian penting. Berdasarkan analisis data digital forensik Mabes Polri, Gelgel menyimpulkan bahwa racun sianida dimasukkan ke dalam kopi Mirna antara pukul 16.30-16.45.  

Penutup
Secara umum, banyak orang merasa kasus ini membingungkan karena tidak ada bukti yang secara jelas menunjukkan siapa yang melakukan perbuatan tersebut. Tidak ada saksi mata atau rekaman CCTV yang secara tegas membuktikan kasus ini.

Perlu kita ketahui, terdapat beragam jenis alat bukti yang digunakan untuk membangun suatu kasus. KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) mengatur berbagai macam alat bukti, termasuk keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Lebih lanjut, UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) menambahkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik serta hasil cetaknya sebagai alat bukti hukum yang sah. Kedudukan dari alat-alat bukti ini tidak berdiri secara hierarkis.

Dalam hukum, terdapat konsep yang disebut "corroborating evidence" atau bukti-bukti pendukung. Ini adalah potongan-potongan kejadian yang ketika digabungkan membentuk gambaran yang utuh. Meskipun tidak ada saksi mata atau rekaman langsung yang menunjukkan tindakan memasukkan racun ke dalam minuman, ada serangkaian fakta yang, ketika disatukan, membentuk gambaran yang mengarah pada suatu kejadian.

Kasus pembunuhan berencana Wayan Mirna Salihin memunculkan kompleksitas penegakan hukum pidana. Di dalam kasus ini, terdapat bukti-bukti yang tampak seperti serpihan puzzle yang harus disusun dengan seksama, kemudian ada keterangan dari para ahli, dan juga teknologi seperti rekaman CCTV. Kesinambungan antara berbagai bukti, penafsiran yang tepat dari para ahli, dan pemanfaatan teknologi memainkan peran krusial dalam mencapai keadilan dan kepastian hukum dalam kasus ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun