Mohon tunggu...
Eddy Suryodipuro
Eddy Suryodipuro Mohon Tunggu... Penulis - Warga NU

● Integrity is doing the right thing ●

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Khairunnas Anfa'uhum Linnas

11 Oktober 2017   08:24 Diperbarui: 11 Oktober 2017   09:08 2192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: dailyzen.co.uk

Hujan baru saja reda, hawa sejuk mulai terasa ketika pintu rumah ku buka lebar-lebar. Obrolan sejak sore hingga malam dengan Mang Yayat semakin menarik, semua tentang hikmah kehidupan, ada cerita pengalamannya saat muda dulu, masa-masa dimana beliau menekuni dan mempelajari ilmu hikmah yang diberikan oleh almarhum Abah, Gurunya.

"Dulu, belajar yah 'gali' sendiri, dibimbing tidak secara langsung," "anak sekarang kalau pada dilepas gak dibimbing secara langsung yah gak pada istiqomah," Mang Yayat melanjutkan obrolannya sambil menghisap rokok kreteknya dan menengadahkan wajahnya ke langit-langit rumah, ku hidangkan segelas kopi untuk menghangatkan suasana. Obrolan kami semakin seru, banyak pelajaran yang disampaikan olehnya.

**

Obrolan kami sempat terhenti, dari kejauhan terdengar samar-samar suara mobil, semakin mendekat suaranya hingga kemudian berhenti di depan rumah, batinku mulai bertanya-tanya siapa mereka, kenapa mereka datang malam-malam. Sekilas setelah pengemudi mobil tersebut keluar dan berdiri di depan pintu, mereka menyapaku memberikan salam dan mengutarakan niat kedatangannya.

"Oh iya, silakan masuk Pak" pintaku setelah mengetahui maksud tamu tersebut.

Rupanya Mang Yayat mengenali mereka, yang satu adalah Toni pemilik toko jam di Bogor, dan yang satu adalah Abdul pemilik perusahaan properti dari Depok. Salah satu dari mereka memulai percakapan, dan saya bergegas ke dapur, membuat dua cangkir kopi untuk dihidangkan, setelah mempersilakan mereka meminum kopi, saya duduk disamping Mang Yayat, menyimak obrolan mereka. Satu dari mereka mengeluhkan bahwa toko jamnya saat ini sepi dan yang satunya mengeluhkan soal proses pembebasan tanah yang rumit dan berbelit-belit.

Mang Yayat menyimak keluhan mereka, sambil sesekali memejamkan mata, terkadang juga merapalkan doa. Saya yang sedang dalam kebingungan kembali membatin, lah kenal juga tidak tahu-tahu mereka datang dan minta tolong, memang siapa mereka? Batinku masih bertanya-tanya sinis.

Setelah mereka menyampaikan maksud dan tujuannnya, mereka pamit untuk pulang, Mang Yayat mencoba meyakinkan mereka, bahwa semua yang menentukan hanyalah Allah SWT, baginya doa-doa yang dipanjatkan kepada Allah SWT adalah bentuk kepasrahan hamba-Nya, dan dirinya hanya bisa bantu lewat doa, karena rejeki yang nentuin yah Allah, tegas apa yang disampaikan Mang Yayat kepada tamunya.

**

Kepergian tamu tersebut membuat saya 'usil' untuk bertanya sama Mang Yayat, terlebih salah satu dari tamu tersebut adalah orang non-muslim, "ini pasti menarik dan akan menjadi obrolan yang panjang," batinku.

"Mang, ngapain mau doain orang non-muslim," tanyaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun