Mohon tunggu...
Esti Maryanti Ipaenim
Esti Maryanti Ipaenim Mohon Tunggu... Jurnalis - Broadcaster, seorang ibu bekerja yang suka baca, nulis dan ngonten

Menulis gaya hidup dan humaniora dengan topik favorit; buku, literasi, seputar neurosains dan pelatihan kognitif, serta parenting.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Fiksi Ramadan] Mencemburui Hilal

24 Mei 2020   00:15 Diperbarui: 24 Mei 2020   00:04 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber ilustrasi : Kompas.com)

"Hilal telah tampak tak?" Tanyamu sudah kesekian kali, sambil bolak-balik melongok jendela rumah.

"Masih juga semangat kau tunggu orang itu?" Timpalku.

Kau mengangguk dengan antusias, membuatku tersenyum tipis. Tipis sekali hingga kupikir aku sedang mengejekmu. Sayang kau tak merasa.

"Aku sudah tidak sabar." katamu

"Dia pasti akan datang. Tak akan dicepat-cepatkan atau dilambat-lambatkan. Dia akan tiba pada saatnya." Kataku sambil membuang pandangan, tak suka aku melihat senyum semangatmu karena kerinduan pada yang lain.

"Ya aku tahu, tapi tetap saja excited " Jawabmumu, yang membuatku tak bisa menahan diri lagi.

 "Tiap tahun menunggunya untuk bertemu sebentar, lalu ditinggalkan. Aku di hadapan malah diacuhkan."

"Eh, siapa yang mengacuhkanmu. Aku menjamumu dengan baik bukan?" Ucapmu membela diri.

"Iya, tapi kalau aku pergi, apa kamu akan merinduiku seperti bagaimana kau merindui Hilal?" Aku sudah dipuncak kecemburuanku

"Tentu saja!"

"Sama seperti Hilal?"

"Ya, tak kurang tak lebih"

"Bagaimana bila kita tak bertemu lagi?"

"Jangan ngomong sembarangan!" Bentakmu

"Kau bisa bertemu Hilal karena ada aku. Kalau aku tidak ada, kau tidak akan juga menunggu-nunggunya seperti ini. "

Kau terdiam, ucapanku pasti sudah sangat menohok.

 "Jadi, mana yang lebih kau acuhkan, mana yang lebih kau rindukan?" Aku menyerangmu

Tapi sebelum kau bisa menjawab, Hilal akhirnya mengetuk pintu. Mau tak mau, aku mengakhiri debat kita, berlama-lama menoleh ke arahmu yang sedang bersuka cita menyambut Hilal. Mengobrol banyak dengannya. Lalu ketika akhirnya ada, aku pun memohon pamit.

"Kau telah menghitung waktu bertemu Hilal dengan begitu sabar. Aku setengah cemburu ketika kau mengatakan kadar rindumu padanya dan padaku adalah sama. Maafkan aku, aku selalu ingin lebih"

Kau tercekat oleh kata-kataku, seperti tersadar dari hipnotis. Lalu sesunggukan melepasku di pintu.

Kau tahu bahwa kau tidak pernah tahu adakah kesempatan berikutnya untuk bertemu denganku, tapi meksipun begitu, kau sering alpa dan menjadikan pertemuan denganku adalah biasa. Padahal kita sama-sama tahu bahwa selalu ada kemungkinan ini akan menjadi pertemuan terakhir kita.

Kau masih sesunggukan. Air matamu deras membasuh kedua pipimu yang kau gunakan untuk menyeka seluruh wajahmu. Dan aku melihatnya seperti cahaya. Tapi aku sudah akan bergegas, dan aku tidak akan menoleh. Aku akan membiarkanmu merinduku dengan purba.

---

Semoga kita bertemu Ramadan tahun berikutnya... 

30 Ramadan 1441H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun