-
Keesokan harinya, perubahan itu kusadari semakin Jelas. Salah satu agen koran yang biasanya datang membawakan koran pagi itu tidak kunjung muncul. Aku menelponnya,
"Seterusnya tidak akan ada koran itu lagi, sudah tidak beroperasi. Orang-orang sekarang tidak baca koran Pak, mereka baca berita onlen. Saya harus cari pekerjaan lain"
Aku melengos. Tapi masih ada agen koran lainnya yang tetap datang. Wajah mereka agak lesu, sepertinya karena berita berhenti beroperasinya salah satu koran nasional itu.
"Besok-besok akan ada lagi yang bangkrut Pak. Kita harus cari pekerjaan lain" kata satu per satu dari mereka sambil bergegas mengantar koran ke loker lainnya.
Sekitar jam 11, Mbak Asih, salah seorang yang sering membeli koran bekas untuk lepek lemari mampir ke kios. Ia rupanya baru menjemput anak majikannya pulang sekolah.
"Pak, numpang colokannya ya. Ini HP si dedek habis baterai. Nangis terus kalo gak nyala. Ntar saya dimarah ibu kalo pulang si dedek terus nangis"
Kupersilahkan Mbak Asih menggunakan colokan.
Seekor kucing buang kotoran di depan kios. Aku lalu memungut kotoran itu dengan koran bekas dan kubuang ke tong sampah toko sebelah. Lima belas menit kemudian Mbak Asih beranjak, berterima kasih lalu menyodorkan selembar sepuluh ribu rupiah. Sepanjang sisa hari itu, tidak ada satupun orang yang datang membeli koran.
Sorenya turun hujan lebat. Anakku yang pulang dari wawancara kerja itu basah kuyup. Ia mendengus kesal karena sepatu pantofel yang baru ia beli untuk wawancara kerja itu basah total.
Setelah mandi air hangat dan meminum teh jahe yang aku rebus, anakku kusuruh beristirahat. Ia masih kesal, katanya besok siang akan ada wawancara di perusahaan lainnya. Dan ia tidak bisa pergi karena kemungkinan sepatunya belum kering.