Pernahkah kamu merasa bahwa suatu hari nanti orang-orang akan menyadari bahwa kamu tidak sehebat yang mereka kira? Seolah-olah apa yang telah kamu capai bukan karena kemampuan, tetapi hanya karena keberuntungan? Jika iya, kamu tidak sendirian. Fenomena ini dikenal sebagai Sindrom Impostor, suatu perasaan meragukan diri sendiri meskipun ada bukti nyata atas kompetensi yang dimiliki.
Sejak pertama kali diperkenalkan oleh Pauline Clance dan Suzanne Imes pada tahun 1978, Sindrom Impostor telah menjadi subjek penelitian dalam dunia psikologi. Sebuah tinjauan sistematis yang diterbitkan dalam Journal of General Internal Medicine pada tahun 2020 menganalisis 62 studi dengan total 14.161 peserta. Hasilnya menunjukkan bahwa prevalensi Sindrom Impostor bervariasi antara 9% hingga 82%, tergantung pada alat ukur dan kriteria yang digunakan. Fenomena ini tidak hanya dialami pekerja pemula, tetapi juga profesional di berbagai bidang. Kelompok minoritas etnis lebih rentan mengalaminya. (Matthews et al., 2020).
Ibnu Sina, seorang filsuf besar dalam dunia Islam, menekankan pentingnya kesadaran diri sebagai kunci untuk memahami nilai sejati kita. Dalam pemikirannya, manusia sering terjebak dalam ilusi tentang dirinya sendiri, sehingga tidak mampu melihat potensinya secara utuh. Ia percaya bahwa seseorang yang memahami dirinya dengan jernih akan mampu berkembang tanpa perlu mengandalkan validasi eksternal. Seperti pepohonan di musim gugur yang meranggas sebelum tumbuh kembali, terkadang kita merasa kehilangan kepercayaan diri, tetapi itu hanyalah fase menuju pertumbuhan baru. Ibn Sina mengajarkan bahwa pengetahuan dan usaha yang terus berkembang akan membentuk identitas yang kokoh, tanpa perlu merasa impostor di hadapan orang lain.
Banyak orang yang mengalami Sindrom Impostor sering bertanya-tanya bagaimana cara mengatasinya. Mungkin kita bisa mencoba untuk menyadari bahwa kita tidak sendirian—bahkan orang-orang sukses pun pernah mengalami perasaan ini. Tokoh seperti Albert Einstein dan Maya Angelou juga pernah merasakan hal yang sama, tetapi mereka tetap melangkah maju. Ada yang merasa terbantu dengan mengakui dan mengapresiasi pencapaian kecil dalam hidupnya, seperti buku dengan halaman lusuh yang menyimpan catatan perjalanan panjang. Ada pula yang menemukan ketenangan dengan berhenti membandingkan diri dengan orang lain, karena setiap orang memiliki jalannya sendiri, seperti planet yang berotasi dengan kecepatan berbeda. Sebagian dari kita merasa lebih percaya diri setelah berbicara dan berkembang, atau sekadar menyuarakan ide yang dimiliki.
Mungkin, kita juga bisa mengingat bahwa kesalahan adalah bagian dari pertumbuhan, seperti supernova yang meledak sebelum menjadi bintang neutron, setiap tantangan adalah peluang untuk tumbuh lebih kuat. Pada akhirnya, perjalanan ini adalah milik kita masing-masing, dan tidak ada satu cara mutlak untuk menjalaninya. Mungkin menyadari bahwa kita tidak sendirian bisa menjadi langkah awal untuk memahami perasaan ini. Akui dan apresiasi pencapaianmu, meskipun kecil, karena setiap langkah memiliki nilai. Jika merasa tidak percaya diri, coba dokumentasikan progresmu dan lihat bagaimana kamu telah berkembang seiring waktu.
Berhenti membandingkan diri dengan orang lain karena setiap orang memiliki jalannya sendiri, seperti planet yang berotasi dengan kecepatan berbeda. Beranikan diri untuk berbicara dan berkembang—setiap ide yang kamu miliki bernilai, dan tidak ada salahnya untuk menyuarakannya. Jangan takut menunjukkan potensimu, karena seperti lukisan yang baru mulai terbentuk, setiap sapuan warna punya makna sendiri.
Sindrom Impostor bukanlah tanda kelemahan, melainkan bagian dari perjalanan menuju kepercayaan diri yang lebih kuat. Setelah membaca ini, apakah kamu pernah mengalami perasaan seperti ini dalam kehidupan atau kariermu? Bagaimana cara terbaik menurutmu untuk mulai percaya pada diri sendiri? Jangan biarkan perasaan ini menghambat langkahmu. Setiap bintang akan bersinar pada waktunya, dan meskipun cahayamu belum terlihat terang saat ini, bukan berarti kamu tidak sedang bersinar.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI