Mohon tunggu...
Erwin Armeidi
Erwin Armeidi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Membumikan Kembali Budaya dan Kearifan Lokal di Bumi Sebiduk Semare (Lahirnya Pemangku Adat di Kota Lubuklinggau)

16 November 2018   17:44 Diperbarui: 16 November 2018   18:06 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara substansi pembubaran marga mengakibatkan masyarakat adat (marga) mengalami degradasi yang masif baik secara politik, ekonomi, sosial dan budaya. Masyarakat adat kehilangan ruang pengambilan keputusan berdasarkan kehendak (inisiatif - aspiratif -partisipatif) kecuali menjalankan agenda yang telah ditetapkan oleh Negara. Kearifan lokal yang hidup di dalam sistem pemerintahan marga lambat laun menjadi hilang dan tergantikan dengan sistem baru, sementara kita pun menganggap sistem baru tersebut yang benar dan kita laksanakan. Seiring dengan perjalanan bangsa yang majemuk ini pasca kita meningggalkan berbagai kearifan lokal yang dulu sempat hidup bersemi di Kesultanan Palembang, muncul kesadaran kita untuk kembali menghidupkan konsep-konsep yang pernah ada pada masa pemerintahan marga.

Lembaga Adat sebagai upaya menghidupkan kembali budaya dan kearifan Lokal

Kita masih mengenal beberapa pemerintahan lokal yang tidak dihapus sebagai akibat diterbitkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, kita masih mengenal Nagari di Sumatera Barat, Desa adat di Bali, Gampong di Aceh dan lain sebagainya. Pemerintahan lokal seperti ini mampu membuktikan bahwa banyak permasalahan dalam kehidupan di masyarakat dapat diselesaikan secara adat, bagaimana perselisihan di Sumatera Barat diselesaikan oleh para ninik mamak melalui Nagari- nya, bagaimana pula Desa adat di Bali dapat mengambil peran yang penting dalam kehidupan masyarakat dan lain sebagainya. Justru banyak fenomena yang muncul akibat kita meninggalkan adat kebiasaan dan kearifan lokal yang dulu pernah ada sehingga banyak permasalahan- permasalahan dalam kehidupan sehari-hari   dibawa ke ranah hukum  sebagai contoh : akibat mencuri kelapa orang bisa di penjara, karena permasalahan sandal jepit harus berhadapan di muka hukum,  anak memperkarakan ibu kandungnya dan lain sebagainya. Padahal jika kita mengedepankan kearifan lokal dengan mengutamakan musyawarah mufakat hal itu tidak perlu terjadi.

Pemerintah Kota Lubuklinggau melalui Keputusan Walikota Lubuklinggau  No.: 119/KPTS/BPMPK/2015 tentang  Pembentukan Pengurus Lembaga Penasehat Adat Kota Lubuklinggau dan Keputusan Walikota Lubuklinggau Nomor : 177/KPTS/BPMPK/2015 tentang Pengurus Lembaga Pemangku Adat Kota Lubuklinggau, sejak itu telah dilantik pengurus pemangku adat di tiap kelurahan yang beranggotakan tokoh-tokoh masyarakat di kelurahan setempat. Kehadiran lembaga pemangku adat di Kota Lubuklinggau sudah kita rasakan sekarang ini, berbagai adat istiadat, budaya dan kearifan lokal yang dulu pernah ada sekarang mulai hidup kembali. Mudah-mudahan langkah ini dapat mengembalikan semangat ke-gotong royongan dan adat budaya yang hidup  ditengah-tengah masyarakat, sebuah langkah cerdas dari konsep pikiran pemerintahan yang adaptif dan visioner.

Lembaga Penasehat Adat/Pemangku Adat Kota Lubuklinggau, telah berperan dalam menghidupkan kembali budaya dan kearifan lokal yang pernah hidup di bumi sebiduk semare ini, dalam menciptakan upaya pemeliharaan keamanan, kerukunan dan ketentraman masyarakat kota Lubuklinggau, dengan melahirkan Hukum adat "halawe"  yang telah ditanda tangani nota kesepahaman antara Lembaga Penasehat/Pemangku Adat Kota Lubuklinggau dengan Kepolisian Resor Lubuklinggau, kerjasama ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan pemberdayaan hukum adat di Kota Lubuklinggau, hukum adat halawe ini memberikan pedoman bagi penyelesaian pelanggaran terhadap norma-norma hukum adat Kota Lubuklinggau yang perkaranya tidak dilaporkan ke kepolisian Resor Lubuklinggau. Tentunya Hukum adat halawe tidak bisa mengembalikan berbagai aturan-aturan hukum adat yang dulu pernah berlaku di Sumatera Selatan termasuk di Kota Lubuklinggau, tetapi menjadi pedoman  bagi aparat penegak hukum dalam menyelesaikan permasalahan yang ada di tengah-tengah masyarakat dengan lebih mengedepankan dan tidak meninggalkan  adat dan  kearifan lokal.

Bagaimana pula kita dapat  merasakan kehadiran para pemangku adat ditiap-tiap kelurahan sudah mewarnai kehidupan masyarakat sehari-hari, banyak permasalahan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat diselesaikan melalui musyawarah mufakat, sebuah ciri bangsa Indonesia yang lahir dari sejarah panjang kita berbangsa dan bernegara.


Tentunya masih banyak hal yang dapat dan  harus dilakukan oleh para pemangku adat, sebuah langkah kebijakan sudah diambil oleh Pemerintah Kota Lubuklinggau maka dukungan masyarakat menjadi penentu dari keberhasilan.

Linggau Bisa.........

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun