Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Naluri Perempuan

28 Januari 2021   15:36 Diperbarui: 28 Januari 2021   15:45 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bukan seperti malam yang gelap tanpa cahaya, atau lampu teplok yang redup akibat kehabisan minyak, tapi murung di wajahnya bisa disembunyikan begitu sempurna. Raut wajah cantiknya tidak terlihat pias, meski kabut kesedihan selimuti hari-hari belakangan ini.

Padahal air matanya itu sempat tumpah beberapa hari bagai air yang keluar dari ceruk dinding bebatuan di musim penghujan. Dan, ajaibnya wanita itu masih bisa melakukan interaksi normal pada tiap orang.

Tidak ada bias pandangan orang-orang yang menimbulkan syak wasangka pada dirinya. Semua biasa saja, dan normal.  Malah ia bisa cekatan membantu apapun yang dibutuhkan orang lain. Entah di tempat kerja, maupun di lingkungan pemukiman di mana ia menetap.

Aku semula tidak mengetahui, bahwa ia ada dalam persoalan yang menusuk hatinya sangat dalam, dan membekas, setelah bisikan orang terdekatnya hinggap juga di telinga ini. Aku pun akhirnya mempunyai penilaian sendiri atas persoalan dirinya.

Ia mampu melakukan itu semua karena tidak ingin kisah hidupnya yang berliku menjadi aib bagi dirinya, atau mungkin muncul tafsir negatif yang bisa memenjarakan kebebasannya. Kebebasan yang ia ingin kembalikan pada titik tengah garis, antara kesedihan dan kebahagiaan.

"Apakah memang demikian?"aku sekadar mengira-ngira.

Aku bukan teman, atau kekasihnya. Aku lelaki yang dipaksa hadir karena curahan hatinya pada temanku di suatu waktu. Ketika itu di sudut caf temaram, ia kupas perbincangan tanpa alur. Semua mengalir ke segala arah hingga sampai pada perbincangan tentang diri wanita sahabatnya ini.

"Aku tidak mengerti. Dia bisa demikian tegar, padahal sejatinya rapuh. Dia bisa menyembunyikan luka hatinya, padahal sobek sekali bathin dalam dirinya. Yang ini aku tahu."

"Darimana tahu?"

"Aku perempuan. Naluriku bisa mengatakan itu, meski butuh waktu untuk membuktikan."

"Dia kisahkan persoalannya itu tentu padamu?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun