Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Penghuni Kuburan Tua

15 Januari 2021   22:28 Diperbarui: 26 Januari 2021   14:42 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Posisi kuburan tua itu terpencil. Di area sekitarnya tumbuh ilalang. Pepohonan besar, dan rindang memayungi tiap makam. Kulit maupun akar pepohonan itu kebanyakan sudah terkelupas, dan berserakan.

Bila musim penghujan seperti saat ini menjadi becek, dan lembab. Sebaliknya di musim kemarau, kering, dan berdebu.

Jalan menuju pekuburan ini juga gelap dan sunyi. Tidak ada lampu yang sengaja disediakan. Kala angin kencang berhembus, segala bunyi-bunyian akan terdengar bagai orkestra malam. Sebab di sisi kiri dan kanan derak pepohonan bambu turut meramaikan.

Lolongan anjing liar , kodok, jangkrik, burung, dan binatang lainnya menambah semarak di malam-malam tertentu. Terutama malam jumat kliwon.

Di malam semacam ini kerap terdengar rintihan suara perempuan. Suaranya menggema di tengah kesunyian. Siapapun yang lewat di area sini terasa bagai dipeluk dan diselimuti sesuatu yang aneh.

Konon sempat ada seseorang yang merasakan hal itu. Katanya, bulu kuduk berdiri, langkah kaki terasa berat, dan jalan di hadapan seperti jauh untuk ditempuh.

Ada lagi pengakuan dari orang lain. Suasananya sama. Namun ia kala melewati digerimis hujan berdua dengan temannya, seperti ada yang mengikuti langkahnya. Setiap kali kaki melangkah tiap kali itu juga muncul bayangan kaki yang menyerupai kaki mereka.

Padahal sorot lampu senter ditujukan ke muka jalan. Dan, sekali-kali ke tiap langkahnya. Dan, bila ditengok ke belakang justru gelap bagai lorong goa.

Rata-rata begitu cerita orang-orang yang lewat di jalan seputar area pekuburan tua tersebut tiga hari belakangan ini. Kebanyakan yang lewat juga bukan warga di sekitar area pekuburan itu.

***

Sementara pekuburan tua itu tidak lagi menjadi area pemakaman baru. Justru tiap tulang belulalang dari jasad yang ada akan diangkat, dan dipindahkan kepemakaman lain. Kecuali yang tidak diketahui lagi atau dikenali oleh ahli warisnya.

Sebab rencananya bekas area ini akan dijadikan bangunan pabrik bagi pengelolaan hasil pertanian masyarakat.

Bangunan pabrik yang akan didirikan itu juga hasil musyawarah desa, yang disetujui oleh masyarakatnya. Biaya yang didapat juga berasal dari pemerintah pusat, dan daerah. Sehingga tidak ada kesulitan untuk pembangunannya.

Namun rencana ini mendapat halangan dari seorang ahli waris di makam itu. Ia menolak jasad tulang belulang kakeknya dipindahkan. Lantaran wasiat yang diterima ahli waris seperti itu dibuktikan dengan secarik kertas bermaterai sebagai surat keterangan wasiat dari kakeknya yang diperlihatkan pada aparat desa.

Isi surat wasiat itu menunjukkan seolah almarhum sudah mengetahui rencana makam akan dijadikan pabrik suatu hari kelak. Padahal dari tanggal testament itu sudah terhitung puluhan tahun, yakni tahun 2000 lalu. Si kakek sebagaimana pengakuan ahli waris, dan tahun yang diterakan pada nisannya, wafat 2001.

Akan tetapi penolakan itu tidak punya arti apa-apa bagi desa, dan masyarakatnya. Sebab akhirnya diketahui, baik si kakek maupun ahli waris bukan asli warga desa tersebut. Entah bagaimana ceritanya justru dimakamkan di desa ini, dan mendapat persetujuan dari kepala desa di masa itu.

Karenanya rencana pendirian pabrik pun tetap berjalan sebagaimana yang telah direncakan semula.

Seiring waktu tidak lagi menjadi perbincangan soal tersebut. Namun tiga hari belakangan muncul keaneh-anehan yang dirasakan oleh warga desa di sekitar pekuburan tua tersebut.

Semula tidak dianggap rumor yang didengar dari pengakuan warga di luar desa ini yang melewati kuburan itu, kini justru dirasakan oleh beberapa warga yang melintas di jalan tersebut.

Warga mendengar rintihan suara perempuan, juga ada warga yang terasa kepalanya dihujani batu, serta ada yang melihat sosok bayangan di balik pepohonan bambu. Semua kejadian dialami pada malam hari.

Di malam yang ke lima persis pada malam jumat kliwon, lima orang warga diutus kepala desa untuk menyelidiki hal itu. Kelimanya menyebar di area pemakaman. Namun hingga pagi hari tidak ditemukan kejanggalan sebagaimana yang pernah dialami warga desa, dan orang di luar desa.

"Tidak ada apa-apa, pak. Cuma nyamuk dan suara jangkrik, kodok, burung, binatang lain,"kata Kojo yang diakuri oleh keempat lainnya.

"Kalau begitu siapa yang usil ini?"tanya kepala desa heran.

***

Untuk mencegah timbul keraguan warga terhadap rencana pembangunan pabrik itu, maka desa berinisiatif melakukan jaga malam di area pekuburan setiap malam. Tiap malam mesti tiga orang secara bergantian warga mendapat jatah ronda.

Rupanya langkah itu efektif. Sampai saatnya pembongkaran makam hingga tuntas dipindahkan, dan kemudian dilanjutkan pembangunan pabrik yang berjalan sebagaimana yang direncanakan.

Sejak itu tidak ada lagi suara-suara aneh maupun keganjilan di seputar bekas pekuburan tua tersebut. Yang ada justru riuh mesin bila pagi hingga petang, dan ramainya orang-orang yang lalu lalang di sekitar pabrik, sebab terang benderang adanya.

***

Di ujung desa yang berdekatan dengan pabrik di kediaman Kasan, juragan padi yang memiliki sawah hektaran di desa ini tertawa senang. Bersama empat anak buahnya, satu perempuan, dan tiga lelaki dewasa, ia berterimakasih, sebab sudah mempercepat langkah pendirian pabrik penggilingan padi besar di desanya ini.

"Ternyata masih ada juga warga desa ini yang takut setan, hehehe. Sementara kepala desanya modern. Kalau tidak diuji dengan cara mistis, dan seram mungkin tidak jelas rencana pabrik itu didirikan."

"Iya juragan. Bersyukur sekali ada ronda segala itu. Akhirnya penggiliangan pabrik berjalan mulus, dan warga semua senang."

"Iya, dan kalian berempat jadi penghuni kuburan tua sementara, hehehehe.."

"Ini perintah, dan kami tidak bisa menolak,"balas perempuan dewasa yang juga ponakan Kasan itu.

"Kita semua patut bersyukur. Kepala desa muda ini sangat prospektif, dan akan maju desa ini tanpa pikiran-pikiran aneh serupa setan, genderuwo, dedemit, maupun kuntilanak,"kata Kasan, juragan padi yang lulusan sarjana pertanian, pewaris hektaran sawah dari orang tuanya di desa ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun