Persis waktu tahun pergantian ia tengadahkan wajahnya ke langit barangkali ada percik dan suara petasan kembang api di sana. Tapi lagi-lagi sunyi. Yang ia lihat gelap, dan pekat tanda bakal kembali turun hujan. Namun Sukron tetap mensyukuri ia masih bisa melihat suasana pergantian malam tahun baru di lokasi ini.
Kendati sunyi ia bisa menghibur diri. Satu terompet ia bunyikan sekuatnya memecah kesunyian di sepanjang jalan itu. Terompet pertama yang akan dijual itu sudah ia gunakan. Bunyinya lirih, pilu, dan menyayat. Bukan sebagaimana terompet biasanya yang nyaring, menyalak, dan menggembirakan.
Bunyi terompet itu, lagi-lagi pikirnya akan membuat pengendara menghentikan mobil atau motornya, Tapi tidak satu pun juga yang berhenti, bahkan menoleh. Trompet kedua, ketiga, dan seterusnya ia coba. Juga sama saja. Padahal terompet buatan Madun biasanya sangat bagus, dan bisa menarik perhatian orang.
Sukron masih bertahan. Tahun 2021 sudah lewat empat jam. Hari menjelang shubuh. Terompet yang dicoba sudah nyaris 50. Nafasnya terkuras. Sejak sore hingga malam angin mengisi perut, dan tubuhnya. Tubuhnya pun oleng kemudian, dan ia jatuh terduduk di dekat pepohonan di hadapan pikulan terompet-terompetnya.
***
Madun petugas PPSU yang mendapat giliran bertugas di lokasi yang dituju Sukron terkejut. Ia dapati kawannya itu tengah bersandar dan mendekap satu terompet besar. Ia bangunkan bersama petugas lainnya. Tak ada tanda-tanda kehidupan.Â
Rupanya, bathin Madun, Sukron mengetahui bahkan memandang betul bahwa rezeki kematian siapa tau datangnya. Kematian sudah tidak dipandang sebagai musibah atau ujian bagi anak, dan istrinya.
Madun tertunduk, barangkali terompet yang didekapnya itu menjadi tiupan terompet terakhirnya di malam tahun baru. Â