Dulu sekali rivalitas di negeri antah berantah terjun bebas. Nyaris keangkaramurkaan ketika itu melibas. Siapa saja bisa menjadi pengawal yang siap maju menerabas.
Namun berhitung hari semua kembali tenang tak lagi tampak gejolak yang bikin semua pihak was-was. Istana kemegahan negeri  itu kini menjadi sasaran kaum haus kekuasaan. Kekuasaan yang cenderung dihiasi pekat dan tak terjamah oleh siapapun.  Pucuk-pucuk kuasa itu kini menetap di sana.
Demikian pula barisan semut. Semut-semut hitam, dan merah tidak lagi saling berhadapan. Mereka berbaris teratur juga.Tidak lagi menjaga jarak. Mereka berbagi apa saja yang bisa dimakan. Leluwe melintas pun mereka kepung. Kecoak sekarat mereka giring. Remah-remah kue kering terserak tak lagi menjadikan mereka pasang badan. Sekadar cicip sana dan sini bisa mereka nikmati  dengan bebas sekarang.
Di dinding, di teras, di ubin, di atap, di balkon, di talang, di pepohonan, di rerumputan, di halaman luas, di semua sudut istana, semut-semut tetap akan menyemut. Mereka akan sibuk bekerja menggali lubang-lubang agar kerasan menetap, dan menunggu datangnya gula-gula yang telah, dan akan disiapkan.
Jadi..
Apa bedanya prillaku manusia dan semut-semut di negeri antah berantah itu?
Tau ah!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI