Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Senjakala di Langit Akal

3 September 2020   22:16 Diperbarui: 6 September 2020   11:04 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekian masa kau setubuhi isme-isme yang wara wiri pada literasi. Lalu kau merasa tajam isi pikiranmu. Padahal sesungguhnya tumpul. 

Sebab kau masih merasa dan bukan hendak berpikir. Jika berpikir kau tentu akan melihat perspektif lain yang berbeda. Tapi justru kau kejar rasa itu.

Lihat. Dia tidak pernah menggunakan rasa di saat dia berpikir. Justru dia berpikir atas apa yang kau rasa. 

Sehingga mudah bagi dia mengolah cara berpikirmu. Antara apa yang kau rasa dengan dia yang berpikir maka akan muncul ilustrasi diri serupa emosi.

Emosi yang keluar dari yang kau rasa membuat kerdil di mata orang-orang. Orang akan bertanya,"kau pakai akal tidak?"

Akal itu akan larung pada dunia dialogis, sebaliknya akal karam di dunia monologis. Terserah mana yang kalian pilih.

Setiap perbincangan antara kau dan dia boleh jadi berada dalam muara yang sama.  

Sama-sama punya tujuan, dan kepentingan subjektif yang berbeda yang bersumber pada akal, pikiran, dan rasa pada diri masing-masing.

Karena itu aku tidak perlu berada di antara keduanya. Percuma saja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun