Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dilema Proses Pilkada Serentak 2020 (Rangkuman Pemberitaan Media)

28 Juli 2020   15:26 Diperbarui: 28 Juli 2020   17:53 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keempat, soal verifikasi administrasi dan verifikasi faktual yang kurang maksimal. Terutama dalam verifikasi dukungan calon perseorangan, apakah cukup melalui daring atau tidak. Abhan menyebut, ada persoalan jika nanti KPU menyatakan dukungan tidak memenuhi syarat, sementara calon perseorangan tersebut menganggap syaratnya terpenuhi. Hal ini akan berakibat pada laporan sengketa pilkada ke Bawaslu.

Kelima, merebaknya politik uang, terlebih kondisi ekonomi di tengah pandemi yang saat ini sedang tidak baik. "Potensi merebaknya politik uang tidak bisa kita pungkiri di saat kondisi ekonomi yang terpuruk akibat Covid-19, pelanggaran vote buying atau politik uang berpotensi besar terjadi," tutur Abhan. Selain itu, kesehatan dan keamanan penyelenggara dan masyarakat juga menjadi persoalan.

Sebab, tahapan pilkada berpotensi menyebabkan penyebaran virus. Persoalan lain ialah terkait sarana dan prasarana kampanye. Abhan mempertanyakan apakah dalam situasi seperti ini kampanye seluruhnya akan menggunakan sistem daring. Abhan menyebut, kampanye daring akan menguntungkan petahana.

Sebaliknya, calon kepala daerah non-petahana akan kesulitan karena belum terlalu dikenal. "Jika melihat secara objektif kalau kampanye menggunakan daring petahana itu yang yang lebih diuntungkan karena mereka sudah dikenal. Sementara, kandidat baru atau pendatang baru yang belum dikenal masih harus melakukan sosialisasi konvensional," ucapnya. Terakhir, potensi pelanggaran terkait penyalahgunaan kekuasaan dari petahana.

Abhan menyebut pihaknya sudah menemukan beberapa petahana yang menyalahgunakan bantuan penanggulangan Covid-19 untuk kepentingan politik pribadi. "Sudah tahu itu dana APBN masih dikasih cap gambar mereka, sudah tahu itu anggaran bantuan pemerintah daerah masih di tempel foto mereka (kepala daerah)," kata dia.

Potensi pelanggaran yang disampaikan pihak Bawaslu tak urung dipertajam oleh Ombudsman Republik Indonesia dalam kaitannya dengan pelaksanaan pilkada serantak ini. Ombudsman Republik Indonesia mengingatkan pemerintah dan penyelenggara pemilu terkait potensi maladministratif yang akan terjadi pada Pemilihan kepala daerah serentak 2020 yang akan berlangsung dalam situasi pandemi COVID-19.

Anggota Ombudsman RI Adrianus Meliala di Jakarta, mengatakan jika beberapa persoalan dan kebutuhan pemilu di tengah pendemi tidak sejak dini diperhatikan, maka dapat dipastikan banyak sekali prosedur yang tidak sesuai ketentuan bisa terjadi dalam penyelenggaraan.

"Pilkada kan berlangsung di situasi tidak normal, sementara anggaran, ketentuan dan SDM-nya normal, maka dapat dipastikan pelaksanaannya akan dipaksakan di bawah standar lalu ujung-ujungnya terjadi maladministratif," katanya.

Oleh karena itu, katanya, Ombudsman mengingatkan pemerintah dan penyelenggara pemilu untuk memenuhi semua keperluan, seperti anggaran, aturan, dan sumber daya manusia penyelenggara yang menyesuaikan dengan situasi COVID-19.

"Makanya kami mengingatkan kepada pemerintah dan penyelenggara untuk menambah anggaran, memperbaiki ketentuan kalau masih ada waktu, sehingga beberapa hal yang diperkirakan yang akan berjalan di luar ketentuan itu tidak akan terjadi," ucapnya.

Dari pemberitaan media itu tampak semua stakeholder (Mendagri, Menkes, DPR, KPU, Bawaslu, Ombudsman, LSM, dan lainnya yang tidak sempat dirangkum) sudah mempertimbangkan segala aspek dari pelaksanaan pilkada serentak itu.  Baik yang berada pada posisi memutuskan, maupun yang mengingatkan. Namun mesti dipahami bahwa proses demokrasi untuk suksesi kepemimpinan lokal saat ini sangat rentan terhadap meluasnya wabah corona.  Oleh karenanya sikap kehati-hatian yang merujuk pada protocol kesehatan yang sudah ditetapkan menjadi suatu keharusan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun