Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dilema Proses Pilkada Serentak 2020 (Rangkuman Pemberitaan Media)

28 Juli 2020   15:26 Diperbarui: 28 Juli 2020   17:53 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pilkada 2020 di mulai. Gendang pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak terus berbunyi. Pihak yang terkait sudah mulai menari-nari. Segala tarian kata-kata bakal mewarnai proses pelaksanaan demokrasi di negeri republik konstitusional ini. Tidak kurang 270 wilayah di Indonesia menjadi arena proses ini yang meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, serta 37 kota. Sementara hari pencoblosan ditetapkan pemerintah pada 9 Desember 2020.

Namun begitu mulai dari tahapan hingga pencoblosan kemungkinan besar berada di situasi pandemi. Situasi demikian tentu sudah diperhitungkan dengan matang. Sebab pemerintah beralasan tidak ada jaminan bahwa pandemi lenyap atau malah naik di kurun waktu tersebut. Apalagi masa lima tahun kepemimpinan sudah dilewati oleh pemimpin daerah itu.

Jika pun diserahkan pada Plt kepala daerah, maka tidak sepenuhnya kewenangan bisa dilaksanakan.  Dengan kata lain, kontestan yang turut dalam ajang ini mesti menyiapkan isu yang tak jauh dari soal corona maupun pemulihan ekonomi di tingkat lokal.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mendukung pelaksanaan Pilkada 2020 pada 9 Desember 2020. Hal tersebut merujuk pada peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pilkada yang diteken Presiden Joko Widodo Covid-19.

"Kami sudah komunikasikan dengan Kemenkes dan gugus tugas, prinsipnya mereka lihat (Covid-19) belum selesai 2021, mereka dukung (Pilkada) 9 Desember. Namun, protokol kesehatan dipatuhi disusun dengan mengikut sertakan mereka," kata Tito.

Hal ini dipertegas oleh Komisi Pemilihan Umum, Ketua KPU Arief Budiman pihaknya bersama pemerintah dan DPR tidak mungkin lagi menunda jadwal yang telah disepakati.

Berbeda dengan pemerintah, DPR maupun KPU sejumlah tokoh masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pilkada Sehat bahkan menginisiasi petisi penundaan pilkada 2020. Mereka meminta supaya pemangku kepentingan dapat memundurkan pelaksanaan pilkada hingga tahun 2021, lantaran saat ini Indonesia masih berhadapan dengan pandemi Covid-19. Demikian dikatakan  salah satu perwakilan koalisi yang juga pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay dalam konferensi pers daring, Rabu (27/5/2020).

Senada dengan Hadar, Deputi Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi ( Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mendorong agar pemerintah menunda penyelenggaraan pilkada hingga 2021. Menurut Khoirunisa, pelaksanaan pilkada yang direncanakan pada Desember 2020 berisiko tinggi terhadap kesehatan penyelenggara dan peserta pemilu. Sebab, ia menilai pengendalian Covid-19 di Tanah Air belum bisa dikatakan berhasil.

"Ini seolah kita tidak punya pilihan untuk melaksanakan pilkada selain Desember. Kami sudah mengeluarkan petisi online agar pilkada ditunda 2021. Karena rasanya enggak mungkin, risikonya terlalu besar melaksanakan pilkada di Desember 2020," ujar Khoirunisa dalam diskusi daring ' Pilkada 2020 Bertaruh Nyawa', Kamis (28/5/2020).

Di lain pihak, Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Abhan menyebut, setidaknya ada delapan potensi pelanggaran jika pilkada digelar di tengah pandemi Covid-19. Potensi pertama ialah persoalan daftar pemilih yang kemungkinan tidak akurat jika verifikasi dilakukan secara daring. Menurut Abhan, pengecekan daftar pemilih seharusnya dilakukan secara langsung atau door to door supaya lebih akurat.

Potensi pelanggaran kedua yaitu soal logistik pemilih. Abhan mempertanyakan kesiapan perusahaan penyedia logistik pemilihan sebab waktu pemilihan sudah dekat. "Penyediaan logistik pemilih ini waktunya mepet. Seandainya anggaran sudah siap, tetapi apakah perusahaan percetakan sudah siap? Bahan bakunya sudah siap atau tenaga kerjanya sudah siap? Terlebih jika wilayah itu masih melakukan PSBB," ujarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun