Naasnya, orangtua Mumun tidak menyukai, sebab Cepa dianggap tidak punya prospek. Selain malas, ia juga suka minum anggur cap orang tua.Â
Sekarang-sekarang saja Cepa sudah mewakafkan dirinya di masjid, tapi telat, sebab Mumun sudah diperistri oleh Kudil. Kendati begitu, Cepa pernah bicara pada Mumun, akan menunggu jandanya saja.
Mendadak suatu ketika, Cepa menghubungi Kudil untuk dimintai tolong memandikan jenazah orang di kampung sebelah. Entah mengapa orang yang biasa memandikan jenazah di kampung ini tidak melakukannya. Kudil juga mempertanyakan hal itu.Â
Tapi dijawab Cepa juga tidak tahu. Berangkat juga Kudil ke sana akhirnya, diiringi Cepa. Sepanjang perjalanan menunggang motor Cepa, mereka berbincang.
"Bagaimana mungkin jenazah orang yang sudah wafat tidak ada yang mau memandikan. Seharusnya mereka saling membantu. Ini kewajiban yang hidup,"tutur Kudil.
"Saya juga tidak tahu persis. Kenapa mereka tidak mau melakukannya. Di telpon kawan saya bilang, minta tolong memandikan jenazah. Intinya begitu. Menelpon sebentar karena putus-putus signalnya, Langsung saya matiin, sebab mesti segera."
"Aneh saja menurut saya ini."
"Saya juga begitu."
"Apapun kondisi jenazah, baik yang wafat karena sakit maupun kecelakaan tetep mesti dilayani sebaik-baiknya."
"Iya, baiknya begitu."
"Apalagi korban kecelakaan. Kadang kondisinya tidak sebaik yang wafat karena sakit. Mesti ikhlas melakukannya."