Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Konon Akibat Upah Tak Ditunaikan Risiko hingga Tujuh Turunan (Dongeng Sunda Bagian 1)

11 September 2019   14:02 Diperbarui: 11 September 2019   16:59 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tapi Naya belum puas juga sebab masih ada satu batang dari pohon Kemuning itu yang masih nempel di akarnya belum tuntas. Karena sudah menjelang subuh ia pun kembali ke rumahnya. Pikirnya usai urusan desa, sore hari ia akan lanjutkan memangkas batang dan mencabut akarnya.

***

Halim tergopoh-gopoh mendatangi balai desa. Padahal hari masih pagi, baru pukul 09.30. Seharusnya ia ada di sawah. Namun saat tiba, ia malah heran, di sana sudah ada juga Komar, Dayat, dan  mang Tarja. Mereka petani sebagaimana dirinya. Komar sawahnya di Timur, Dayat di sebelah Utara, mang Tarja di Selatan, sementara dirinya di sebelah Barat.

"Kok pada kumpul di sini, tumben,"sapa Halim sembari menyalami mereka semua.

"Iya, ini lagi tunggu, pak Kuwu. Belum datang sejak pagi, kata stafnya. Ya kita tunggu aja sampai datang. Ada perlu apa Halim? Balas mang Tarja.

"Iya, mang, ini teh soal sawah. Kan kita mau panen ya, kemarin mah air banyak dan bagus, tapi tadi teh kok tiba-tiba susut, gitu. Kumaha nya?

"Puguh, kita juga sama atuh masalah na. Si Komar kitu, si Dayat oge. Kok bisa sama ya di sawah kita aja airnya yang susut, sementara yang lain tidak, malah biasa aja."

Percakapan mereka masih santai, dan biasa saja terkait soal sawah, dan masa panen sekarang. Hingga kemudian Kuwu Naya datang, dan laporan warganya tadi ditindaklanjuti oleh stafnya di bagian pengairan. Ada empat titik sawah yang dipunyai warga itu, baik Halim, Komar, Dayat, dan mang Tarja, yang mesti didatangi staf desa. Kebetulan juga empat sawah yang berada di penjuru desa itu sebagai benteng kokoh desa ini dari ancaman kekeringan. Sebab secara kasat mata, air sungai yang mengalir, dekat dengan sawah mereka masing-masing, juga sebagai jalan dari saluran air ke sawah. Karena itu bagian pengairan keheranan. Bagaimana mungkin air yang melimpah dari sungai tidak mengaliri sawah empat warganya ini?

"Ini sawah mang tarja?Tanya Munif.

"Leureus Kang.

"Ini saya heran, mang, Di sawah Dayat, Komar, juga Halim posisi sawah seharusnya tidak bakal kering, dan susut. Sebab mang Tarja lihat sendiri. Itu sawah sebelah mang Tarja, si Ruhun air banyak. Tapi mengapa susut ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun