Defi tak jadi pulang, membiarkan dirinya tertahan oleh tawaran Golai untuk menikmati lagi satu cangkir kopi lezat, andalan kafe. Mereka berkenalan.
Golai adalah warga asing. Dia lahir dan dibesarkan di China. Dia ke Unala untuk keperluan bisnis dan mengaku selekasnya terbang lagi ke kota lain.
"Buku bagus," ujar Golai menatap buku merah bertajuk "Tradisi China: Antara Mitos dan Etos".
"Kelihatannya iya," tutur Defi yang merasa pernah melihat Golai entah di mana.Â
Defi membawa buku itu dari rumah dengan niatan akan membacanya di kafe sembari menyeruput kopi panas.Â
"Aku perlu relaks," batin Defi.Â
Tapi di kafe, pikirannya tersita terus oleh misteri PENYU, Juli-Agustus, dan jemuran. Dia memutuskan pulang dan akan membaca buku itu di rumah sembari rebahan. Tentu saja jika Japar mengizinkan. Putranya itu membawa bacaan tersebut sebagai teman liburan. Atas saran dosen, Japar ingin memperkaya kapasitas literasinya. Dengan harapan, sehabis liburan, memasuki semester baru, dia lebih siap menghadapi kelas-kelas kuliah pada program studi Sastra China. Baru kali ini dia bisa liburan ke Unala. Masa liburan kampusnya bertepatan dengan masa liburan kerja ibunya dan kebiasaan cuti ayahnya.
***
Defi melongo. Matanya terbelalak usai membaca bab "Bulan Ketujuh". Buku itu dilahapnya sampai fajar.
Bulan Ketujuh dalam kalender China jatuh pada kisaran Juli-Agustus. Pada hari ke-15 Bulan Ketujuh, warga yang percaya dan menghormati tradisi itu ditabukan untuk melakukan sejumlah kegiatan, seperti pesta nikah dan menjemur pakaian dalam di luar rumah.
Matahari belum sungguh-sungguh berbagi sinarnya, tatkala Defi segera menelepon anak buahnya, tim penyidik di lima kota, untuk ke kantor. Bersinergi menelusuri data tentang kemungkinan orang asing dengan riwayat tradisi China di lima kota tempat pembunuhan terjadi. Pastinya, bekerjasama dengan pihak imigrasi.Â
Mobil Defi meluncur ke alamat Golai. Dia ingin berdiskusi dan menjajal sejumlah dugaan yang muncul usai membaca buku merah itu.